Setiap manusia pada saat dilahirkan ke dunia yang fana (QS. al-Qoshas/28: 88) ini pada awalnya berada dalam keadaan tidak mengetahui dan tidak memahami sesuatu. Sampai kemudian Rabbnya Tuhan yang maha kuasa menganugerahkan keberfungsian pendengaran, penglihatan, dan hati/akal (QS. an-Nahl: 78).
Proses selanjutnya secara bertahap Allah memberikan kemampuan mendengar berbagai macam suara melalui telinganya, kemampuan melihat beraneka ragam benda melalui matanya, dan kemampuan berpikir untuk dapat membedakan sesuatu yang baik dan buruk, sesuatu yang benar dan salah melalui akalnya (tafsir ath-Thabari).
Sikap dalam Bahasa Inggris disebut sebagai attitude, dalam “The Penguin Dictionary of Psychology” dijelaskan bahwa, attitude is some internal affective orientation that would explain the actions of a person, sikap dalam psikologi merupakan beberapa penyesuaian kecenderungan yang berasal dari sisi dalam manusia.
Perkembangan kehidupan agama pada masa anak-anak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Manusia dapat mengenal berbagai macam hal, termasuk agama. Perkembangan agama anak terpengaruh dari lingkungan yang ada di sekitarnya.
Lingkungan yang paling utama adalah keluarga dan lingkungan rumah tempat anak sering bersosialisasi. Seorang anak akan mengamati (mendengar, atau melihat) praktik ibadah (mengaji, solat dan lain-lain) dari orang-orang terdekat yang berada di sekelilingnya.
Pemandangan perilaku sikap dan kebiasaan orang-orang di sekitarnya akan direkam oleh anak, meski dilakukan sesekali akan tetap berbekas pada jiwa anak, apalagi jika anak menyaksikan sebuah perbuatan yang dilakukan secara intens atau terus menerus.
Contoh perilaku keagamaan orang dewasa misalnya orang dewasa yang beribadah di masjid, atau orang yang mengaji di majelis taklim. Dibiasakan melihat proses berwudlu, gerakan solat dan yang lainnya. Bahkan bisa juga melalui tontonan atau tuntunan melalui media elektronik.
Contoh perilaku keagamaan orang dewasa misalnya orang dewasa yang beribadah di masjid, atau orang yang mengaji di majelis taklim. Dibiasakan melihat proses berwudlu, gerakan solat dan yang lainnya. Bahkan bisa juga melalui tontonan atau tuntunan melalui media elektronik.
Selain perilaku, perkataan juga menjadi poin penting yang harus diperhatikan ketika berhadapan dengan anak. Untuk menstimulasi pengetahuan agama pada anak bisa dengan mengenalkan dan membiasakan anak mendengar kalimat tauhid dan perbuatan yang biasa dilakukan dalam agama yang dianut, dalam hal ini agama ISlam.
Ada beberapa kata, atau kalimat yang dibiasakan untuk diperdengarkan pada anak, misalnya kata Allah, salat, puasa, sedekah dan juga kalimat tauhid lainnya.
Hakikat Sikap
Menurut Weber, penilaian terhadap hal yang disukai ataupun tidak disukai seseorang merupakan reaksi yang ditimbulkan dari lingkungannya merupakan SIKAP. Sikap muncul secara berpasangan yaitu disadari dan tidak disadari dan akan berubah seiring dengan bertambahnya pengalaman.
Sarlito (1996) menerangkan bahwa sikap merupakan respon seseorang terhadap sesuatu. Jalaluddin berpendapat bahwa sikap merupakan candu atau kecintaan untuk menyenangi atau tidak menyenangi sesuatu hal yang berkaitan dengan kognisi, afeksi dan konasi.
Sarlito (1996) menerangkan bahwa sikap merupakan respon seseorang terhadap sesuatu. Jalaluddin berpendapat bahwa sikap merupakan candu atau kecintaan untuk menyenangi atau tidak menyenangi sesuatu hal yang berkaitan dengan kognisi, afeksi dan konasi.
Dari beberapa pengertian sikap yang telah dijabarkan bisa disimpulkan bahwa sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap suatu objek yang bersifat mendekati atau menjauhi. Dilakukan melalui penilaian yang berbentuk menyenangi atau tidak menyenangi, menyetujui atau tidak meneyetujui dan lainnya.
