Hakikat Psikologi Agama dan Ruang Lingkupnya

Selasa, 20 Juni 2023

Psikologi agama merupakan pembelajaran penting yang harus dipahami oleh setiap insan jika dia ingin benar-benar memahami hakikat jati dirinya sebagai manusia. Hakikatnya psikologi agama secara aplikatif berkaitan dengan tiga ranah petensi dalam diri manusia yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga ranah tersebut akan berdampak pada kepercayaan dan keyakinan yang dimiliki oleh setiap individu.


Dalam konsep psikologi Islam, bagaimana penjabaran dari ketiga ranah tersebut? Yuk baca terus penjabaran berikut ini, mari kita urai dan kaji satu persatu tentang pengertian dan definisi psikologi, definisi agama, fitrah manusia dan hal yang terkait lainnya menurut penjabaran para tokoh Psikologi Islam. Semoga pemahaman yang utuh dalam hal ini akan mengantarkan kita menjadi seseorang yang memiliki kematangan dalam beragama.


definisi agama


Latar Belakang Permasalahan dalam Psikologi Agama


Manusia dilahirkan ke dunia ini dengan membawa fitrah, sebagai bekal dirinya untuk menjalani kehidupan. Fitrah memiliki banyak makna yang berbeda, tergantung sisi pandang yang menyertainya. Namun secara global fitrah diartikan sebagai potensi yang dibawa dari sejak lahir. Potensi sendiri berasal dari Bahasa latin Potentia yang artinya kemampuan. Dalam kamus ensiklopedi fitrah diartikan sebagai kemampuan yang masih dapat berkembang.

Fitrah yang dibawa oleh manusia bersifat suci. Dengan fitrah itulah manusia mampu mengemban tugasnya sebagai seorang khalifah, menjalankan titah suci dari Tuhan yang maha Esa sebagai penciptanya. Sesuai dengan yang tertera dalam Al-Quran sura ar-Ruum ayat 30:

kepercayaan dan keyakinan

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa manusia adalah makhluk yang beragama. Abdul Aziz menerangkan Manusia menjalankan kehidupannya melalui keyakinan adanya Tuhan. Hal ini diperoleh dari penjabaran yang dijelaskan dalam kitab suci. Ayat di atas menegaskan bahwa manusia merupakan makhluk yang membutuhkan petunjuk berupa agama.

Manusia yang fitrahnya masih lurus akan menganggap bahwa kitab suci merupakan aturan dan kaidah yang perlu dijadikan pegangan dalam kehidupannya sebagai bekal yang menuntunnya untuk mencapai keselamatan di dunia dan akhirat.

Agama dan Manusia   


Harun Nasution
menjabarkan bahwa Agama merupakan ikatan suci yang tanggungjawabnya diperuntukkan pada sesuatu yang memiliki kekuatan luar biasa. Dzat yang ghaib, yang keberadaannya tidak dapat ditangkap oleh panca indera, namun pengaruhnya sangat luar biasa.

Ramayulis menyatakan bahwa manusia yang memiliki pengetahuan agama yang matang maka akan memiliki kepribadian yang matang. Sebagaimana dijelaskan juga oleh Koswara bahwa Konsep beragama yang dijelaskan berdasar konsep psikologi Islam bahwasannya aplikasi agama pada diri seseorang meliputi seluruh aspek yang ada dalam dirinya.

Aspek tersebut diataranya yaitu aspek kognitif berupa pengetahuan tentang agama, aspek afektif yaitu berkaitan dengan motivasi yang timbul dari dalam dirinya untuk beragama serta aspek psikomotor yang berkaitan dengan kemampuan dan kemauan dia dalam melaksanakan aturan dalam agama.

Kemampuan dan kemauan untuk memperkaya pengetahuan agama yang timbul dalam diri manusia masuk ke dalam aspek kognitif. Cerminan kepribadian yang ditunjukkan oleh seorang yang memiliki ilmu termasuk dalam ranah afektif.  Setelah dia memiliki pengetahuan soal agamanya maka hal yang berkaitan tentang kesadaran menjalankan aturan dalam agama masuk dalam aspek psikomotor.

Selain aspek-aspek tersebut yang bisa mempengaruhi kematangan dalam jiwa keagamaan seseorang, ada dua faktor penyerta yang juga sangat berpengaruh dalam membentuk jiwa keagamaan seseorang,diantaranya yaitu:

1. Faktor internal 


Faktor internal bersumber dari dalam diri manusia itu sendiri. Bisa berupa segala sesuatu yang dibawanya dari sejak lahir yaitu berupa fitrah yang diberikan oleh Allah atau berasal dari usaha yang dia lakukan atas dasar kemauan dan kemampuan yang timbul dari dalam dirinya.

2. Faktor eksternal

 
Faktor eksternal merupakan bentuk pemahaman dan kesadaran yang diperoleh karena ada pengaruh  dari luar dirinya. Pengaruh tersebut bisa didapatkan dari lingkungan sekitarnya yaitu lingkungan rumah, lingkungan masyarakat tempatnya tinggal dan juga melalui lembaga pendidikan yang dipilihnya. 


Hakikat  Psikologi Agama


Makna Psikologi


Istilah psikologi agama mungkin tidak asing bagi sebagian kita. Namun perlu kiraya kita gali pengertian istilah psikologi agama dari sisi kajian kata atau etimologi dan juga kajian bahasa atau etimologi.

Dari beberapa referensi ditemukan beberapa penjelasan yang terkait dengan dua kata ini. Secara etimologi, psikologi biasa disebut juga dengan Ilmu Jiwa. Psiko berarti jiwa dan logos berarti ilmu.

