Tampilkan postingan dengan label Wawasan Keilmuwan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wawasan Keilmuwan. Tampilkan semua postingan

Bagaimana Mengembangkan Kemampuan Menyimak pada Anak?

Kamis, 10 Oktober 2024
Hai Generasi Super


Saya ingin bertanya, nih, kira-kira keterampilan menyimak itu perlu tidak ya dimiliki oleh seseorang? Jika iya kenapa jika tidak perlu apa alasannya?

Nah, perlu kita ketahui nih gensu, antara berbicara dan menyimak itu layaknya dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Coba bayangkan, jika kita sedang berbicara tetapi tidak ada yang mendengarkan kita, percuma, kan? Artinya tidak ada komunikasi yang terjalin.

menyimak

 

Untuk itu pengetahuan tentang keterampilan menyimak tentu saja tidak kalah penting dengan keterampilan berbicara. Untuk itu pada artikel kali ini saya akan berdiskusi tentang hakikat dari keterampilan menyimak.

Apa Arti Menyimak?


Gensu sepertinya sudah mengetahui nih kalau kemampuan menyimak itu adalah skill yang sudah dimiliki dari sejak lahir ketika kita masih bayi. Selama sistem pendengaran dalam keadaan normal semua dari kita sudah memeiliki kemampuan ini.

Uniknya selain dari kegiatan membaca, menulis atau berbicara kegiatan mendengar justru adalah hal yang paling sering kita lakukan. Pendapat inni juga dikuatkan oleh seorang pakar bahasa anak bahwasannya kemampuan mendengarkan datang dengan sendirinya, tidak perlu les atau kursus khusus dan merupakan bawaan dari lahir! (Nurbaya, 2011: 5)

Dalam konteks menyimak Bapak Tarigan (1986: 28) menjelaskan bahwa menyimak bukan hanya sekedar mendengarkan saja, melainkan merupakan proses yang lebih dalam dari itu. Menyimak adalah mendengarkan sesuatu dengan serius agar paham maksudnya sehingga bisa menghayati dan memahami apa yang disampaikan oleh orang lain lewat pembicaraan. Jadi menyimak ini bukan hanya sekedar mendengarkan yang hanya lewat telinga kanan lalu langsung keluar dari telinga kiri.

Jadi, bagaimana nih sebenarnya urutan proses berbahasa kita dari sejak kecil? Nah, menurut Iskandarwassid (2008: 227), menyimak merupakan skill pertama yang kita miliki dari sejak bayi. Urutan kemampuan berbahasa manusia dimulai dari menyimak – berbicara – membaca – lalu menulis.

Tapi harus dibedakan, nih? Mendengar dengan menyimak itu beda ya! Kalau mendengar hanya sekedar menangkap suara saja, baik itu berupa bahasa ataupun yang lainnya baik sengaja atau tidak sengaja. Sedangkan menyimak masuk pada tingkatan yang lebih tinggi. Artinya dalam proses menyimak kita mendengarkan dengan sengaja, sadar, serius, dan fokus dengan apa yang kita dengar.

Tujuan Menyimak

Lalu, untuk apa orang menyimak? Menurut Iskandarwassid (2008: 283), ada beberapa alasan yang melatarbelakanginya, diantaranya yaitu:


1. Ingin memperoleh wawasan dan ilmu baru. Sama halnya ketika kita mendengarkan ilmu dari bapak atau ibu dosen ketika mengajar.

2. Ingin menikmati sesuatu. Bisa dengan mendengarkan musik, puisi, suara alam dan yang lainnya.

3. Ingin membuat penilaian terhadap sesuatu. Seperti halnya mendengarkan pidato dan kita membuat penilaian tentang pidato tersebut bagus atau tidaknya.

4. Ditujukan untuk menghargai karya orang, contohnya dengan mendengarkan cerita atau lagu.

5. Berusaha untuk mendapatkan ide baru. Bisa diperuntukkan sebagai bahan pembelajaran atau bahan percakapan dengan teman atau rekan kerja.