Hafidhudin (2003) menjelaskan bahwa sikap keagamaan merupakan kedalaman seseorang terhadap ilmu, keyakinan yang kuat, seberapa senang melakukan ibadah dan seberapa dalam memaknai ibadah yang dikerjakan. Sikap keagamaan ditunjukkan dengan praktek ibadah yang dijalankan oleh seseorang.
Said Aqil Siraj (2006) mendefinisikan sikap keagamaan seseorang ditunjukkan dengan kepercayaan yang kuat dari seorang hamba terhadap Tuhannya sehingga semakin kuat kepercayaan yang ditanamkan dalam jiwanya semakin kuat dia melaksanakan apa yang menjadi titah Tuhannya.
Jalaluddin (1995) berpendapat bahwa sikap keagamaan mendorong seseorang untuk taat dalam beragama, yang terbentuk dari kepercayaan terhadap agama (kognitif) penghayatan terhadap agama (afektif) dan perbuatan yang dilakukan untuk agama (konatif).
Menurut Zakiah Darajat dalam Lilis Suryani (2008), perubahan pada sikap keagamamaan adalah perubahan pada tingkat kemampuan dalam memahami, percaya, dan mengedepankan pemahaman kebenaran yang berasal dari Sang Khaliq. Menjadikan pedoman dalam berbahasa, bersikap dan bertingkah laku terhadap kepercayaannya.
Menurut Maramis (1980) fisik dan psikis anak yang terus berkembang menyebabkan pemahaman anak terhadap agama semakin realistis seiring dengan perkembangan pola pikirnya.
Potensi fitrah yang dimiliki oleh manusia dari sejak dilahirkan menjadikan manusia memiliki agama. Walaupun Ketika dilahirkan manusia belum beragama, namun telah memiliki firah untuk menjadi manusia beragama dan memiliki potensi kejiwaan serta dasar-dasar ber-Tuhan.
Sikap Keagamaan
Said Aqil Siraj (2006) mendefinisikan sikap keagamaan seseorang ditunjukkan dengan kepercayaan yang kuat dari seorang hamba terhadap Tuhannya sehingga semakin kuat kepercayaan yang ditanamkan dalam jiwanya semakin kuat dia melaksanakan apa yang menjadi titah Tuhannya.
Jalaluddin (1995) berpendapat bahwa sikap keagamaan mendorong seseorang untuk taat dalam beragama, yang terbentuk dari kepercayaan terhadap agama (kognitif) penghayatan terhadap agama (afektif) dan perbuatan yang dilakukan untuk agama (konatif).
Perubahan Sikap Keagamaan
Menurut Zakiah Darajat dalam Lilis Suryani (2008), perubahan pada sikap keagamamaan adalah perubahan pada tingkat kemampuan dalam memahami, percaya, dan mengedepankan pemahaman kebenaran yang berasal dari Sang Khaliq. Menjadikan pedoman dalam berbahasa, bersikap dan bertingkah laku terhadap kepercayaannya.
Menurut Maramis (1980) fisik dan psikis anak yang terus berkembang menyebabkan pemahaman anak terhadap agama semakin realistis seiring dengan perkembangan pola pikirnya.
Potensi fitrah yang dimiliki oleh manusia dari sejak dilahirkan menjadikan manusia memiliki agama. Walaupun Ketika dilahirkan manusia belum beragama, namun telah memiliki firah untuk menjadi manusia beragama dan memiliki potensi kejiwaan serta dasar-dasar ber-Tuhan.
Untuk itu Sikap keagamaan pada anak berkembang sejak bayi. Pernyataan ini diungkapkan oleh Aziz Ahyadi (2005:40).
Menurut Woodworth dalam Jalaluddin (1995) potensi keagamaan merupakan insting keagamaan yang dimiliki oleh anak sejak lahir selaras dengan tumbuhnya insting sosial dan fungsi kematangan tubuh yang lainnya. Walau memiliki tubuh dan fisik yang lemah manusia telah dibekali insting keagamaan dalam fitrahnya.