Sedangkan dari sisi terminologi, psikologi adalah Ilmu yang mempelajari tentang kejiwaan manusia yang berhubungan dengan lingkungannya.

Ilmu Jiwa / Psikologi adalah cabang ranting dari ilmu filsafat. Ranah keilmuan ini mempelajari tentang gejala kejiwaan secara umum yang melingkupi pikiran (cognisi), perasaan (emotion), dan kehendak (conasi). 

Pada dekade akhir, para ahli kejiwaan menambahkan bahwa hal yang berkaitan dengan  gejala kejiwaan terdiri dari empat empat ranah, yaitu menambahkan intelegensi, kelelahan, maupun sugesti termasuk dalam lingkup ilmu jiwa atau psikologi. Distilahkan dengan gejala campuran. Iustrasinya bisa dilihat pada bagan di bawah ini.



psikologi agama



Makna  Agama


Agama jika ditinjau dari sudut kata atau etimologi
. Menurut Harun Nasution ada beberapa penjabaran yang bisa diungkap dari makna agama secara etimologi, diantaranya yaitu:

  1. Al-Din dalam bahassa Semit artinya undang-undang, dalam Bahasa Arab artinya menguasai.
  2. Religi dalam Bahasa latin artinya mengumpulkan dan membaca.
  3. Agama terdiri dari dua suku kata yaitu “A” mengandung arti tidak dan gam mengandung arti pergi, jika keduanya dilebur mengandung arti tidak pergi, tetap di tempat atau bisa juga diartikan menetap dan diwarisi secara turun temurun.

Agama ditinjau dari makna Terminologi. Harun Nasution menjabarkan bahwa Agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini bentuknya adalah hal gaib yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera tetapi memiliki andil yang besar terhadap kehidupan manusia. Agama merupakan sistem yang mengajarkan tata cara keimanan , ibadah dan hubungan sosial.

Muhammaddin menguraikan bahwa Asy-syahrastani dalam al-Milal wa an- Nihal merumuskan pengertian tentang agama pada hal-hal yang cenderung pada ketaatan dan wujud penghambaan, implementasinya pada sebuah pembalasan dan perhitungan ( amal perbuatan di akhirat).

Namun yang perlu kita garis bawahi dan maknai dengan penuh kesadaran bahwa agama adalah hal yang perlu kita yakini dengan hati dan pikiran serta kaidahnya kita laksanakan dengan tindakan, sehingga nantinya akan membekas secara positif pada tingkah laku kita sehari-hari.


Makna Psikologi Agama


Setelah kita mengupas tentang makna dari psikologi dan agama, selanjutnya akan kita urai pengertian tentang psikologi agama menurut beberapa pendapat ilmuwan yang mendalami bidang ini. Pengertian psikologi agama menurut para ahli diantaranya adalah:

1. Robert H Thoules: Psikologi agama merupakan cabang dari psikologi yang bertujuan mengembangkan pemahaman terhadap perilaku keagamaan dengan menerapkan psinsip psikologi secara umum.

2. Zakiah Daradjat: Psikologi agama merupakan kajian ilmu yang mempelajari kehidupan beragama seseorang dan pengaruhnya terhadap tingkah laku, pemikiran dan sikap hidup. Psikologi agama merupakan kajian empiris yang mempelajari tingkah laku manusia berdasarkan keyakinan yang dianutnya sesuai dengan tahap perkembangan di setiap tingkat usia.

Menurut Profesor Zakiah Daradjat, para ahli dalam menetapkan definisi tentang ilmu jiwa agama harus  harus mencakup segala hal yang dikaitkan dengan aturan dan kaidah yang ada dalam agama. Untuk itu makna dari psikologi agama sampai saat ini masih terus dikembangkan. 

Bahasan dalam agama bukan hanya terkait pada perkara bahasan yang menyangkut hal-hal obyektif. Zaman yang terus bekembang dan persoalan hidup manusia yang juga terus berkembang dengan kondisi latar belakang yang juga terus berkembang serta berbeda-beda membuat hukum dalam agama juga bersifat dinamis menyesuaikan dengan kondisi dan zaman. Untuk itu makna agama juga disusun dari sudut pandang yang berbeda.

Ruang lingkup Psikologi Agama


Setelah kita kaji makna dari psikologi agama, perlu dipahami juga apa saja ruang lingkup dalam psikologi agama? Zakiyah Daradjat menuturkan bahwa psikologi agama atau ilmu jiwa agama memiliki ruang lingkup ilmu jiwa yang berbeda dengan ilmu kejiwaan lainnya.

Ilmu jiwa agama atau psikologi agama adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk manusia  dipandang dari tingkah lakunya dan segala hal yang menyertainya dengan menyandarkannya kepada kaidah agama.  

Kaidah ilmu jiwa agama disandarkan pada dua unsur yang tidak bisa dipisahkan, yaitu unsur ilmu jiwa dan unsur ilmu agama, yang keduanya memiliki urgensi atau makna yang berbeda. Untuk itu ruang lingkup psikologi agama mencakup hal-hal di bawah ini:
  1. Emosi yang dimiliki setiap individu berdampak pada kehidupan agama seseorang.
  2. Pengalaman atau kesan seorang hamba terhadap Tuhannya.
  3. Kepercayaan yang tertanam terhadap kehidupan setelah kematian (kehidupan akhirat).
  4. Seorang hamba menyadari sikap dan akhlaknya dalam kehidupan yang dia jalani.
  5. Dampak adanya ketenangan batin karena penghayatan terhadap ayat-ayat dalam kitab suci.

