Religius dan peduli lingkungan. Inilah butir pertama dari 18 butir pendidikan karakter yang harus ditanamkan pada anak sejak dini dalam pencanangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Begitu pula dalam sembilan pilar karakter yang dirumuskan oleh Ratna Megawangi bersama Indonesia Heritage Foundation. Menempatkan Cinta kepada Tuhan dan segenap ciptaan-Nya yaitu termasuk manusia, alam, hewan serta tumbuhan pada pilar pertama yang harus ditanamkan pada anak-anak dari sejak dini.
Teman-teman, sebagai seorang pendidik, saya mencoba merenung, mengapa cinta alam atau peduli lingkungan yang direalisasikan misalnya dengan cara menjaga hutan, diletakkan pada posisi pertama dalam wejangan kaidah pendidikan karakter, baik yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional, maupun oleh Ratna Megawangi bersama tim Indonesia Heritage Foundation.
Ternyata benar juga lho, munculnya kesadaran yang tinggi pada manusia untuk mau bergerak menjaga bumi tempat tinggalnya, itu harus diawali dari rasa cintanya dan kepatuhannya kepada Sang Pencipta. Kesadaran yang tinggi hanya bisa terbentuk jika kita memiliki iman dan keyakinan yang kuat bahwa hidup di dunia itu memiliki tanggung jawab yang harus dipertanggungjawabkan.
Saya jadi tersadar bahwa memposisikan kereligiusan pada posisi pertama memang mutlak adanya, karena sejatinya manusia harus paham, dari mana dia berasal, kemana dia akan kembali, serta untuk apa dia dilahirkan dan dihadirkan ke dunia.
Ini semua tentu saja agar manusia terus berupaya menjaga fitrahnya yang lurus yaitu cenderung untuk berbuat baik, berupaya mencari jalan untuk memelihara bumi termasuk menjaga hutan dan lingkungan sekitarnya. Iya nggak sih?
Karakter peduli lingkungan dan cinta kepada segenap ciptaan-Nya, disandingkan dengan religiusitas serta ketinggian cinta, membutuhkan pemahaman mendalam bahwa wujud cinta tersebut bukan hanya diberikan kepada sang Khaliq saja, tetapi juga kepada segenap ciptaan-Nya.
Fenomena ini membuat saya disadarkan bahwa alam beserta seisinya sangat penting dan merupakan tanggung jawab bersama. Saya jadi paham bahwa kesejahteraan, keamanan, kenyamananan dalam keberlangsungan ekosistem alam serta manusia adalah buah dari kepedulian manusia itu sendiri yang berperan aktif dan positif sebagai khalifah atau pemimpin di bumi.
Kita kan, tahu bahwa kerusakan alam tentunya disebabkan oleh kelalaian dari manusia itu sendiri. Firman tuhan juga kan mengatakan seperti itu. Musibah merebak terjadi di penjuru dunia. Banjir di sana-sini, polusi udara semakin pekat pada kolom langit, bencana tanah longsor, kebakaran hutan, sebagian besar dikarenakan kesalahan para penghuninya. Baik karena sengaja maupun lalai.
Kenapa ya, ini bisa terjadi? Tak lain dikarenakan adanya perusakan alam yang dilakukan oleh manusia secara brutal. Salah satunya adalah pemanfaatan sumberdaya hutan yang tak beretika. Untuk itu, menjaga pelestarian hutan sangat penting, apalagi mengingat hutan Indonesia merupakan paru-paru dunia.
Keadaan ini membuktikan, bahwa hutan Indonesia bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat Indonesia akan tetapi bermanfaat juga untuk masyarakat dunia. Ini artinya kita sebagai bangsa Indonesia memiliki tanggung jawab moril juga terhadap dunia. Hebat, bukan? Tentu saja. Namun jangan sampai anugerah besar ini malah menjadi boomerang bagi kita, jika kita tak pandai mensyukurinya.
Fakta Eksotis dan Manfaat Hutan Hujan Tropis Indonesia
Bangga menjadi bangsa Indonesia? Tentu saja dong, karena banyak sekali fakta unik Indonesia yang manfaatnya berdampak luas bukan hanya bagi kemaslahatan bangsanya sendiri akan tetapi bagi masyarakat dunia. Coba deh ini direnungkan!