Menurut Ernest dalam Lilis Suryani (2008:9) anak-anak memiliki perubahan dalam memahami nilai agama. Perubahan tersebut berlangsung melalui tiga tahap perkembangan, diantaranya yaitu:
Pada tingkat ini sikap keagamaan pada anak masih berdasarkan pada daya imajinasi, mereka menyamakannya dengan tokoh-tokoh dalam film atau dongeng yang memiliki kekuatan super seperti bisa menghilang, memegang api dan lainnya.
Menurut Woodworth dalam Jalaluddin (1995) potensi keagamaan merupakan insting keagamaan yang dimiliki oleh anak sejak lahir selaras dengan tumbuhnya insting sosial dan fungsi kematangan tubuh yang lainnya. Walau memiliki tubuh dan fisik yang lemah manusia telah dibekali insting keagamaan dalam fitrahnya.
Perkembangan Sikap Keagamaan pada Anak
Menurut Ernest dalam Lilis Suryani (2008:9) anak-anak memiliki perubahan dalam memahami nilai agama. Perubahan tersebut berlangsung melalui tiga tahap perkembangan, diantaranya yaitu:
1. Tingkat Dongeng (The Fairy Tale Stage)
Pada tingkat ini sikap keagamaan pada anak masih berdasarkan pada daya imajinasi, mereka menyamakannya dengan tokoh-tokoh dalam film atau dongeng yang memiliki kekuatan super seperti bisa menghilang, memegang api dan lainnya.
Anak yang berada pada rentang usia tiga sampai dengan enam tahun berada pada fase ini. Pada masa ini sikap keberagamaan pada anak dilandasi oleh keinginan untuk memiliki keajaiban.
Pada masa ini anak sudah mengerti bahwa agama bukan untuk memperoleh keajaiban seperti yang didapatkan pada tokoh imajinasi anak-anak, namun lebih kepada untuk mendapatkan kenyamanan dan kebaikan hidup di dunia dan akhirat.
2. Tingkat Kenyataan (The Realistic Stage)
Pada masa ini anak sudah mengerti bahwa agama bukan untuk memperoleh keajaiban seperti yang didapatkan pada tokoh imajinasi anak-anak, namun lebih kepada untuk mendapatkan kenyamanan dan kebaikan hidup di dunia dan akhirat.
Anak yang berada pada rentang usia tujuh sampai dengan lima belas tahun berada pada fase ini. Untuk itu di usia ini anak sudah mulai tertarik pada kegiatan keagamaan yang lebih formal dan tertarik untuk mempelajarinya lebih jauh.
Konsep keagamaan anak pada tingkat ini berkembang menjadi tiga konsep yaitu konsep keagamaan yang konservatif dan konvensional, konsep keagamaan murni dan konsep keagamaan humanistik. Berkaitan dengan ini, Imam Bawani dalam Sururin (2004:56) membagi fase perkembangan agama pada anak-anak menjadi empat bagian, yaitu:
Dalam fase ini perkembangan agama sudah dimulai sejak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia atas Tuhannya sesuai dengan firman Allah ta’ala dalam Surat Al-A’rof (18): 172.
Perkembangan agama pada fase ini belum terlalu banyak terjadi, namun Islam telah menuntun kita untuk mulai memperkenalkan agama di fase ini melalui ajaran yang telah dituangkan dalam banyak hadits dan juga penjelasan dalam Al-Quran.
Intelektual anak yang semakin berkembang di masa ini menjadikan perkembangan agama anak semakin realistis, bekal agama yang ditanamkan melalui pendidikan dalam keluarga menjadi bekal bagi anak ketika mulai mengenal dunia sekolah.
Hal yang mempengaruhi perkembangan keagamaan pada anak meliputi dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Berikut penjelasan tentang perkembangan keagamaan anak yang mencakup faktor internal.
Faktor hereditas didapat dari keturunan dalam artian bahwa karakteristik seseorang diturunkan melalui gen yang dimiliki orang tuanya. Untuk itu Islam menuntun kita untuk mencari pasangan yang baik agar memiliki keturunan yang baik sebagaimana Rasulullah berpesan dalam sebuah hadits “Lih atlah kepada siapa anda letakkan nutfah (sperma) anda, karena sesungguhnya asal (al- I’rq) itu menurun kepada anaknya”.