Cara manusia berpikir, bertingkah laku, berekspresi tidak bisa keluar dari apa yang menjadi keyakinannya. Sesuatu yang menjadi pegangan dan keyakinan, akan mempengaruhi bentukan bangunan perilaku seseorang. Akhlak yang tercermin dari diri seseorang merupakan pengamalan dari ilmu yang dimiliki dirinya

Menurut Zakiah Daradjat psikologi agama membahas tentang kesadaran agama (religious counciousness), yaitu kesadaran diri yang dapat dirasakan oleh pikiran dan hati dalam melaksanakan kaidah dalam beragama. Psikologi agama juga membahas tentang pengalaman agama (religious experience), yaitu ketika pikiran dan hati kita telah sadar dalam melaksanakan kaidah beragama, hati dan perasaan kita juga membenarkan apa yang sudah kita amalkan.

Lapangan kajian psikologi agama adalah proses beragama, perasaan dan kesadaran agama serta segala bentuk pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Objek pembahasan psikologi agama adalah gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan. Manusia berpikir, bersikap, bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinan yang dianutnya, karena keyakinan akan berdampak pada pembentukan kepribadian seseorang.

Psikologi agama tidak mengkaji masalah yang abstrak seperti konsep ke-Tuhanan atau hakikat kebenaran surga dan neraka, kebenaran suatu agama atau kitab suci yang menyertainya. Namun, psikologi agama diharapkan dapat membantu manusia lebih memahami jati diri mereka sesungguhnya dan membantu mereka untuk lebih cinta pada agama yang mereka anut. Membentuk manusia memiliki karakter yang baik.

Psikologi agama membantu menangani berbagai konflik dalam diri seseorang, sehingga mereka lebih taat pada agama yang dianutnya atau bisa jadi malah meninggalkannya, ketika dia merasakan agama yang dianutnya sudah tidak lagi sesuai dengan hati dan pikirannya.

Kesimpulan


Psikologi Agama adalah kajian ilmu yang mempelajari kehidupan beragama seseorang dan pengaruhnya terhadap tingkah laku, pemikiran dan sikap hidup. Sedangkan ruang lingkup dari psikologi agama membahas tentang kesadaran agama (religious counciousness), yaitu kesadaran diri yang dapat dirasakan oleh pikiran dan hati dalam melaksanakan kaidah dalam beragama. 

Psikologi agama juga memiliki ruang lingkup pembahasan tentang pengalaman agama (religious experience), yaitu ketika pikiran dan hati kita telah sadar dalam melaksanakan kaidah beragama, hati dan perasaan kita juga membenarkan apa yang sudah kita amalkan.

Dengan psikologi agama diharapkan setiap manusia mampu memahami hakikat sejati dirinya, untuk apa dia hidup, bagaimana dia menjalani hidup, kemana akhir dari hidupnya. Dengan psikologi agama juga diharapkanyang memahami hakikat bahagia hidup sebagai hamba Allah. akan membentuk setiap insan menjadi hamba Have a barakah life. Salam Literasi


Referensi


Ahyadi, Abdul aziz. Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila. Bandung: Sinar Baru, 1991
Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa agama, Jakarta: Bulan Bintang, 2015.
Daradjat, Zakiah. Peranan Agama dalam Keseshatan Mental. Jakarta: Gunung Agung, 1971.
Guntur Cahaya Kesuma, konsep fitrah manusia perspektif pendidikan Islam, Jurnal Pengembangan Masyarakat.
Jalaluddin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-Prinsip Psikologi, Jakarta, Raja Grafindo Persada. 2012.
Koswara, Teori-teori Kepribadian, Bandung: Eresco, 1991.
Muhammaddin. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama. Jurnal Ilmu Agama UIN Raden Fatah. Vol.15, Nomor 1, Tahun 2013.
Nasution, Harun. Islam di Tinjau dari Beberapa Aspeknya. Jakarta: UI Press, 1979.
Pamungkas, Pakhi. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997.
Munib, Ahmad. Konsep fitrah dan Implikasinya terhadap Pendidikan. Jurnal Progres Volume 5, No. 2 Desember, 2017.
Raharjo, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Semarang: Pustaka rizki putra, 2012.
Ramayulis. Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia, 2004.
Yusuf, Samsu. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.





 

Manfaat Psikologi Agama dalam Dunia Pendidikan

Minggu, 18 Juni 2023

Psikologi agama adalah ilmu yang mempelajari kejiwaan manusia berdasarkan pada ajaran agama yang dianutnya. Sebagai seorang hamba yang fitrahnya masih lurus sepertinya memang sudah selayaknya menghiasi segala atribut permasalahan keduniawian dengan siraman cahaya ukhrawi, agar jiwa ini bisa tenang.


Psikologi agama membimbing manusia untuk mencapai ketenangan dan kebahagiaan hidup, mengerti dan memahami tugas utamanya sebagai seorang hamba. Minat untuk mengetahui lebih lengkap pembahasan tentang pengertian psikologi agama? Teman-teman bisa kunjungi artikel tentang hakikat psikologi agama dan ruang lingkupnya.


Jika kita telah memahami hakikat dari psikologi agama tentu akan timbul pertanyaan untuk apa kita mempelajarinya? Kira-kira, ada manfaatnyakah? Pertanyaan ini biasanya menjadi pemikiran bagi praktisi pendidikan, yang sehari-harinya berinteraksi dengan peserta didik. Mendidik anak bangsa dan membentuk mereka menjadi generasi yang berkarakter unggul adalah tugas yang diemban dan harus diwujudkan. 