Fakta Eksotis Hutan Hujan Tropis Indonesia
Menurut data yang dihimpun oleh Kementerian Kehutanan pada tahun 2012, tercatat bahwa luas hutan hujan tropis Indonesia menduduki peringkat ketiga skala dunia setelah Brazil dan Zaire. Daratan wilayah Indonesia 68% masih berupa hutan, jika diangkakan, hal ini setara dengan 131,3 juta hektar. Bangga nggak sih?
Untuk itu, tepat kiranya jika Indonesia dinobatkan menjadi paru-paru dunia, ditambah posisi Indonesia yang berada di garis khatulistiwa. Letaknya yang di tengah-tengah merupakan posisi strategis sebagai pelindung daerah sekitarnya.
Hutan Indonesia sebagai hutan hujan tropis menjadi surga bagi pohon-pohon besar untuk tumbuh dan berkembang serta jutaan fauna yang berhabitat dan berasosiasi di dalamnya. Pohon-pohon besar ini disinyalir sebagai penghasil oksigen yang fungsinya sangat penting bagi keberlangsungan makhluk hidup. Selain itu juga sebagai penyerap karbon dioksida yang dihasilkan oleh kendaraan, mesin-mesin dan kegiatan industri di seluruh belahan dunia. Merinding enggak?
Teman-teman tahu kan, apa akibatnya jika emisi karbon dioksida sebagai hasil aktivitas industri dan kendaraan di seluruh dunia tidak diserap oleh vegetasi di hutan? Tentu karbon dioksida itu akan semakin menebal di lapisan troposfer yang menyelemuti bumi. Akibatnya, bumi akan semakin panas, karena lapisan itu akan menyebabkan radiasi panas matahari semakin terperangkap di dalam bumi. Inilah yang disebut dengan efek rumah kaca (green house effect). Wah bisa makin keringetan dong.
Bukan hanya itu, hutan juga berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem alam. Hutan yang terpelihara merupakan jalan kemakmuran karena merupakan sarana penghasil pemenuhan kehidupan makhluk hidup, termasuk masyarakat adat (endogenous people) yang banyak tinggal di Indonesia, seperti suku Dayak, suku Asmat, suku Anak Dalam, suku Baduy, dan sebagainya yang telah hidup secara harmonis dengan hutan sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Jika kita sebagai orang luar merusak ekosistem mereka, lalu bagaimana kelangsungan hidup mereka? Kasian kan?
Manfaat Hutan Hujan Tropis Indonesia
Nah, artinya secara ilmiah hutan hujan tropis yang dimiliki Indonesia memiliki banyak nilai istimewa lho, di antaranya adalah:
- Hutan sebagai alat filter alami untuk menghasilkan sumber air yang jernih dan layak pakai. Akar-akar pohon besar akan menjadi filter air hujan, diolah dan akhirnya menghasilkan air bersih.
- Hutan sebagai penyaring polusi di udara (karbondioksida). Nah yang ini tadi telah saya jelaskan.
- Hutan dapat mencegah kerusakan alam dan bencana berupa banjir, tanah longsor dan meminimalisir akibat gempa.
- Hutan dapat menjaga kelembaban suhu udara, oleh karena itu hutan menjadi termostat dunia.
- Hutan sebagai sumber mata pencaharian. Pohon-pohon yang tumbuh di hutan hujan tropis merupakan pohon-pohon yang memiliki kualitas unggul yang sangat baik dijadikan bahan baku pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
- Hutan sebagai tempat berlindung aneka flora dan fauna. Ratusan bahkan ribuan jenis satwa dari mulai mamalia, burung, reptil, dan berbagai vegetasi tumbuh di hutan Indonesia. Indonesia menjadi surga bagi biodiversity dunia.
Nah, sayangnya, keeksotisan dan keindahan hutan tropis Indonesia terancam keberadaannya. Kerusakan yang signifikan sudah nampak. Bencana alam yang terjadi merupakan bukti adanya perlakuan tidak adil pada hutan kita.
Kiranya jika anugerah ini tidak dijaga, dampaknya bukan hanya sekedar tidak bisa menikmati pemandangan yang indah lagi, lebih fatal dari itu, keberlangsungan hidup akan terancam punah. Lalu di mana karakter bangsa kita yang katanya merupakan penduduk agraris dan penakluk samudera?
Hentikan Deforestasi demi Pelestarian Hutan Indonesia
Kurangnya tanggung jawab serta kepekaan kita dalam menjaga pelestarian hutan, menjadikan kelangsungan hidup hutan terancam. Meski hakikatnya, pohon-pohon itu tidaklah merugi, karena mereka bisa bertahan tanpa manusia, sedangkan manusia tidak bisa bertahan tanpa adanya pohon-pohon dan fauna.