Setiap manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Kepribadian memberikan pengaruh pada perkembangan jiwa keagamaan seseorang. Zakiah Daradjat dalam Ramayulis (2009: 98) menerangkan bahwa sikap keagamaan berkembang dari apa yang didapat bukan bawaan.
Faktor pembawaan atau fitrah beragama merupakan potensi yang membawa pada sebuah perkembangan. Dikuatkan oleh faktor eksternal yang menjadi pemicu dalam perkembangan keagamaan seseorang.
3. Tingkat Individu (The Individual Stage)
Konsep keagamaan anak pada tingkat ini berkembang menjadi tiga konsep yaitu konsep keagamaan yang konservatif dan konvensional, konsep keagamaan murni dan konsep keagamaan humanistik. Berkaitan dengan ini, Imam Bawani dalam Sururin (2004:56) membagi fase perkembangan agama pada anak-anak menjadi empat bagian, yaitu:
Fase Perkembangan Keagamaan Anak Ketika dalam Kandungan
Dalam fase ini perkembangan agama sudah dimulai sejak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia atas Tuhannya sesuai dengan firman Allah ta’ala dalam Surat Al-A’rof (18): 172.
Fase Perkembangan Sikap Keagamaan Anak saat bayi
Perkembangan agama pada fase ini belum terlalu banyak terjadi, namun Islam telah menuntun kita untuk mulai memperkenalkan agama di fase ini melalui ajaran yang telah dituangkan dalam banyak hadits dan juga penjelasan dalam Al-Quran.
Beberapa hal yang bisa dikenalkan sejak bayi misalnya dengan memperdengarkan adzan dan iqamah ketika pertama kali anak dilahirkan ke dunia. Membiasakan anak mendengarkan kalimat tauhid yang diucapkan oleh kedua orang tuanya.
Biasakan mengaji, salat dan ibadah lainnya di hadapan anak. Hal ini akan direkam dalam memori anak. Membiasakan bersikap baik dan mengatakan hal yang baik juga akan direkam oleh anak, meski masih dalam keadaan bayi.
Fase kanak-kanak merupakan fase paling baik dalam menyerap kejadian yang ada di sekitarnya. Orang tua harus berperan aktif dalam proses perkembangan agama anak. Anak mengenal Tuhan melalui kegiatan orang-orang disekelilingnya.
Fase Perkembangan Sikap Keagamaan pada Masa kanak-kanak
Fase kanak-kanak merupakan fase paling baik dalam menyerap kejadian yang ada di sekitarnya. Orang tua harus berperan aktif dalam proses perkembangan agama anak. Anak mengenal Tuhan melalui kegiatan orang-orang disekelilingnya.
Perbuatan dan perkataan baik yang diperoleh anak melalui panca inderanya seperti orang tua yang mengaji, solat, berdzikir, anak pun dapat meniru dan menyerap walau sejatinya belum pada tataran bisa memahami.
Stimulasi sikap keagamaan yang positif dari lingkungan sekeliling anak diharapkan akan memacu perkembangan sikap keagamaan pada anak ke arah positif.
Fase Perkembangan Sikap Keagamaan Anak Masa Sekolah
Intelektual anak yang semakin berkembang di masa ini menjadikan perkembangan agama anak semakin realistis, bekal agama yang ditanamkan melalui pendidikan dalam keluarga menjadi bekal bagi anak ketika mulai mengenal dunia sekolah.
Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Keagamaan Anak
Hal yang mempengaruhi perkembangan keagamaan pada anak meliputi dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Berikut penjelasan tentang perkembangan keagamaan anak yang mencakup faktor internal.
Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor kepribadian dan keturunan. Beberapa hal yang meliputi faktor internal diantaranya, yaitu:
1. Faktor Hereditas atau keturunan
Faktor hereditas didapat dari keturunan dalam artian bahwa karakteristik seseorang diturunkan melalui gen yang dimiliki orang tuanya. Untuk itu Islam menuntun kita untuk mencari pasangan yang baik agar memiliki keturunan yang baik sebagaimana Rasulullah berpesan dalam sebuah hadits “Lih atlah kepada siapa anda letakkan nutfah (sperma) anda, karena sesungguhnya asal (al- I’rq) itu menurun kepada anaknya”.