6. Untuk mendapatkan detai perbedaan bunyi dari beberapa benda.

7. Sebagai sarana untuk memecahkan masalah. Pembicaraan orang lain bisa menjadi inspirasi untuk menyelesaikan masalah yang kita hadapi.

8. Untuk meyakinkan diri. Dari hasil penjelasan seseorang, hal yang belum kita pahami biasanya akan terselesaikan dan mendapatkan penjelasan.

Ibu Sutari (1998:21) juga menambahkan lagi nih untuk tujuan menyimak lebih detail. Apa sajakah? Yuk kita telusuri!

1. Bermaksud mencari fakta dan data. Seperti proses menyimak yang kita lakukan ketika mendengarkan radio, melihat berita di televisi atau momen pertemuan lainnya yang bersifat mencari info.

2. Bermanfaat untuk menganalisis sebuah fakta. Dengan menyimak kita tidak hanya menerima begitu saja berita yang datang kepada kita tetapi dipertimbangkan terlebih dahulu mengapa bisa begini dan mengapa bisa begitu.

3. Menilai sebuah berita apakah valid atau tidak bisa diterima atau tiidak, masuk akal atau tidak, di sini kita menjadi seperti juri.

4. Mencari Inspirasi. Nah, biasanya orang-orang yang kreatif enjadikan momen pembicaraan yang dijadikan penaglaman seru yang bisa ditumpahkan menjadi ide-ide konten baru yang menarik dan ispiratif.

5. Mencari hiburan. Sudah jelas ya Gensu, menyimak juga bisa dijadikan sarana hiburan dengan cara mendengarkan musik, mendengarkan lawakan seru dan hal lainnya yang bikin kita happy.

7. Meningkatkan kemampuan berbicara. Orang yang biasa menyimak biasanya memiliki kemampuan berbicara yang bagus, karena otak kita terbiasa untuk merekamnya.

Jenis-jenis Menyimak


Kita perlu tahu nih bahwa menyimak itu tidak hanya mendengarkan orang lain berbicara. Kadang-kadang kita juga bisa menyimak perkataan kita sendiri. Maksudnya begini, kita bisa mendengarkan pikiran kita sendiri tentang apa yang baru saja kita simak.

Nah, cara kita menyimak itu sangat berpengaruh sekali dengan seberapa dalam dan luas hasil menyimak kita. Bapak Tarigan (1986: 5)membagi tingkatan menyimak ini menjadi dua, yaitu tingkatan rendah dan tingkatan tinggi. Mksudnya bagaimana? Yuk kita lanjut diskusi kita.

Tingkatan Rendah


Pada tingkatan ini sebagai penyimak kita masih di tahap menyetujui apa yang dibicarakan oleh pembicara. Respon kita biasanya hanya mengangguk, senyum mengatakan iya atau setuju. Dalam tahap ini belum ada proses berpikir keras.

Tingkatan Tinggi


Pada level ini penyimak sudah memberikan respon yang lebih dari tingkatan rendah. Biasanya penyimak mampu mengulang respon dari isi pembicaraan sang pembicara.

Intinya, semakin tinggi level menyimak kita, semakin dalem juga pemahaman kita. Jadi, lain kali ketika mendengarkan orang berbicara, yuk kita tingkatkan level kita. Siapa tahu kita bisa dapat insight baru yang bagus!

Ibu Nurbaya (2011: 10-14) menambahkan bahwa secara umum ada dua jenis tingkatan menyimak, yaitu menyimak secara intensif dan menyimak secara ekstensif.

