Film Bumi Manusia Film Terbaik diTahun 2019 Versi Saya

Kamis, 31 Maret 2022

Jika ditanya hal apa yang bisa membuatmu refresh dari kepenatan rutinitas? Jawabanku cukup sederhana. Bisa menyaksikan film yang punya bobot nilai tinggi, sudah sangat bisa bikin  bahagia. Alhamdulillah. 


Nonton film seperti membawa kita menyaksikan sebuah pelajaran hidup yang disuguhkan dengan cara yang menyenangkan. Nah, klo ditanya film Indonesia apa yang terbaik? seyuyur-yuyurnya agak susah juga untuk menjawabnya, karena memang banyak yang bagus, secara cinema production Indonesia saat ini sudah banyak mengalami kemajuan dan banyak memperbaiki kualitasnya. 


Tapi sebenarnya saya punya kesan yang mendalam tentang sebuah film Indonesia yang berjudul Bumi Manusia. Film yang saya saksikan langsung di Cinema XXI di bulan Agustus 2019 ini diperankan oleh Muhammad Iqbal Ramadhan yang berperan sebagai Minke dan Mawar De Jongh sebagai Annelies. Film ini mengangkat cerita yang tak biasa, karena menggambarkan kehidupan masa lalu, yang merupakan sejarah kelam bangsa Indonesia. Kehidupan masa penjajahan yang menceritakan tentang keadilan, cinta, konsep kemanusiaan bahkan juga dunia warta kepenulisan. 


Resensi film bumi manusia



Latar Film Bumi Manusia


Film yang disutradarai Hanung Bramantyo ini berdurasi  tiga jam, memiliki alur yang sangat menarik, pengambilan gambar yang sangat luar biasa indah Hal ini menunjukkan keprofesionalan para krunya dalam bekerja dan mendirect film ini. Bumi manusia adalah sebuah film yang di adaptasi dari novel seri tetralogi buru karya Paramudya Ananta Toer, disajikan setebal 400-an halaman. Keberadaan novel ini sebenarnya sempat jadi polemik di era orde baru, namun bisa naik ke layar perak di era reformasi. 


Menurut saya Hanung telah berhasil mengantarkan film ini untuk bisa dinikmati semua kalangan. Latar yang menceritakan keadaan era kolonial bisa di representasikan secara apik di film ini. Konon Hanung mengeluarkan biaya besar guna membuat ornamen klasik untuk lokasi syuting yang bertempat di museum pribadi miliknya, di daerah Jogjakarta. Sebuah prestasi karya anak bangsa yang patut diacungi jempol.


Cerita Bumi Manusia memang tidak berakhir happy ending, namun cerita ini berhasil mewakili penggambaran masa kolonial yang benar-benar kelam. Manusia memiliki strata bertingkat, dari mulai manusia kelas satu yaitu para kolonial, manusia kelas dua yang disematkan pada kaum pribumi, dan manusia kelas tiga yang dijulukkan pada kaum miskin rendah. 


Perlakuan yang sangat berbeda diperlihatkan dalam film melalui situasi persidangan  tentang kasus kepulangan Annelies ke Belanda. Pribumi dianggap tak memiliki suara. Pernyataan serta kesaksian Nyai Ontosoroh, ibu dari Annelis dalam pembelaan putrinya agar tak dipulangkan ke Belanda sama sekali tak dipandang dan tidak didengar. Seorang ibu yang sama sekali tak memiliki hak atas putri kandungnya sendiri.


pemeran fil bumi manusia

Sumber gambar: courtesy google


Sinopsis Cerita Film Bumi Manusia


Berkisah tentang dua pemuda pemudi yang saling jatuh cinta, namun dihadapkan oleh keadaan yang membuat mereka sulit untuk bersatu. Minke seorang pribumi totok berketurunan ningrat. Kala itu, di kehidupan awal abad 20 sekitar tahun 1900-an, dipandang sebelah mata oleh bangsa kolonial. Minke mencintai serorang gadis keturunan Indo-Belanda yang bernama Annelies, merupakan anak seorang Nyai. Kala itu sebutan Nyai memiliki arti wanita peliharaan yang posisinya dianggap rendah. Sebagai anak dari seorang bupati, keluarga Minke sama sekali tak menyetujui hal ini.