2. Faktor Kepribadian.
Setiap manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Kepribadian memberikan pengaruh pada perkembangan jiwa keagamaan seseorang. Zakiah Daradjat dalam Ramayulis (2009: 98) menerangkan bahwa sikap keagamaan berkembang dari apa yang didapat bukan bawaan.
Untuk itu sangat penting peranan kenyamanan rumah, orang tua, orang-orang sekitar, teman dan lingkungan dalam proses perkembangan agama pada setiap individu.
Menurut Sujanto (2004: 46) kepribadian pada anak mulai terbentuk ketika anak berusia 0-5 tahun, anak akan sangat mudah menyerap apa yang di lihatnya dengan belajar dari lingkungan tempat dia tumbuh. Anak yang berada di lingkungan orang-orang yang memiliki kecenderungan sikap yang baik maka diharapkan akan berkembang kepada hal-hal yang baik juga, begitupun sebaliknya.
Menurut Sujanto (2004: 46) kepribadian pada anak mulai terbentuk ketika anak berusia 0-5 tahun, anak akan sangat mudah menyerap apa yang di lihatnya dengan belajar dari lingkungan tempat dia tumbuh. Anak yang berada di lingkungan orang-orang yang memiliki kecenderungan sikap yang baik maka diharapkan akan berkembang kepada hal-hal yang baik juga, begitupun sebaliknya.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal didapatkan dari stimulus yang terjadi dan diberikan dalam keluarga, Lembaga dan masyarakat. Berikut penjelasan tentang ketiga faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan agama pada anak:
1. Lingkungan Keluarga
Entitas yang paling sederhana dalam kehidupan sosila manusia adalah keluarga. Dalam keluarga pendidikan awal untuk seorang anak manusia dimulai. Orang tua lah yang memberikan kesan pertama dalam kehidupan seorang anak. Keluarga memiliki peran dominan dalam pembentukan perkembangan keagamaan anak di masa yang akan datang, hal ini ditegaskan juga oleh Sururin (2004: 57).
2. Lingkungan Institusional
Pendidikan formal yang bergerak secara instruksional sistematis adalah sekolah. Keterbatasan pengetahuan orang tua dalam proses pendidikan, dilanjutkan ke lembaga sekolah agar anak mendapatkan bimbingan yang lebih terarah.
Potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal dari aspek jasmani, intelektual, sosial emosional dan juga moral spiritual. Pendapat ini diperkuat oleh Ahmad zein dan Jalaluddin (1994: 217) Schweinhart dalam Siti Aisyah dkk (2007: 42) memberikan penekanan bahwa kesan yang didapatkan oleh anak-anak dari sekolah memberikan dampak yang positif untuk perkembangan anak selanjutnya.
3. Lingkungan Masyarakat
Anak belajar dari lingkungan tempat dia bersosialisasi, jika lingkungan sosial memberikan contoh yang baik dalam permasalahan akhlak dan nilai-nilai keagamaan maka diharapkan anak akan memiliki perkembangan agama yang baik.
Begitu juga sebaliknya jika anak bergaul dalam lingkunagn yang buruk maka kemungkinan akan memberikan dampak yang buruk juga. Hurlock menjelaskan bahwa peraturan dalam sebuah kelompok berpengaruh pada perilaku moral para anggotanya.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa sikap keagamaan anak merupakan refleksi dari sikap yang dia lihat dari orang dewasa sekitarnya dari lingkungan tempat dia tinggal. Untuk itu bagus atau tidaknya perkembangan agama pada anak tergantung pada orang dewasa dan lingkungan sekitar yang membentuknya.
Dorongan untuk mengabdi kepada Sang Pencipta dijelaskan oleh hidayat al-diniyat telah hadir dari sejak lahir, dari sinilah bisa dibuktikan bahwa manusia merupakan makhluk beragama. Potensi ini akan berkembang dengan benar jika ada bimbingan, hal ini juga dijabarkan oleh Jalaluddin (1995: 66-69).
Begitu pula dengan Megawangi, menyatakan bahwa lingkungan yang berkarakter diiringi dengan usaha yang terencana, fokus dan komperehensif akan membentuk anak-anak menjadi pribadi yang beragama.