Apa manfaat psikologi agama dalam dunia pendidikan? Bagaimana aplikasinya dalam proses belajar mengajar? Yuk baca lanjut penjelasannya! Besar harapan artikel singkat ini setidaknya bisa membantu teman-teman memberikan  sedikit pencerahan. O, iya, sebenarnya kita juga bisa mengaplikasikannya juga, lho,  dalam kehidupan sehari-hari.


manfaat psikologi agama


Manfaat Psikologi Agama pada Dunia Pendidikan


Apa manfaat psikologi agama pada dunia pendidikan? Dengan psikologi agama diharapkan setiap manusia mampu memahami hakikat sejati dirinya, untuk apa dia hidup, bagaimana dia menjalani hidup, kemana akhir dari hidupnya, karena perilaku keagamaan seseorang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. 

Ruang lingkup psikologi yang berkisar pada kajian kesadaran agama dan pengalaman beragama, diharapkan dapat berdampak secara signifikan terhadap dunia pendidikan. Lalu, apa saja manfaat psikologi agama dalam dunia Pendidikan? beberapa manfaatnya diantaranya, yaitu:

Memberikan Pengetahuan Dasar Agama


Psikologi agama diharapkan dapat membantu para siswa memahami nilai-nilai agama yang dianutnya. Menghiasi pemahamannya dengan dasar-dasar agama. Memotivasi dirinya dalam melakukan segala hal karena kecintaannya pada sang pencipta. 

Menjaga Kesusilaan dan akhlak


Psikologi agama diharapkan dapat membentuk akhlak para peserta didik menjadi pemilik akhlakul karimah. Mampu memuliakan dirinya dan para penduduk bumi. Melalui penanaman nilai-nilai kebaikan yang harus diterapkan pada sesama, anak akan paham batasan dan menjunjung tinggi serta menjaga norma-norma agama yang dipelajarinya.

Sarana Mengatasi frustrasi dan Ketakutan


Psikologi agama diharapkan dapat menguatkan kejiwaan para peserta didik melalui bekal pemahaman agama yang baik dan benar. Nilai-nilai agama yang ditanamkan dan dikaitkan dengan setiap mata pelajaran diharapkan dapat mematangkan pengetahuannya tentang asal muasal kehidupan dan hakikat hidup yang sesungguhnya. 

Ketika diberikan bekal pengetahuan agama diharapkan para peserta didik terhindar dari rasa frustrasi dan ketakutan yang tak beralasan, karena mereka paham bahwa sejatinya kehidupan di dunia ini sudah ada yang mengatur, kita sebagai hambaNya tinggal menjalankan dan meminta kepada Sang Maha kaya untuk kebaikan hidup kita.

Menstimulasi kecerdasan kreatif, Sarana Edukatif dan Membangkitkan rasa Ingin Tahu 


Psikologi agama juga diharapkan dapat menstimulasi kecerdasan para peserta didik dan juga menggali kreatifitas berpikir anak. Ketika anak diajak berdialog tentang makhluk Tuhan yang ada di bumi ini, maka rasa ingin tahu anak akan terstimulasi, sehingga mereka akan memenuhi rasa ingin tahunya dengan banyak bertanya dan juga mencari tahu.

Cara mencari tahu bisa dilakukan dengan berbagai hal, misalnya bertanya kepada gurunya atau kepada orang-orang yang paham serta melakukan diskusi untuk memperdalam pengetahuannya dan memuaskan rasa ingin tahunya. Selain itu bisa juga dengan membaca, menonton, uji coba dan lain sebagainya.

Mengatasi Krisis Spiritual


Memperluas pengetahuan anak dan mengaitkannya dengan kaidah agama diharapkan juga dapat menghindari krisis spiritual dalam diri anak. Membiasakan anak untuk mengenal Tuhan dan agamanya dari sejak dini bertujuan membangun jiwa dan pemikiran anak dengan konsep ke-Tuhanan.

Mendekatkan anak kepada agamanya hakikatnya mengenalkan anak pada hakikat dirinya sendiri. Jika anakmengenal diri dan Tuhannya dengan baik diharapkan anak akan terhindar dari permasalahan krisis spiritual atau permasalahan spiritual.

Menanggulangi Materialistik


Mengenalkan konsep ke-Tuhanan dan mengaitkannya dengan segala urusan yang ada di bumi, diharapkan juga dapat membentuk pribadi yang ikhlas dalam diri anak atau seorag hamba. Segala sesuatu perkara yag ada di dunia ini tidak melulu diorientasikan terhadap untung rugi dalam wujud materialistik.

Diharapkan anak jika melakukan sesuatu tidak melulu mengharapkan material atau balasan dalam berupa wujud benda, baik berupa uang maupun wujud benda lainnya. Ada hal yang lebih penting yang bisa dia peroleh dan harapkan dari hanya sekedar material, yaitu pahala, ketentraman hati, kebahagiaan, ketenangan, cinta, kasih sayang dan lain sebagainya.

Menanamkan Cara Berpikir Positif


Psikologi agama mengenalkan nilai dan kaidah kebaikan dalam setiap peristiwa  dari sudut pandang agama. Agama berisi nilai-nilai kebaikan yang aturannya diciptakan oleh Allah sebagai Tuhan dari manusia. Keberadaannya mutlak dan kebenarannya juga mutlak.

Membiasakan anak bertindak sesuai dengan kaidah agama memiliki arti mebiasakan anak untuk berpikir positif. perhatikan ilustrasi percakapan seorang murid dengan gurunya di bawah ini:

"Ibu, aku sudah belajar sangat keras agar aku bisa dapat rangking pertama atau paling tidak kedua, tapi kenapa aku selalu kalah? Rangkingku pasti selalu di bawah Aisyah, aku, kan, pingin dapat hadiah boneka Barbie seperti yang telah ayah ibu janjikan!"