Kita menjaga karena untuk terjaga. Menjaga pelestarian hutan hakikatnya semata-mata untuk menguntungkan kita serta menjaga kelangsungan hidup manusia.
Fakta tentang hutan tropis Indonesia yang kini dalam kondisi mengenaskan perlu perhatian serta penanganan khusus agar tidak terus memburuk keadaannya. Tingkat deforestasi hutan di Indonesia sangat tinggi, dari data Kementerian Kehutanan Indonesia dan UNREDD 2009, angkanya ada di kisaran 1,17 juta hektar per tahun. Aduuuh, kok ngeri ya? Coba deh, amati dan renungi gambar deforestasi ini. Bagaimana jadinya bumi?
Deforestasi hutan rata-rata disebabkan karena adanya unsur kelalaian dan juga kesengajaan. Laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menyebabkan kebutuhan hidup pun terus meningkat. Hutan pun dijadikan sumber pemenuhan kebutuhan. Membuka lahan pertanian dan perkebunan bahkan perumahan dilakukan dengan cara membakar pohon-pohon besar. Kegiatan ekonomi yang bersumber dari hutan terkadang dilakukan tak beretika. Hutan diperlakukan secara tidak adil dan beradab.
Deforestasi dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai kegiatan penebangan kayu komersial dalam skala besar. Ini artinya penebangan pohon dilakukan secara besar-besaran oleh manusia setiap tahunnya di area jutaan hektar. Miris kan?!
Dalam pandangan ilmu kehutanan, deforestasi hutan bukan hanya sekedar proses penebangan hutan yang efeknya hanya tampak gersang dari luar, namun hakikatnya deforestasi hutan menyebabkan hilangnya daerah tutupan lahan beserta unsur-unsurnya yang berdampak pada musnahnya struktur pelindung lahan dan fungsi dari hutan itu sendiri.
Terminologi deforestasi menunjukkan warning bagi manusia untuk tidak berleha-leha dan mengedepankan keegoisan. Mengeruk kekayaan alam tanpa berusaha melakukan perbaikan. Bagaimana nasib anak cucu kita kelak. Kita yang berbuat mereka yang akan menanggung akibatnya. Inilah peta yang menunjukkan posisi hutan kita yang tersisa, di mana pulau Sumatera dan Kalimantan tak lagi hijau.
Kini, dampak buruk deforestasi sudah makin terasa. Data di tahun 2010 yang disuguhkan oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim menunjukkan 85% dampak emisi gas rumah kaca di Indonesia disebabkan karena penggunaan lahan. Persentase kerusakan alam dikarenakan deforestasi mencapai 27% dan karena kebakaran lahan gambut mencapai angka 37%. Kalian pasti miris, kan, melihat peta satelit di bawah ini, di mana hutan Kalimantan sudah tinggal seperempatnya.
Tingginya tingkat deforestasi hutan tropis Indonesia akan berpotensi menyebabkan bencana hidrometeorologi. Ekosistem hutan menjadi tidak seimbang, dan akan menyebabkan kepunahan flora dan fauna serta merusak sistem sumberdaya air.
Suhu Panas dan Kekeringan Salah satu Penyebab Kebakaran Hutan
Katanya, peningkatan karbondioksida pada seratus tahun ini menjadi penyebab meningkatnya suhu permukaan bumi di angka 0,3-0,6 derajat celcius. Semakin panas suhu bumi disinyalir menjadi pemicu perubahan iklim yang ekstrim.
Belum lagi adanya fenomena pemanasan permukaan air laut di Samudera Pasifik yang menyebabkan El-Nino Southern Oscilation (ENSO) dan kebalikannya yaitu La Nina. Dua fenomena ini menambah perubahan iklim global semakin tidak menentu, kadang hujan berkepanjangan atau malah sebaliknya musim kemarau yang semakin lama waktunya. Hal ini pula lah yang bisa menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Nah ada cerita lain lagi, nih. Berbeda dengan kebakaran hutan di benua Australia, Eropa atau Amerika, kebakaran hutan di negara-negara tropis seperti Indonesia diperparah oleh keberadaan lahan gambut. Lahan gambut ditelaah memberikan potensi besar pada peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia, tidak hanya pada dekade terakhir, tetapi sejak fenomena kebakaran hutan terjadi di Indonesia. Kenapa sih, ini bisa terjadi?