Maria (2005: 125) memaparkan bahwa untuk mengembangkan moral pada anak usia dini bisa melalui penerapan beberapa teknik yang diantaranya yaitu membiarkan, tidak menghiraukan, memberikan contoh, mengalihkan arah, memuji, mengajak dan menantang.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa sikap keagamaan anak merupakan refleksi dari sikap yang dia lihat dari orang dewasa sekitarnya dari lingkungan tempat dia tinggal. Untuk itu bagus atau tidaknya perkembangan agama pada anak tergantung pada orang dewasa dan lingkungan sekitar yang membentuknya.
Strategi Pengembangan Sikap Keagamaan Anak Usia Dini
Dorongan untuk mengabdi kepada Sang Pencipta dijelaskan oleh hidayat al-diniyat telah hadir dari sejak lahir, dari sinilah bisa dibuktikan bahwa manusia merupakan makhluk beragama. Potensi ini akan berkembang dengan benar jika ada bimbingan, hal ini juga dijabarkan oleh Jalaluddin (1995: 66-69).
Begitu pula dengan Megawangi, menyatakan bahwa lingkungan yang berkarakter diiringi dengan usaha yang terencana, fokus dan komperehensif akan membentuk anak-anak menjadi pribadi yang beragama.
Maria (2005: 125) memaparkan bahwa untuk mengembangkan moral pada anak usia dini bisa melalui penerapan beberapa teknik yang diantaranya yaitu membiarkan, tidak menghiraukan, memberikan contoh, mengalihkan arah, memuji, mengajak dan menantang.
Adapun strategi yang bisa membentuk moral pada anak usia dini diantaranya yaitu:
1. Strategi Latihan dan Pembiasaan
Melalui Latihan dan pembiasaan yang dilakukan secara konsisten akan membentuk sikap yang relative menetap pada anak. Misalnya jika anak dibiasakan untuk saling menghormati dan menghargai dalam anggota keluarga, maka pribadi anak akan terbentuk memnjadi pribadi yang menghormati dan menghargai.
2. Strategi Aktivitas Bermain
Dalam Maria (2005: 129) Riset yang dilakukan Piaget menyatakan bahwa perkembangan bermain merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap anak dapat digunakan dan dikelola untuk pengembangan sikap moral keagamaan pada anak.
Dari proses bermain anak mulai mengenal kata aturan dalam permainan, dari sini akan berkembang dan membiasakan anak untuk taat pada peraturan yang lainnya termasuk peraturan dalam agama.
3. Strategi Pembelajaran
Pengembangan moral anak usia dini dapat diotimalkan melalui strategi pembelajaran berdasarkan moral yang dilandaskan pada nilai-nilai yang dapat diterapkan pada diri seseorang, seperti kejujuran, kesetiaan, penghormatan, keberanian dan nilai baik lainnya. Pernyataan ini juga di kuatkan oleh Maria dalam tulisannya yang berlabel Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini.
Para orang tua diharapkan dapat mengajarkan perkembangan kehidupan agama bagi anak kepada putra putrinya dengan lebih baik. Karena agama adalah bekal yang paling berharga untuk kehidupan di dunia dan di akhirat.
Kesimpulan
Para orang tua diharapkan dapat mengajarkan perkembangan kehidupan agama bagi anak kepada putra putrinya dengan lebih baik. Karena agama adalah bekal yang paling berharga untuk kehidupan di dunia dan di akhirat.
Agama merupakan ajaran yang akan menuntun manusia untuk bisa memilih dan membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang benar dan yang salah.
Perkembangan kehidupan agama bagi anak-anak memiliki tiga pokok bahasan yang harus dipahami oleh para orangtua dan guru. Pertama, tahapan penting pada perkembangan keagamaan anak-anak. Kedua, ciri dan sifat keberagamaan pada anak-anak. Ketiga, alur pembentukan pengetahuan keagamaan pada anak-anak.
Anak-anak merupakan masa depan sebuah bangsa, untuk itu ajarkan anak-anak kita untuk cinta ilmu dan cinta Islam agar mereka memiliki karakter yang unggul. Lakukan dengan penuh ketelatenan dan kesabaran. Salam pengasuhan.