Minke seorang pemuda pribumi yang memiliki nama asli Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerojo, memiliki kesempatan untuk meraup ilmu di bangku sekolah, dikarenakan berpredikat sebagai anak bupati berketurunan ningrat. Kala itu hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mengecap manisnya bangku sekolah untuk menuntut ilmu. Keberuntungan ini dimiliki Minke. Dia  lolos memenuhi persyaratan untuk bisa sekolah di lembaga pendidikan milik kolonial Belanda ini. Sekolah Belanda atau familiar dengan sebutan Hoogere Burger School (HBS) ini memiliki siswa yang sebagian besarnya adalah anak-anak Belanda atau anak hasil perkawinan campuran antara orang Belanda dan Pribumi


Minke yang jenius kala itu bisa mengambil simpati anak-anak Belanda. Perkenalannya dengan Annelies berawal dari pergaulan sekolah yang berbaur dengan anak Belanda. Annelies merupakan adik dari salah satu teman sekolah Minke. Kunjungan Minke ke tempat Robert mellema yang merupakan kakak dari Annelies Mellema merupakan awal pertemuan dua sejoli ini. Sejak pandangan pertama keduanya sudah saling terkesan satu sama lain.


Cinta mereka yang penuh liku karena disebabkan perbedaan kasta berakhir sangat tragis. Cinta yang berakhir unhappy ending ini dipaksa harus berpisah oleh keadaan. Meninggalnya Ayah Annelies yang seorang Belanda menyebabkan Annelies harus terpaksa dipulangkan ke tanah airnya oleh pemerintah Belanda. Keadaan ini menyebabkan dua sejoli ini tak bisa bersatu.


Sang ibu, yaitu Nyai Ontosoroh,  berjuang untuk mempertahankan anak kandungnya agar tetap bersama, sama sekali tak didengar oleh pemerintah Belanda. Bukti, kesaksian dan alasan yang dilontarkannya di persidangan sama sekali tak digubris. Saat itu Minke yang jenius pun berusaha mengumpulkan fakta yang bisa memperkuat keberadaan Annelies agar bisa tetap tinggal di Indonesia pun sama sekali tidak didengar. Sakit, pahit, kecewa,  dirasakan oleh ibu dan kekasih yang akan ditinggalkan ini.  Terluka bahkan merasa terhina. Nyai Ontosoroh kala itu, dengan perasaan berat mau tidak mau harus melepas putrinya. Adakah penderitaan yang lebih berat daripada seorang ibu secara paksa dipisahkan dari anak kesayangannya, tanpa boleh mengunjunginya atau bertemu lagi?


Film ini ditutup dengan kepergian Annelies yang dipaksa harus pulang ke Belanda, walau kala itu dalam keadaan sakit. Duh...duh...air mata saya benar-benar tak bisa dibendung kala itu, bahkan kepikiran berhari-berhari, membayangkan perasaan Nyai Ontosoroh, Minke dan juga Annelies. 


Kesimpulan


Cerita ini bukan hanya sekedar menggambarkan cinta dua sejoli, namun lebih kepada perjuangan membela harkat martabat manusia agar memiliki status yang sama dan  hak yang sama. Film ini memiliki pesan agar kiranya hukum harus memposisikan manusia dalam keadilan,  tidak membeda-bedakan manusia secara bertingkat, atau kasta yang meninggikan satu posisi dan merendahkan posisi lainnya.


Perjuangan yang dilakukan oleh Minke hakikatnya memiliki nilai perjuangan untuk semua kalangan, bukan semata hanya untuk Annelies kekasih hatinya. Minke berusaha mengangkat citra bangsa di mata kolonial, sehingga bisa berdiri sejajar dan memiliki hak atas tanah airnya sendiri.


Film ini memiliki banyak keunggulan dalam konsep . tempat yang dijadikan latar cukup mempresentasikan suasana tempo doeloe. Namun untuk mengerti alur dari film ini dibutuhkan berpikir keras dan fokus, asrti lainnya ga bisa nyantai, harus disertai analisis agar bisa memahami jalan ceritanya. kenapa begini, kenapa begitu, kok begini, kok begitu. Film ini banyak menguras emosi pemain dan juga penontonnya.


Begitulah sekelumit kisah Bumi Manusia yang diangkat dari Novel karya Pramudya Ananta Toer. Novel tetralogi Buru yang ditulis di Pulau Buru ketika penulisnya menjalani masa pengasingan sebagai tahanan poliitik ini memiliki empat seri, jika teman-teman penasaran dengan kelanjutan perjalanan kisah hidup Minke, teman-teman bisa melanjutkan bacaan ke novel selanjutnya yang masih dalam satu seri yaitu Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca.




18 komentar on "Film Bumi Manusia Film Terbaik diTahun 2019 Versi Saya"
  1. Kalau sad ending jadi gimana gitu. Biasanya, butuh film yang menghibur. Tpi, kalau berbicara kenyataan, sejarah memang banyak cerita kelam. Bumi manusia bisa jadi referensi nih.