Lahan Gambut Kaya Akan Karbon
Hal itu karena lahan gambut adalah lapisan sangat tebal di bawah permukaan hutan dan super kaya akan karbon, sebagai hasil dekomposisi serasah daun, batang dan pohon yang lapuk selama jutaan tahun. Keberadaan lahan ini sebenarnya merupakan indikasi adanya sumber daya batubara yang besar di bawahnya, karena lahan gambut ini merupakan tahap awal dari proses terbentuknya batubara.
Karena menyimpan lapisan tebal karbon, maka tidak heran lahan gambut merupakan sumber energi yang sangat masif. Jika saja hutan di atasnya ditebang, apalagi penebangan atau land clearing itu dilakukan dengan cara yang murah namun efektif yaitu dengan pembakaran, maka sedikit saja ada api yang meng-ignite lapisan gambut ini, maka apinya akan lebih permanen dan susah dipadamkan.
Suhu Bumi yang Memanas Membuat Lahan Gambut Kekeringan
Sebenarnya, secara alami lahan gambut merupakan lahan basah (wetland) yang tidak mudah terbakar, karena lahan gambut biasanya berada di bawah rawa-rawa. Tetapi jika kondisi alam mengalami kekeringan, lahan gambut pun menjadi kering sehingga akan sangat rentan terbakar. Lahan gambut yang kering tidak dapat kembali lagi ke bentuk awalnya yang berupa lahan basah, sehingga tingkat kerentanan terbakarnya menjadi semakin tinggi.
Ibarat api yang membakar sekam. Apinya sulit menjadi besar karena sekam itu basah, tetapi juga apinya tidak mau mati. Alhasil, yang tercipta adalah gumpalan kabut asap akibat terbakarnya lapisan gambut. Bahkan api itu bisa menembus sampai puluhan meter di dalam tanah lho.
Memang bukan api yang berpijar, tapi bara api seperti pada sekam tadi. Kalau api sudah mencapi lapisan gambut, operasi pemadaman hutan dengan metode water bombing sekalipun tidak akan mempan memadamkan api, karena sumber apinya berada di dalam tanah.
Celakanya, kabut asap itu bisa terbang menutupi beberapa desa, kota, pulau, bahkan bisa mencapai negara tetangga terdekat. Aduuuh. Tidak hanya sehari atau seminggu, bahkan bisa berbulan-bulan seperti terjadi pada medio 2017 - 2019, di seputaran Sumatera dan Kalimantan.
Kalau sudah begini, kan, aktivitas kita jadi terhenti. Sekolah diliburkan, anak-anak terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas), bahkan tensi diplomasi dengan negara tetangga menjadi naik karena ada isu negara tetangga mau menggugat Indonesia.
Meski masih terjadi perdebatan tentang apa sebenarnya yang menjadi faktor dominan penyebab kebakaran hutan, apakah karena kelalaian dan kesengajaan sebagai dampak dari kegiatan manusia atau merupakan faktor alam saja, seperti
El-Nino,
La-Nina dan
global warming, namun penelitian yang dilakukan menemukan bahwa faktor manusia merupakan pemicu utama, sedangkan alam memberikan reaksi atas perilaku yang ditimbulkan oleh ulah manusia yang kurang bertanggung jawab dalam memperlakukan hutan. Ini
nih, beberapa penyebab kebakaran hutan di antaranya yaitu:
- Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah.
- Pembukaan hutan oleh para pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan) untuk insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.
- Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.
Sistem pertanian tradisional dengan cara membakar hutan merupakan cara praktis dan memiliki biaya murah. Konon ada jalan curang yang dilakukan masyarakat setempat yang menjadikan kegiatan berkebun sebagai sarana kamuflase belaka, karena hakikatnya ada usaha besar penebangan hutan besar-besaran di balik itu semua, baik di daerah HPH atau di luarnya.
Mari Kita Pikirkan Cara Menjaga Hutan Kita
Jika sudah begini, bagaimana cara menyelamatkan hutan dari kerusakan? Kembali pada rasa tanggung jawab kita sebagai hamba yang diberi tugas menjaga bumi dan sebagai bangsa Indonesia yang nenek moyangnya terkenal berkarakter, sudah sepatutnya kita segera melakukan upaya kuat, baik dilakukan oleh individu maupun bersama-sama mengerahkan segala aspek yang ada kaitannya dengan kelestarian hutan, jika kita masih ingin menghirup udara segar.