"Masyaallahu, nak, alhamdulillah, lho, kamu dapat ketiga. Rangkingmu itu adalah buah dari hasil kerja kerasmu pastinya. Lebih semangat lagi belajar, ya. Usaha tidak akan pernah menghianati hasil. Siapa tahu, Aisyah dan Aira belajarnya lebih keras, bahkan mungkin sampai malam. Itu tandanya Allahu meminta kita untuk lebih semangat lagi. Lagian untuk menjadi seorang putri sholihah dan membanggakan, tidak harus melulu dapat rangking satu, kan, nak? Yang penting akhlaknya juga harus istimewa dan juara, agar disayang Allah dan semua penduduk bumi, okay?!

Nah, percakapan di atas menunjukkan sebuah motivasi untuk selalu berpikir positif, agar anak tidak mudah frustrasi, putus asa dan menilai segala sesuatu yang berharga hanya dalam wujud material. ada hal yang lebih penting yaitu keagungan akhlak. Kriteria akhlak yang agung secara gamlang dijelaskan dalam agama. 

Aplikasi Psikologi Agama dalam Proses Belajar Mengajar


Aplikasi psikologi agama dalam proses belajar mengajar berkaitan erat dengan teori kepribadian Sigmund Freud, teori yang dapat diaplikasikan dalam bimbingan, yaitu bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan dasar.

Seorang psikolog ternama dunia Mortensen melengkapinya dengan merumuskan tiga prinsip dasar yang harus dipegang oleh para pendidik agar bimbingan yang diberikan kepada para siswanya prosesnya dapat berjalan  dengan efektif. Tiga  prinsip bimbingan konseling yang digagas oleh Mortensen dalam proses belajar mengajar diantaranya yaitu:


Memahami Setiap Kebutuhan Individu Siswa


Konseling dan proses belajar mengajar bisa efektif jika pendidik dapat memahami dan mengerti persoalan, sifat, kebutuhan, minat, dan kemampuan anak didiknya. sejatinya setiap anak adalah unik. Mereka memiliki ciri khas masing-masing yang berbeda satu sama lain. Untuk itu pendidik harus jeli dalam masalah ini.


Usaha Preventif dan Pengembangan Individual


Setiap pendidik diharapkan bisa mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dilakukan oleh para anak didiknya melalui usaha penanaman nilai-nilai baik  Dengan adanya usaha preventif (pencegahan) yang dilakukan diharapkan dapat mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dilakukan oleh anak .

Guru terus memantau pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak dijaga agar tidak turun atau minimalnya bisa tetap bertahan dan stabil. 


Membantu Anak untuk Menyempurnakannya


Dalam proses belajar mengajar, guru diharapkan bisa membimbing dan membantu anak untuk terus berkembang. Pendidik diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan anak.  Terus Membimbing dan mengarahkan anak dengan memperhatikan tingkat kebutuhan dan pengetahuannya.


Penerapan Psikologi Agama pada Pendidikan Anak Usia Dini 


Seorang guru PAUD perlu kiranya membekali dirinya dengan Psikologi agama. Dalam dunia Pendidikan Anak Usia Dini, guru perlu melakukan bimbingan dan evaluasi pada enam aspek tingkat pencapaian perkembangan anak atau dikenal dengan STPPA. Kaitannya dengan aplikasi psikologi agama guru harus mengupayakan untuk mengintegrasikan keenam aspek STPPA ini pada nilai-nilai keagamaan. 

metode psikologi agama



Aspek Moral Spiritual


Dalam aspek moral spiritual guru bisa memberikan pembinaan pada anak dengan cara menguatkan kecintaan anak pada Tuhan sang pencipta ketika guru mengenalkan praktik ibadah, misalnya ketika mengajarkan do'a, salat, berwudhu dan lainnya, sisipkan bahwa ananda harus rajin beribadah agar disayang selalu oleh Allah ta'ala sebagai wujud syukur sudah sangat banya sekali menerima macam-macam nikmat.

Aspek Kognitif 


Dalam aspek kognitif, guru bisa menyisipkan nilai-nilai kebaikan dan ke-Tuhanan ketika mengajarkan berhitung, membaca, praktik sains dan pembelajaran pengetahuan lainnya. Misal ketika sedang belajar membaca, guru bisa menyisipkan konsep syukur kepada anak. 

Bersyukur kalau Allahu sudah memberikan mata, telinga, mulut, sehingga kita bisa melihat, mendengar dan berbicara sehingga sang anak bisa belajar membaca dan jadi bisa banyak tahu.

Aspek Psikomotor


Begitupun dalam mengembangkan aspek psikomotor anak. Ketika mengajarkan meronce, mewarnai, menggunting, bermain lempar bola dan lainnya, psikologi agama bisa disisipkan dalam kegiatan ini, yaitu dengan memberitahu pada anak, bahwa alangkah bersyukurnya Allahu telah memberikan kita tangan, dan indra yang lainnya sehingga kita bisa menghasilkan karya dan bermain-main.

Aspek Bahasa


Psikologi agama bisa banyak dimasukkan dalam aspek ini. Segala komunikasi kita dengan anak bisa dikaitkan dengan nilai-nilai agama. Bersyukur telah dilahirkan ke dunia, bersyukur karena punya ayah dan mamah, sambil terus meningkatkan pengayaan kosakata pada anak dan sekaligus memberitahu arti dan maksud darisetiapkata yang kita ajarkan.