Q.S. 28, Al-Qoshosh: 88. Sugema Sony, Digitalquran, ver. 3.1, tp, 2003 2004, softcopy, http://www.geocities.com/sonysugema2000
Q.S. 16, An-Nahl: 78. Sugema Sony, Digitalquran, ver. 3.1, tp, 2003-2004, softcopy, http://www.geocities.com/sonysugema2000
Abu Ja’far At-Thobari, Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Gholib Al-Amali, 2000 M./1420 H. Tafsir At-Thobari, softfile, www.qurancomplex.com.
Aziz Ahyadi, Psikologi Agama, Bandung : Mertiana, 2005.
Didin Hafidhuddin, Islam Aplikatif, Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
Erham Wilda, Konseling Islami. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
Jalaluddin dan Ali Ahmad Zen, Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan. Surabaya: Putra Al Ma’arif, 1994.
Lilis Suryani dkk, Metode Pengembangan Sikap dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008.
Maramis, Ilmu Kedoteran Jiwa, Surabaya: Airlangga University Press, 1980.
Maria J. Wantah, Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini, Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi, 2005.
Said Aqil Siraj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial Mengedepankan Islam Sebagai Inspirasi Bukan Aspirasi, Bandung: Mizan Pustaka, 2006.
Siti Aisyah dkk, Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka, 2007.
Slamet Sujanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Hikayat, 2004.
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Grafindo Jaya, 2004.
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:Remaja Rosdakarya, 2004.
Perkembangan kehidupan agama bagi anak-anak memiliki tiga pokok bahasan yang harus dipahami oleh para orangtua dan guru. Pertama, tahapan penting pada perkembangan keagamaan anak-anak. Kedua, ciri dan sifat keberagamaan pada anak-anak. Ketiga, alur pembentukan pengetahuan keagamaan pada anak-anak.
Anak-anak merupakan masa depan sebuah bangsa, untuk itu ajarkan anak-anak kita untuk cinta ilmu dan cinta Islam agar mereka memiliki karakter yang unggul. Lakukan dengan penuh ketelatenan dan kesabaran. Salam pengasuhan.
Referensi
Q.S. 28, Al-Qoshosh: 88. Sugema Sony, Digitalquran, ver. 3.1, tp, 2003 2004, softcopy, http://www.geocities.com/sonysugema2000
Q.S. 16, An-Nahl: 78. Sugema Sony, Digitalquran, ver. 3.1, tp, 2003-2004, softcopy, http://www.geocities.com/sonysugema2000
Abu Ja’far At-Thobari, Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Gholib Al-Amali, 2000 M./1420 H. Tafsir At-Thobari, softfile, www.qurancomplex.com.
Aziz Ahyadi, Psikologi Agama, Bandung : Mertiana, 2005.
Didin Hafidhuddin, Islam Aplikatif, Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
Erham Wilda, Konseling Islami. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
Jalaluddin dan Ali Ahmad Zen, Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan. Surabaya: Putra Al Ma’arif, 1994.
Lilis Suryani dkk, Metode Pengembangan Sikap dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008.
Maramis, Ilmu Kedoteran Jiwa, Surabaya: Airlangga University Press, 1980.
Maria J. Wantah, Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini, Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi, 2005.
Said Aqil Siraj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial Mengedepankan Islam Sebagai Inspirasi Bukan Aspirasi, Bandung: Mizan Pustaka, 2006.
Siti Aisyah dkk, Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka, 2007.
Slamet Sujanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Hikayat, 2004.
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Grafindo Jaya, 2004.
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:Remaja Rosdakarya, 2004.
Masya allah sangat bermanfaat sekali ilmunya bu, sekarang jadi lebih faham mengenai perkembangan keagamaan bagi anak ternyata sangat penting sekali, terimakasih untuk penjelasannya 🙏
BalasHapusAssalamualaikum warahmatullahi wabrkath ibu, terimakasih atas ilmunya Bu,,dengan memhami materi ini kita harusbharus memahami bahwa
BalasHapusAgama merupakan ajaran yang akan menuntun manusia untuk bisa memilih dan membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang benar dan yang salah.
Nama : Muawanah
BalasHapusNpm : 19231017
Perkembangan kehidupan agama pada anak yaitu suatu perkembangan yang awalnya anak tidak mengetahui atau memahami suatu keadaan menjadikannya tau. Yang mana Allah SWT telah menganugerahkan organ tubuh nya berfungsi untuk memahami suatu keadaan.