Ada dua elemen penting yang sangat berperan dalam mengontrol keaman alam. Elemen pertama adalah pemerintah beserta jajarannya. Elemen kedua adalah masyarakat sebagai faktor pelaku dan juga pendukung.
Peran Pemerintah
Pemerintah yang berakhlak dan bertanggung jawab adalah yang perduli pada nasib rakyatnya, untuk itu peran aktif pemerintah sangat dibutuhkan dalam hal ini. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam upaya menjaga kelestarian hutan dan alam Indonesia, di antaranya yaitu:
1. Membatasi Perizinan
Yang pertama tentunya harus dimulai dari negara dan korporasi besar dong, karena kegiatan ekonomi yang berskala besarlah yang menyumbang konversi lahan hutan secara masif. Harus ada keinginan kuat dari negara untuk menghentikan pemberian izin baru, baik berupa HPH atau izin konsesi lain yang memanfaatkan lahan hutan. Izin yang sudah keluar pun kalau perlu ditelaah kembali, bahkan dicabut bagi yang tidak mematuhi protokol pelestarian hutan. Ayo kembalikan luas hutan kita.
2. Memantau Secara Ketat
Kedua, negara harus memantau secara ketat kegiatan ekonomi yang memanfaatkan lahan hutan, baik selama maupun setelah kegiatan ekonomi selesai dilakukan, karena tentu saja kita tidak ingin ada perusahaan yang pergi begitu saja pada lahan konsesi, ketika kegiatan ekonomi telah berakhir.
Mereka harus terus dipantau untuk melakukan kegiatan rehabilitasi pada lahan konsesi tersebut sampai kembali kepada keadaan alami seperti sebelum kegiatan ekonomi dilakukan atau kondisi lain yang dipersyaratkan dalam dokumen Amdal (Analisis mengenai Dampak Lingkungan).
Memang sih, kita menyadari bahwa pemberian izin untuk melakukan kegiatan ekonomi di dalam kawasan hutan dapat memberikan pendapatan bagi negara serta lapangan kerja bagi masyarakat, tetapi, kita kan harus berusaha jangan sampai kegiatan ekonomi itu menimbulkan kerugian yang lebih besar.
Sementara kita kan tahu, bahwa banyak sekali kekayaan hutan yang tidak dapat dinilai dengan uang, seperti hutan sebagai paru-paru dunia dan pabrik oksigen, hutan sebagai tempat hidup bagi jutaan jenis flora dan fauna, hutan sebagai tempat tinggal bagi beberapa masyarakat adat, serta hutan sebagai pemilik nilai intrinsik, eksotik dan estetik lainnya. Jika dirupiahkan, mungkin nilai valuasi ekonominya jauh lebih besar dari sekedar keuntungan jangka pendek yang kita hasilkan.
Pemerintah dan masyarakat harus memantau pelaksanaan kegiatan REDD+ (Reducing Emissions Deforestation and Forest Degradation). Jangan sampai, program yang telah apik dikemas oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa ini tidak oke di tataran implementatif.
Bisa jadi, tadinya negara-negara industri maju yang siap berkomitmen untuk mengalokasikan dananya sebagai perwujudan konsep Willingnes To Pay (WTP) mereka kepada Indonesia yang menjaga hutan, menjadi terkendala akibat hutan Indonesia tidak bertambah baik, 'ekspor' kabut asap masih terjadi, atau bahkan dikorupsi. Aduuuh, gimana tuh!
Peran Masyarakat
Nah, setelah urusan negara selesai, kini giliran kita sebagai warga bangsa. Apa peran yang dapat kita lakukan? Sebagai manusia yang berkarakter dan bertanggung jawab, tentu kita juga sangat ingin berkontribusi dalam upaya pelestarian hutan. Untuk itu mari kita #BersamaBergerakBerdaya #UntukmuBumiku. Apa saja yang bisa kita lakukan?
1. Mencari Alternatif Sumber Mata Pencaharian Lain
Nah pertama, bagi teman-teman yang tinggal berdekatan langsung dengan hutan atau bahkan tinggal di dalam hutan, yuk kita stop mencari mata pencaharian dari hutan yang dapat menyebabkan terjadinya degradasi hutan. Tentu kita masih boleh, dong, memanfaatkan sumber daya hutan, tapi sebaiknya tetap menjaga dan mempertahankan kealamian hutan itu sendiri. Kalau rusak, kan, kita sendiri yang rugi.