Aspek Sosial Emosional


Psikologi agama pada Aspek sosial emosional bisa diterapkan dengan konsep berbagi, sabar, saling menyayangi, saling menghormati kepada sesama, yaitu kepada teman, kepada binatang, kepada orang yang lebih tua, kepada yang lebih muda dan lain sebagainya.

Anak diberi pengertian tentang konsep berbagi mainan dengan teman sebaya atau mengajarkan agar mau bersedekah pada orang yang kurang mampu. Guru bisa mengembangkan nilai-nilai sosial emosional lainnya yang pastinya banyak sekali yang bisa digali.

Aspek Seni


Penerapan psikologi agama pada aspek perkembangan seni bisa dengan cara menyisipkan nilai-nilai kebaikan lewat lagu dan nyanyian yang diajarkan kepada anak. Ketika anak-anak sedang menggambar pemandangan bisa sambil disisipkan nilai agama, misal ketia anak menggambar pemandangan, guru bisa mengadakan diskusi tantang siapa pencipta matahari, gunung, pohon, sungai dan segala yang ada di bumi. 

Penerapan psikologi agama pada pendidikan anak usia dini di atas bisa dikembangkan secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan karakter anak. Guru bisa menerapkannya sekreatif mungkin. Untuk itu mempelajari psikologi sangat bermanfaat sekali bagi para calon guru dan guru.


Kesimpulan


Mempelajari psikologi agama sangat banyak manfaatnya, baik di ranah khusus yaitu di dunia pendidikan maupun di ranah umum, yaitu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pemberian  stimulasi yang intens di semua aspek perkembangan anak diharapkan akan membentuk generasi Qur'ani yang memiliki karakter unggul, Sehingga kelak kematangan jiwa beragama akan terbentuk.

Pengaplikasian psikologi agama harus diterapkan pada semua aspek perkembangan anak, yaitu pada enam aspek standar tingkat pencapaian perkembangan anak (STPPA). Untuk itu mempelajari psikologi agama sangat penting bagi para guru dan calon guru, karena untuk membentuk anak didik menjadi generasi Qur'ani tentunya harus dimulai dari seorang guru yang berkarakter Qur'ani. Semangat mendidik dan salam pengasuhan.

 

Cara Menangani Anak Autis di Sekolah

Jumat, 09 Juni 2023

Data yang disajikan dalam buku "Tips Menangani Siswa yang Berkebutuhan Khusus" menerangkan bahwa anak dengan gangguan autis terus bertambah dari tahun ke tahun. di negara Kanada dan Jepang prosentase pertumbuhan penderita autis berkembang sebanyak 40% sejak tahun 1980. 


Bahkan sejak tahun 2002 dinyatakan ada sekitar 9 kasus gangguan autis diderita anak perharinya. Begitupula di negara-negara maju lainnya seperti Amerika dan Inggris terjadi pertumbuhan angka yang signifikan pada penderita gangguan autis.


Indonesia sendiri menurut data yang didapat dari Departemen Kesehatan sejak tahun 2004 ada sekitar 7000 penderita autis setiap tahunnya. Data ini terus bertambah setiap tahunnya sebanyak 5%. Bisa dikatakan dari tahun 2004 sampai 2007 anak autis bertambah menjadi 8500 orang, bahkan terus meningkat hingga saat ini.


cara menangani anak autis di sekolah


Untuk itu mencari solusi tentang bagaimana cara menangani anak autis harus dipikirkan lebih terfokus lagi dan merupakan kebutuhan yang mendesak. Ketersediaan lembaga yang menangani gangguan autis pada anak juga perlu perhatian khusus. Artinya Tenaga yang mengerti cara menangani anak autis di sekolah maupun di rumah merupakan hal mendesak yang harus segera direalisasikan ketersediaannya.


Dengan adanya program pendidikan inklusi yang dicanangkan oleh pemerintah perlu kiranya sebagai praktisi pendidikan di jenjang apapun membekali diri dengan pengetahuan spesifikasi anak berkebutuhan khusus dan dalam kasus ini tentu saja perlu memahami juga bagaimana karakteristik dari anak autisme. 


Berhubung saya sebagai seorang praktisi pada Pendidikan Anak USia Dini, dalam artikel ini saya akan coba menyuguhkan artikel ringan tentang bagaimana cara mendidik dan membimbing anak autis pada usia dini di sekolah. Para praktisi PAUD tentu saja sebelumnya perlu kiranya membekali diri dengan pengetahuan tentang apa itu autism spectrum disorder seperti yang telah ditegaskan di atas.


Cara Menangani Anak Autis di Sekolah


Memahami bagaimana strategi pembelajaran yang tepat yang bisa diterapkan untuk anak penderita gangguan autis bagi para praktisi Pendidikan Anak USia Dini sangat diperlukan, mengingat biasanya ada saja setiap tahunnya anak dengan gangguan autisme ikut sekolah di sekolah reguler.


Hal ini memang dicanangkan oleh pemerintah dalam program pendidikan inklusif. Setiap sekolah diwajibkan untuk menerima 1 sampai 2 orang siswa yang memiliki kebutuhan khusus untuk bisa mengikuti kegiatan belajar bersama teman-teman lainnya.