    BalasHapus
  2. Saya juga suka sama film ini apalagi sebelum nonton saya sudah baca novelnya jadi sedikit lebih mengerti dan paham alur ceritanya. tapi ada sebagian part dinovel yang nggak ada di film itu. Bukannya nama iqbaal itu Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan yaa??

    BalasHapus
  3. Totalitas juga ya Hanung Bramantyo. Tidak mudah sih bikin film bertema sejarah seperti ini karena pasti setting dan segala printilannya harus lebih detail. Setau saya, film ini pakai efek CGI yang mutakhir di tahun-tahun itu. Pantesan budgetnya mahal.

    Saya belum nonton sampai sekarang, sih. Cuma baca beberapa review-nya. Bagus juga si Iqbal berani "keluar dari bayang-bayang Dilan". Mawar de Jongh setau saya cukup bagus juga aktingnya. Kalau tentang ending, realistis juga sih untuk zaman itu.

    Sayangnya, tidak ada yang menang di FFI 2019, ya. Padahal akting Ine Febriyanti (konon) bagus banget, paling menonjol di antara bintang yang lain.

    BalasHapus
  4. Sad ending beneran ya? Tapi kalau ingat nama negara Belanda, selalu ingat mereka yang menjajah Indonesia di masa lalu, mereka yang menghinakan. Ibarat tamu tak diundang yang bikin sengsara tuan rumah. Alhamdulillah sekarang Indonesia sudah merdeka.

    BalasHapus
  5. Bisa dibilang memang film yang sad ending, tapi menggambarkan realita di zaman itu yang bikin mengiris hati.

    Saya juga baru nonton versi filmnya, belum baca bukunya, filmnya emang keren banget sih berasa real banget suasananya dan untuk ukuran film Indonesia lumayan panjang durasinya tapi tetap diminati

    BalasHapus
  6. Baru tau kalo akhir dari film ini sad ending karena aku belum nonton filmnya, hehe.. Emang agak gimana sih ya kalo akhirnya sad ending, tapi tetep menarik buat ditonton nih

    BalasHapus
  7. Masya Allah sangat menginpirasi

    BalasHapus
  8. Saya belum nonton filmnya sih, tapi jaid ingin nonton setelah baca resensi ini

    BalasHapus
  9. Menarik banget nih kak filmnya, aku pasti tak tahan melihat tayangan yang harus sad ending gini. saya baca sinosisnya jadi mikir keras bagaimana perasaan Nyai Ontosoroh, Minke dan juga Annelies


    BalasHapus
  10. Kalau untuk sad ending memang jadi membekas ya mbak, karena biasanya kita suka segala seuatu yang happy

    BalasHapus
  11. sy belum pernah lihat filmnya mbak, film-film Hanung bagus ya

    BalasHapus
  12. Saya belum nonton filmnya nih, di rumah ada bukunya..punya kakak. Tapi belum saya baca juga. Khawatir pembahasannya berat dan sayanya gak kuat. Tapi baca resensi film ini saya jadi ada gambaran dan penasaran juga tentang cerita yang gak sekadar kisah cinta.

    BalasHapus
  13. Sampai skrg masih blm jg nonton filmnya cuma baca bukunya aja heheh kayaknya seru sih filmnya juga ya mba sempat booking hits

    BalasHapus
  14. Aku udah baca novelnya dulu sih, dan emang daging banget. Terus pas tau kalao Minke-nya si Iqbal, wah ngga boleh kelewatan nonton ini mah. Biar sad ending tapi tetep menarique!

    BalasHapus
  15. aku suka dengan film berlatar sejarah berasa ikut hanyut ke masa itu, namun seringkali film adaptasi suka membatsi imajinasi karena tak seluas saat kita membaca bukunya meski demikian salut sama hanung dan tim yang bisa menyuguhkan bumi manusia dalam bentuk visual. nyatanya banyak yang apreciated

    BalasHapus
  16. Film bumi manusia berarti film yang serius ya. jadi klu nonton harus fokus supaya bisa memahami alurnya. jadi pengin nonton.

    BalasHapus
  17. saya belum pernah baca buku atau nonton filmnya, tapi saya selalu cerita katanya filmnya bagus banget ya, totalitas banget semua pemerannya katanya, penasaran jadi pengen lihat setelah direview Mba Nita

    BalasHapus
  18. Masih jadi dafatar tontonana yang belum sempat kutonton nih. Tadinya mau baca bukunya dulu

    BalasHapus

Trimakasih sudah berkunjung ke ruang narasi Inspirasi Nita, semoga artikel yang disuguhkan bisa memberikan manfaat.

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Custom Post Signature

Custom Post  Signature
Educating, Parenting and Life Style Blogger