Peran pemerintah juga dibutuhkan dalam hal ini, dengan cara memberdayakan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan untuk memiliki profesi lain yang lebih produktif. Contohnya, membekali mereka dengan berbagai keahlian dan keterampilan yang dapat mengalihkan mereka dari mata pencaharian tradisional yang sangat tergantung dengan hutan dan bersifat dekstruktif.
Banyak lho, teknologi sederhana berskala rumah tangga yang dapat dikenalkan kepada masyarakat yang masih memanfaatkan wilayah hutan tetapi tidak merusak hutan. Bahkan dengan teknologi ini, justru penghasilan mereka bisa jauh lebih tinggi, seperti budidaya lebah madu, dan kegiatan agroforestry lainnya yang memanfaatkan teknologi tepat guna.
2. Melakukan Reboisasi
Adapun bagi teman-teman yang tinggal agak jauh dari hutan, maka tentu dapat melakukan kegiatan yang kedua, yaitu reboisasi dan pertanian lingkup kecil di sekitar pekarangan rumahnya. Jangan berpikir bahwa upaya kecil kita menanam satu dan dua pohon itu nggak ada artinya lho, karena sesuatu yang kecil jika dilakukan secara bersama-sama tentu akan memiliki arti yang besar.
Apalagi kita melihat masih banyak sekali lahan-lahan kosong di desa-desa di Indonesia atau yang sering kita kenal dengan istilah lahan nganggur atau lahan tidur. Maka, ayo kita bersama-sama mengkampanyekan gerakan “hijaukan lahan kosong” dan "hidupkan lahan tidur".
Bukankah kita juga ingin memiliki pekarangan yang hijau ditumbuhi tanaman penghasil oksigen, sebagaimana konsep urban biodiversity yang diterapkan di kota-kota besar di negara-negara maju lainnya?.
Jika kita serempak memberdayakan lahan kosong di desa-desa dengan vegetasi hijau, maka ini bisa menjadi penopang hutan dan paru-paru sekunder bagi dunia. Ini bisa menjadi salah satu bentuk tanggung jawab dan partisipasi kita untuk alam dan hutan Indonesia.
Tidak perlu berdarah-darah dalam menegakkan kemerdekaan bangsa di masa kini, dengan ikut menjaga kelestarian alam pun sudah merupakan perjuangan dalam membela negara, hehe. Setuju kan? Untuk itu, yuk #BersamaBergerakBerdaya menjaga hutan!
3. Memviralkan Gerakan Satu Orang Satu Pohon
Bagi teman-teman dan masyarakat yang hidup jauh dari hutan, seperti yang tinggal di kota-kota besar, maka teman-teman pun masih bisa menolong hutan. Salah satunya dengan memviralkan
“gerakan satu orang satu pohon” atau “orang tua asuh bagi pohon” atau gerakan serupa lainnya.
Gerakan satu orang satu pohon ini bisa dilakukan pada setiap penerimaan mahasiswa baru, pegawai baru, PNS baru, atau dengan memanfaatkan momen-momen hari besar seperti Hari Bumi, Hari Pahlawan, Hari Nusantara, begitu pula hari Kemerdekaan Indonesia yang sebentar lagi akan kita rayakan.
4. Membuka Kotak Receh Peduli Hutan
Pengumpulan receh sebagai bentuk kepedulian terhadap hutan juga bisa kita canangkan sebagai solusi keempat, agar masyarakat memiliki empati untuk ikut menjaga kelestarian hutan.
Saya tidak menyebutnya sebagai pengumpulan dana, tapi pengumpulan receh, karena istilah “dana” terkesan terlalu formal ya, dan secara nominal jumlahnya sepertinya harus besar
gitu. Padahal Masyarakat dapat saja menghijaukan hutan hanya dengan receh mereka. Bagamana caranya?
Gini, nih:
Menyediakan Slip Setoran Bervariatif di Bank Konvesional
Di negara-negara maju seperti Jepang, jika kita nabung di bank, maka pada rak tempat slip setoran, selain terdapat slip setoran yang biasanya berwarna putih, ada juga slip-slip setoran lain yang bersifat charity, seperti untuk kegiatan sosial, pendidikan, disabilitas, orphan (yatim piatu) bahkan pelestarian hutan.