Ada beberapa prinsip yang harus kita terapkan sebelum kita mulai memberikan pembelajaran pada anak autis agar upaya bimbingan dan layanan pendidikan dapat mencapai keberhasilan. Prinsip pembelajaran ini pun sangat baik juga tentunya jika diterapkan pada anak-anak umum lainnya. Namun ketika diterapkan pada siswa autis harus lebih intens, telaten dan berkesinambungan.  Beberapa Prinsip di bawah ini bisa para guru terapkan:


1. Prinsip Pembelajaran Konkret


Prinsip pembelajaran konkret adalah pembelajaran yang menyuguhkan obyek benda secara langsung agar anak mampu memahami hal yang sedang dipelajari karena bisa melihat dan berinteraksi langsung dengan obyeknya. 


Misalnya dalam pembelajaran penjumlahan pada matematika, guru bisa menggunakan alat bantu batu-batuan, batang kayu atau benda lainnya yang tersedia di lingkungan sekitar. Hal ini dapat memudahkan anak untuk lebih memahami konsep penjumlahan bilangan. Anak mendapatkan bantuan dari benda konkret atau nyata di sekitarnya.


2. Prinsip Learning by Doing


Prinsip pembelajaran Learning by doing juga bisa diterapkan pada siswa autis. Misalnya ketika guru hendak mengajarkan dan mengenalkan aneka karakter baik, maka guru bisa langsung mengajak anak untuk mempraktikkannya pada kawan-kawannya langsung.


Menanamkan sikap pemurah, guru bisa mengajarkan untuk saling membantu temannya yang sedang kesusahan. Mengajak anak menengok orang yang sakit, membantu membereskan mainan dan lain sebagainya.


3. Prinsip Kefokusan Tatap Muka


Prinsip kefokusan tatap muka ini mutlak dilakukan ketika memberikan pembelajaran pada anak autis, karena biasanya, anak-anak dengan gangguan autis memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi dan fokus pada suatu hal. Untuk itu diharapkan guru bisa mengusahakan anak menatap langsung wajahnya ketika memberikan instruksi.


Biasanya sulit dan  butuh ketelatenan dalam mengupayakan anak mampu menatap wajah sang guru, namun sebisa mungkin guru bisa mengarahkan anak untuk mampu memandang wajah ketika menerima pembelajaran. Hal ini bertujuan melatih dan membiasakan anak autis untuk fokus dan berkonsentrasi.


mengatasi autisme pada anak


4. Prinsip Kebebasan Terarah, Kedisiplinan dan Pemanfaatan Waktu Luang


Biasanya anak-anak dengan gangguan ASD atau autism spectrum disorder, sulit sekali berkonsentrasi dan fokus untuk melakukan satu kegiatan. Biasanya cenderung sesuka hati. Ketika anak mulai bosan guru bisa membebaskan anak terlebih dahulu untuk melakukan kegiatan yang dia senangi ketika jenuh. Namun tetap mengarahkan pada kebaikan dan kedisiplinan.


Anak autis memiliki kebiasaan cenderung tidak bisa diam dan selalu ada saja kegiatan yang ingin dilakukan. Hal ini membuat dia memiliki jam istirahat yang kurang dan menyebabkan lupa waktu. Guru dalam hal ini harus mampu mengarahkan anak memanfaatkan waktu luang pada kegiatan yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan dan karakter anak.


5. Prinsip Cinta dan Pengarahan Perilaku Positif


Nah, prinsip yangs satu ini juga sangat penting dimiliki oleh para guru yang menangani anak dengan gangguan autis. Meski tentu saja rasa cinta dan kasih sayang harus diterapkan pada semua siswa. Namun bagi anak-anak autis, para guru harus menyisihkan porsi sabar, cinta, telaten, ramah dengan porsi yang lebih.


Anak autis membutuhkan perhatian khusus dan ekstra, karena mereka memiliki hambatan dalam berkonsentrasi yang menyebabkan gangguan pada semua aspek perkembangannya. Kesabaran dan ketelatenan serta perlakuan cinta sepenuh jiwa sangat penting untuk membantu anak autis kelak menjadi pribadi yang mandiri.


Selain itu anak autis juga memiliki ketidakstabilan pada emosinya. Diharapkan guru dapat mengontrol emosi anak dan mengarahkan pada perilaku terpuji. untuk itu guru harsu mampu melakukan identifikasi problem emosi apa yang dialami anak. Guru diharapkan mampu membangun anak menjadi pribadi yang penuh empati pada lingkungannya.


6. Prinsip Minat dan Bakat


Guru juga harus mampu menggali  potensi minat dan bakat anak. Sejatinya setiap anak memiliki minat dan bakat yang berbeda. Begitupula dengan anak autis, mereka juga memiliki minat dan bakat yang berbeda. Perlu kejelian guru dalam hal ini. Untuk itu jangan kenal lelah ketika melakukan observasi pada anak demi menyelami keinginannya dan mengetahui minat bakatnya.


Strategi Pembelajaran untuk Anak Autis dan Penerapannya


Setelah kita mengetahui beberapa prinsip pembelajaran yang harus kita terapkan ketika menangani anak autis, kita juga perlu menentukan strategi pembelajaran yang tepat penerapannya dalam menangani anak dengan gangguan autis. 


Siswa autis yang cenderung tidak bisa berkonsentrasi dan fokus pada pembelajaran membuat kita para guru harus mengambil tindakan yang tepat ketika menghadapi siswa autis. Untuk itu diperlukan juga metode yang pas dalm memberikan pembelajaran pada anak autis. Ada hal-hal yang bisa dilakukan oleh para guru ketika siswa autis tidak bisa diam dan berkonsentrasi sebelum memulai sebuah pembelajaran. Beberapa hal tersebut diantaranya, yaitu:


Memberikan Kesibukan yang Terarah kepada Anak


Dalam hal ini guru harus jeli terhadap kesukaan anak. Anak autis juga layaknya seperti anak-anak normal lainnya. Mereka memiliki kecenderungan terhadap sesuatu. Sebagai guru kita bisa mengarahkan anak untuk melakukan kegiatan yang dia sukai, misal jika anak memiliki kesenangan dalam hal melipat kita bisa memberikan dia kesempatan untuk melakukan kegiatan melipat, sehingga anak bisa duduk tenang karena melakukan kegiatan menyenangkan sekaligus mengajarkan anak keterampilan yang menyenangkan.