Adapun perubahan sikap keagamaan Anak Usia Dini yaitu dengan.
- berdonge,
- tingkat kenyataan,
- tingkat individu.
Dalam tingkatan individu ini memiliki beberapa Pase yaitu
Fase dalam kandungan,
Fase bayi
Fas kanak-kanak
Dan fase sekolah.
Sedangkan untuk melatih pembentukan sikap keagamaan Anak Usia Dini yaitu
Latihan, terbiasa dan bermain.
Reres Restuti / 19231014
BalasHapusKetika dilahirkan manusia belum memiliki agama, tapi telah dibekali fitrah untuk menjadi manusia beragama serta mempunyai potensi kejiwaan serta dasar-dasar ber-Tuhan. Untuk itu Sikap keagamaan pada anak berkembang sejak bayi.
Menurut Ernest dalam Lilis Suryani (2008:9) anak-anak memiliki perubahan dalam memahami nilai agama berlangsung melalui tiga tahap perkembangan, diantaranya yaitu:
1. Tingkat dongeng (the fairy tale stage)
2. Tingkat kenyataan (the realistic stage)
3. Tingkat individu (the individual stage)
Ira Rahmawati 19231007
BalasHapusPerkembangan kehidupan agama bagi anak-anak memiliki tiga pokok bahasan yang harus dipahami oleh para orangtua dan guru. Ketiga poin itu adalah: Pertama, tahapan penting pada perkembangan keagamaan anak-anak. Kedua, ciri dan sifat keberagamaan pada anak-anak. Ketiga, alur pembentukan pengetahuan keagamaan pada anak-anak.
Karena agama adalah bekal yang paling berharga untuk kehidupan di dunia dan di akhirat. Agama merupakan ajaran yang akan menuntun manusia untuk bisa memilih dan membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang benar dan yang salah.
Widiah anggriyani(19231001)
BalasHapusTerimakasih atas ilmu nya ibu sangat bermanfaat sekali.
Menurut Ernest dalam Lilis Suryani (2008:9) anak-anak memiliki perubahan dalam memahami nilai agama berlangsung melalui tiga tahap perkembangan, diantaranya yaitu:
1. Tingkat Dongeng (The Fairy Tale Stage).
2. Tingkat Kenyataan (The Realistic Stage).
3. Tingkat Individu (The Individual Stage).
Enok Hani (19231003)
BalasHapusAgama merupakan ajaran yang akan menuntun manusia untuk bisa memilih dan membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang benar dan yang salah. Oleh karena itu, Para orang tua diharapkan dapat mengajarkan perkembangan kehidupan agama bagi anak kepada putra putrinya dengan lebih baik.
Strategi pembelajaran pengembangan moral anak usia dini dapat diotimalkan melalui strategi pembelajaran berdasarkan moral yang dilandaskan pada nilai-nilai yang dapat diterapkan pada diri seseorang, seperti kejujuran, kesetiaan, penghormatan, keberanian dan nilai baik lainnya.
Qori Salsabila Sani 19231005
BalasHapusBarakallah terimakasih ibu, untuk Pertemuan hari ini sangat begitu mudah untuk di fahami.
Ternyata faktor eksternal potensi yang membawa pada sebuah perkembangan. Dikuatkan oleh faktor eksternal yang menjadi pemicu dalam perkembangan keagamaan seseorang. Faktor eksternal didapatkan dari stimulus dalam keluarga, Lembaga dan masyarakat.
LAELA 19231015
BalasHapusterimakasih bu dosen untuk materi yang disajikan disini saya memahami betapa pentingnya akan agama untuk bekal kehidupan baik didunia maupun untuk diakhirat kelak maka dari kita sebagai orang tua harua menanamkan nilai nilai agama sedini mungkin kepadaa anak anak penerus generasi
Qori Salsabila Sani 19231005
BalasHapusBarakallah untuk materi hari ini Bu..
Ternyata Pada masa anak-anak, manusia dapat mengenal berbagai macam hal, termasuk agama dari pengaruh lingkungan yang ada di sekitarnya. Misalnya lingkungan keluarga, dan lingkungan bersosialisasinya.