Uniknya, slip setoran itu bukan berwarna putih, tapi di-customized agar menarik sesuai dengan jenis charity-nya. Jika tentang kaum disabilitas misalnya, maka slip setorannya bergambar foto penyandang cacat, jika tentang pelestarian hutan maka slip setorannya berlatar hijau dan bergambar hutan.
Based on pengalaman tinggal di Jepang, saya menyaksikan ketertarikan orang-orang ketika hendak menabung disuguhkan dengan berbagai slip setoran yang diberi keterangan aneka charity, mampu menggugah rasa empati dan jiwa philanthropy mereka untuk mau menyisihkan 1-2 Yen dari puluhan atau ratusan Yen yang dia tabung hari itu.
Upaya seperti ini belum pernah kelihatan kan di negara kita? Kita bisa dong, mencoba hal ini jika kita mau. Yang penting dicoba dulu, sekalian melatih dan menumbuhkan karakter peduli lingkungan dan sesama.
Menyisipkan Fitur Peduli Hutan pada Aplikasi Digital
Nah, pada era digital, tentu kegiatan kustomisasi slip setoran charity di bank konvensional ini, juga bisa divariasikan dalam bentuk digital. Kegiatan ini bisa dikerjasamakan dengan platform-platform e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, Blibli, Bukalapak, dan sebagainya agar menyediakan fasilitas charity ini untuk dapat menarik customer sebelum melakukan payment pada setiap transaksi. Tidak perlu besar-besar kok, cukup Rp 500, Rp 1000 atau pecahan denominasi kecil lainnya.
Memanfaatkan Sisa Kembalian
Oya, memanfaatkan sisa kembalian juga bisa, lho, dijadikan jalan mengumpulkan receh, misalnya kegiatan “sisa kembalian” di convenience store seperti Alfamart, Indomaret, 7-Eleven, FamilyMart, Cicrle K dan sebagainya, rasa-rasanya masih jarang dilakukan untuk kegiatan pelestarian alam.
Selama ini, jika petugas kasir bertanya “Bu, kembaliannya mau didonasikan?” lalu kita balik bertanya “Untuk kegiatan apa?” sejauh ini mereka hanya bilang untuk sarana pendidikan, bencana alam, disabilitas, air bersih dan anak yatim. Rasanya, mereka belum pernah menyediakan opsi untuk kegiatan pelestarian alam, penanaman pohon, pelestarian hewan yang terancam punah, dan sebagainya.
Bahkan jika mau, kita bisa bikin lebih hebat lagi. Convenience store tidak hanya mengelola uang “sisa kembalian” tadi, tetapi juga mengembangkan program-program khusus yang diperuntukkan bagi lingkungan.
Sehingga ke depan, kita akan mendengar petugas kasir bertanya “Bu, kembaliannya mau didonasikan?” dan ketika si customer menjawab “Silakan”, maka si petugas kasir bisa langsung melanjutkan “Atau mau sekalian donasi untuk kegiatan pelestarian alam Bu? Bisa seribu, dua ribu, lima ribu rupiah, atau jumlah yang Ibu mau.” Nah kalau sudah seperti itu, baru kereeen…
Akhirnya, ini baru sebagian kecil, lho, dari ide kegiatan yang bisa kita lakukan untuk pelestarian alam, hutan dan lingkungan. Kalau tidak ingat tulisannya akan terlalu panjang, sebenarnya masih banyak kegiatan lain seperti kegiatan 4R (reduce, reuse, recycle, replace) dan kegiatan-kegiatan lain yang mencegah terjadinya emisi gas rumah kaca makin tinggi.
Kalau bisa, sebaiknya kita berkendara seperlunya, menggiatkan olahraga, mengurangi penggunaan AC di rumah, dan sebagainya. Dan yang paling penting bagi saya sebagai seorang pendidik, tentu terus mengembangkan kegiatan-kegiatan cinta lingkungan kepada anak-anak usia dini sesering dan seawal mungkin, agar terbentuk karakter cinta lingkungan.
Teman, ada kabar gembira yang disampaikan oleh Plt. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan hidup, bahwasannya melalui pemantauan dan usaha yang telah dilakukan bersama, deforestasi hutan Indonesia mengalami penurunan di tahun 2021-2022 sebanyak 8,4% dibandingkan periode tahun 2020-2021, dari 113,5 ribu hektar, menjadi 104 ribu hektar.