Atau kita juga bisa mengarahkan anak autis terhadap hal-hal yang disenangi masuk ke dalam konsep pembelajaran. Misal, seorag anak menyenangi permainan bola, kita bisa memberikan bola untuk dimainkan sambil sedikit-sedikit kita alihkan perhatian kepada pembelajaran yang sedang berlangsung.


Jika sedang belajar mengenal bumi kita bisa alihkan anak pada globe atau bola dunia. Sambil memegang dan memutar globe yang bak bola ini bentuknya, kita bisa juga mengajaknya berkomunikasi aktif mengenalkan negara-negara di seluruh dunia yang ditunjukkan dalam globe tersebut. Anak diminta menyebutkan nama negara yang sedang dia pegang atau menanyakan nama negara yang kita tunjuk, dan lain sebagainya.


Cara ini diharapkan dapat membantu anak autis yang tidak dapat duduk tenang di kelas menjadi fokus dan terpusat perhatiannya pada pembelajaran yang tengah berlangsung. Guru bisa menggunakannya sebagai cara untuk mengatasi anak autis.


bagaimana metode mengajar anak autis


Membiarkan Anak Berekspresi Melalui Menggambar dan Coretan


Baik anak autis ataupun anak normal lainnya, sebagaiannya ada yang menyenangi kegiatan menggambar atau corat-coret, bahkan kegiatan ini bisa dijadikan sarana untuk menaikkan mood belajar anak. 


Menggambar atau mencorat-coret di atas kertas atau media yang disediakan bisa dijadikan sebagai sarana untuk menyampaikan pelajaran. Menggambar dan corat-coret membuat sebuah sketsa diharapkan dapat mengalihkan kegiatan yang mengganggu atau tidak terarah kepada kegiatan yang lebih terarah dan terprogram. 


Bisa dijadikan sebagai salah satu teknik mensiasati gerakan atau keadaan anak autis yang seringkali sulit diatur dan terkadang ingin berbuat semaunya sendiri. Biasanya bila sering dilarang anak dengan gangguan autis seringkali marah dan berontak.


Memberikan Kesempatan untuk Mengeluarkan Energi


Anak autis biasanya memiliki energi yang berlebih bahkan terkesan tidak kenal capek. Dengan mengizinkan mereka berjalan-berjalan di sela pembelajaran sama saja memberikan ruang kepada mereka untuk rehat sejenak.


Sebagian siswa autis memerlukan kegiatan berjalan-jalan untuk memunculkan mood mereka ketika belajar. Menyalurkan energi yang berlebih yang dimiliki anak autis layaknya memberikan angin segar untuk menumbuhkan semangat berkonsentrasi terhadap pembelajaran. Bisa dengan berjalan- jalan di dalam kelas, berlari atau pun di sekitar sekolah atau halaman kelas.


Bisa jadi kita juga memberikan kesempatan yang sama terhadap anak-anak normal lainnya untuk melakukan kegiatan berjaan-jalan di dalam kelas sekitar 10 menit agar anak-anak terbebas dari kejenuhan selama belajar.


Di dalam kegiatan selingan berjalan-jalan pun, guru bisa memasukkan unsur-unsur pembelajaran kepada anak. Pembelajaran yang diberikan bisa disesuaikan dengan pembelajaran yang tengah berlangsung saat itu. Mengajak anak untuk berdiskusi ringan sambil berjalan-jalan.


Membebaskan Anak Memilih Tempat Belajar yang Disukai


Posisi yang nyaman dan tempat yang disukai oleh anak akan membantu anak menyenangi proses pembelajaran yang akan dilalui. Khusus untuk anak autis, sekiranya guru bisa memberikan kebebasan untuk memilih tempat duduk kepada anak.


Kadang kala perlu juga disediakan semacam bangku goyang, atau bantalan warna warni di lantai jika sekiranya memang dibutuhkan karena anak menyenangi hal tersebut. Pemilihan tempat duduk yang disenangi anak diharapkan dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi si anak ketika belajar. Hati anak senang proses pembelajaran pun akan berlangsung menyenangkan.


Nah beberapa cara dalam menangani anak autis di atas semoga bisa membantu para guru atau pun orang tua di rumah dalam menghadapi anak dengan gangguan autism spectrum disorder. Cara menangani anak autis di sekolah ini tentunya bisa disesuaikan dengan keadaan anak atau keadaan sekolah masing-masing.


Cara guru dalam menangani anak autis bisa dilakukan dengan berbagai modifikasi dan penyesuaian. Perlu daya kreativitas tinggi, sabar dan gigih. Eksplorasi bisa dikembangkan melalui media-media yang ditemukan di lingkungan sekitar anak. Dari sebuah mainan yang disukai anak, guru atau orang tua bisa mengoptimalkan pengetahuan anak dengan menanyakan jenis warna, aneka bentuk, dan juga fungsi yang terdapat pada mainan atau benda kesukaan anak. So, semangat terus untuk mendidik. Selamat menerapkan. Salam pengasuhan.




Custom Post Signature

Custom Post  Signature
Educating, Parenting and Life Style Blogger