(www.menlhk.go.id)
Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang kita lakukan tidak sia-sia dong. Untuk itu, ayo terus semangat lestarikan hutan kita Indonesia tercinta. Indonesia bagi bangsanya layaknya rumah mahkota bagi sang siput. Dia akan terus melekat pada tubuhnya, hingga ia akan terus merasa aman terlindungi, selama hayat masih dikandung badan.
Kesimpulan
Indonesia akan tetap menjadi rumah terindah kita, tempat tinggal ternyaman dan teraman. Untuk itu mari kita jaga Indonesia kita agar tetap menjadi paru-paru yang sehat bagi dunia. Agar kita bisa terus bernafas dengan nyaman dan lapang dan bisa mewariskan hal indah untuk anak cucu kita.
Apalagi menjelang Indonesia Emas 2045, di mana usia negara ini memasuki seabad, maka ayo kita isi kemerdekaan bangsa ini sesuai dengan apa yang diharapkan oleh para pendiri bangsa. Minimalisir deforestasi, agar hutan bisa aman dari tragedi kebakaran serta yag lainnya. Lakukan kegiatan pemanfaatan hutan secara bijak, dan ciptakan lapangan pekerjaan yang aman serta ramah lingkungan. Agar bumi kita tetap hijau. Keep the earth green!!!
Teman-teman ingin tetap hidup aman dan nyaman, kan? Mari terus berjuang melestarikan alam kita. Dari kita, oleh kita, untuk kita. Sudah saatnya kita merdeka dari ancaman rasa takut karena bencana alam, seperti kebakaran hutan, banjir dan lainnya, dikarenakan kelalaian kita dalam menjaga hutan. "Yuk #BersamaBergerakBerdaya menjaga hutan!"
YOLO, You only live once! Mari isi hidup kita untuk hal-hal positif dan berdampak bagi kepentingan bersama. Sudah saatnya kita memerdekakan diri kita dari rasa takut terhadap bencana yang dikarenakan ulah dari kita dan kelalaian kita. Merdeka!!
Referensi
Buku: Pendidikan Karakter Solusi tepat Membangun Bangsa karya Ibu RAtna Megawangi, Terbitan Indonesia Heritage Foundation.
Jurnal Ilmiah: Ditulis oleh Pramesthi Cahyani Hedhi Ningsih, terbit dalam Insignia Journal of International Relations
Vol. 6, No.2, November 2019, 83-93
P-ISSN: 2089-1962; E-ISSN: 2597-9868, dengan judul "Diplomasi Lingkungan Hidup Indonesia-Norwegia Melalui
REDD+ Agreement".
Jurnal Ilmiah: Ditulis oleh Nazwa Ahada Anis Fuadah Zuhri, terbit dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran El-Banar, ISSN: 2654-7198
Volume 03, Nomor 01, April 2020 e-ISSN: 2654-5349
35, dengan judul "Menjaga Kelestarian Hutan dan Sikap Cinta Lingkungan bagi Peserta Didik.
Jurnal Ilmiah: Ditulis oleh Ahsanul Buduri Agustiar, terbit dalam Jurnal PROFETIKA Jurnal Studi Islam, Vol. 20, No. 2, Desember 2019: 124-132
1, dengan judul Kebakaran Hutan dan Lahan Perspektif Lingkungan.
Jurnal Ilmiah: Ditulis oleh Abdul Hadi Putra DKK, terbit dalam Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 10, No. 2 Tahun 2019 Hal. 191-200, dengan judul "Deforestasi dan Pengaruhnya terhadap Bahaya Kebakaran Hutan di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat".
Jurnal Ilmiah: Ditulis oleh Fachmi Rasyid, terbit dalam Jurnal Lingkar Widyaiswara, Edisi 1 No. 4, Oktober – Desember 2014, p.47-59, dengan judul "Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan".
Sumber Referensi Webnet:
https://www.its.ac.id/news/2020/11/21/menilai-kelayakan-hutan-indonesia-sebagai-paru-paru-dunia/
https://www.menlhk.go.id/site/single_post/5424/laju-deforestasi-indonesia-tahun-2021-2022-turun-8-4
https://fwi.or.id/angka-deforestasi-sebagai-alarm-memburuknya-hutan-indo/
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5986771/8-manfaat-hutan-hujan-tropis-penyedia-oksigen-hingga-tempat-berlindung
https://blog.reservasi.com/kondisi-hutan-kalimantan-sebelum-dan-sesudah-terbakar/
https://bintangmudaindonesia.id/deforestasi-dan-degradasi-hutan-kaltim-pantaskah-ibu-kota-negara-pindah/