Menyimak Intensif


Tingkatan menyimak pada level ini tergolong serius! Maksudnya ketika kita mendengerkan dilakukan dengan fokus dan sungguh-sungguh agar bisa menangkap maksud pembicara secara baik. Nah, menyimak intensif ini ada beberapa macam:

  1. Menyimak Komprehensif. Ini seperti halnya seperti kita sedang mendengarkan guru mengajar dengan serius agar bisa memahami materi dengan baik.
  2. Menyimak Kritis. Di sini kita tidak hanya mendengar saja tetapi juga berupaya untuk berpikir kritis dan meyakinkan pada dir benar tidak ya pernyataan yang sedang dilontarkan.
  3. Menyimak Kreatif. Yang ini seru! Ketika kita mendengarkan sseseorang berbicara kita sudah mampu berpikir kritis, misalnya ketika mendengarkan sebuah cerita kita mampu mengilustrasikan cerita tersebut ke dalam sebuah gambar atau langsung enciptakan sebuah lagu dan puisi.
  4. Menyimak Konsentratif. Yang ini fokus banget nih! Layaknya sedang menjalankan ujian mendengar. Tidak boleh ada satu pun kata yang terlewat.
  5. Menyimak Interogatif. Seperti layaknya seseorang yang sedang menyiapkan tanya jawab.
  6. Menyimak Eksploratif. Di sini kita seperti berperan seperti layaknya pemburu harta karun. Mencari info menarik dari sebuah pembicaraan.

Menyimak Ekstensif


Nah, kalau tadi kita bahas menyimak yang serius-serius, sekarang kita bahas menyimak yang lebih santai nih. Menyimak ekstensif ini seperti menyimak yang kita lakukan sehari-hari, misalnya mendengarkan radio sambil nyetir, nonton TV sambil makan, atau nguping orang ngobrol di pasar.

Ciri-ciri menyimak ekstensif diantaranya yaitu:

1. Tidak ada tujuan khusus, hanya sekedar mendengarkan saja.

2. Bisa di mana saja dan kapan saja

3. Sambil lalu saja, tidak perlu terlalu focus.

4. Bertujuan untuk mencari hiburan

5. Bisa dilakukan di tempat ramai.

6. Tidak ada target tertentu.


Ada 4 jenis menyimak ekstensif diantaranya yaitu:

  1. Menyimak Sekunder. Prosesnya seperti mendengarkan saja. Misalnya ketika mengerjakan PR sambil mendengarkan musik. Proses mendengarkan sambil lalu.
  2. Menyimak Estetik. Nah yang ini buat hiburan! Seperti nonton wayang, mendengarkan dongeng, atau nonton drama. TApi perlu menjadi catatan, bahwa ini dilakukan bukan hanya untuk senang-senang saja melainkan bisa juga menikmati jalan ceritanya.
  3. Menyimak Pasif. Seperti halnya ketika kita sedang belajar sendiri. Hanya sekedar mendengarkan saja, tidak perlu diberikan respon atau gerak yang penting paham materinya
  4. Menyimak Sosial. Nah, hal ini yang paling sering kita lakukan. Seperti halnya ketika ngobrol bersama teman. Di sini kitab isa saling mendengarkan dan memberi respon.

Jadi menyimak ekstensif bermakna lebih santai dan natural dibanding menyimak intensif. Hal ini yang biasanya kita lakukan sehari-hari tanpa sadar. Tapi meskipun santai, tetep ada manfaatnya lho!

Intinya, menyimak intensif seperti pembelajaran di kelas yang butuh ekstra focus, sedangkan ekstensif lebih pada menyimak yang kita lakukan sehari-hari dengan santai.

Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Menyimak


Yuk lanjut diskusi kita dengan apa saja factor yang menjadi penunjang pada kegiatan menyimak. Menurut Bapak Tarigan (2086: 105-114), ada 8 hal yang bisa mempengaruhi dalam kemampuan menyimak yang kita lakukan, diantaranya, yaitu:

  1. Kondisi Fisik. Kondisi badan kita ketika mendengarkan harus dalam keadaan segar dan sehat, jika sedang sakit, capek atau lapar tentu saja tidak akan fokus. Jadi, badan sehat itu penting sekali dalam kegiatan menyimak agar hasilnya bagus.
  2. Kondisi Mental/Psikologis. Ini tentang apa yang ada di pikiran kita. Ketika kita memiliki prasangka jelek kepada pembicara dan kebanyakan mikir sendiri dengan pikiran sempit biasanya akan merasa bosan ketika harus mendengarkan.
  3. Pengalaman seseorang. Pengalaman seseorang sangat berpengaruh terhadap proses mendengarkan yang kita lakukan! Misalnya, kalau kita pernah punya pengalaman jelek dengan sesuatu, pasti di awal sudah malas mendengarkan tentang hal itu. Namun sebaliknya jika yang didengarkan hal baik maka akan timbul semangat ketika mendengarkan.
  4. Motivasi. Ini kayak "semangat" kita buat dengerin. Kalau kita punya alasan kuat buat untuk mendengarkan (misal ingin mendapatkan nilai bagus), biasanya hasilnya lebih oke. Makanya guru harus pintar membuat muridnya termotivasi!
  5. Jenis Kelamin. Proses menyimak antara laki-laki dan Wanita biasanya memiliki perbedaan. Laki-laki biasanya lebih objektif, dan Wanita lebih subjektif, sensitive dan mudah dipengaruhi oleh perasaan.
  6. Lingkungan. Untuk lingkungan dibagi dua jenis yaitu: Lingkungan Fisik. Erat kaitannya dengan pengaturan  tempat. Misalnya bagaimana konsep pengaturan kursi di kelas, usahakan agar semua murid harus bisa mendengar dengan jelas. Lingkungan Sosial. Anak-anak sangat peka dengan suasana. Mereka bakal lebih semangat kalau ide-ide mereka dihargai. Jadi kalau kita mau anak menjadi pendengar yang baik, kita juga harus menjadi pendengar yang baik buat mereka!
  7. Peran di Masyarakat. Kerjaan atau peran kita bisa bikin kita lebih tertarik dengerin hal tertentu. Misalnya, jika kita seorang guru, pasti akan lebih tertarik mendengarkan berita pendidikan. Jadi, makin penting peran kita, makin penting juga kemampuan menyimak kita!
Bagaimana? Sudah paham tentang konsep menyimak ini. Lalu di mana kira-kira level menyimak kalian? Spill ya di kolom komen. Sampai jumpa di artikel selanjutnya.

Seni Rupa dari Sudut Dimensi

Selasa, 08 Oktober 2024
Pernah main ke sebuah taman? Jika di depanmu, ada seorang pelukis yang sedang membuat lukisan pemandangan, sementara di seberang taman, seorang pemahat tengah asyik memahat batu dari batu. Apakah kamu tertari untuk mendekat? Nah, kedua orang ini sedang menghasilkan karya yang jenisnya berbeda!

Di sinilah seni rupa dua dimensi (2D) dan tiga dimensi (3D) memainkan perannya! Apa sih bedanya? Kenapa lukisan yang cantik itu disebut 2D, sementara patung yang terlihat lebih hidup dianggap 3D? Tulisan ini akan membahas rasa penasaranmu tentang jenis hasil karya keduanya. BAca sampai habs ya pemaparan ini, siapa tahu kamu jadi lebih tertarik untuk mencoba membuat karya seni sendiri setelah ini!

contoh seni rupa dua dimensi dan tiga dimensi


Pengertian Seni Rupa Dua Dimensi dan Tiga Dimensi



Seni rupa pada dasarnya dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu seni rupa dua dimensi dan seni rupa tiga dimensi. Keduanya berbeda dalam hal ruang yang digunakan serta teknik pembuatannya. Yuk, kita bahas satu per satu dengan bahasa yang santai agar mudah dipahami!


1. Seni Rupa Dua Dimensi (2D
)


Seni rupa dua dimensi adalah karya seni yang hanya memiliki dua ukuran dasar, yaitu panjang dan lebar. Karya seni ini hanya bisa dilihat dari satu sudut pandang, yaitu dari depan, karena tidak memiliki ketebalan atau kedalaman.

Ciri-Ciri Seni Rupa Dua Dimensi:


Hanya Memiliki Panjang dan Lebar: Ini artinya karya seni 2D tidak punya volume atau ruang yang bisa dirasakan secara fisik.

Bisa Dilihat dari Satu Arah Saja: Kita hanya bisa menikmatinya dari depan, misalnya ketika kita melihat lukisan yang dipajang di dinding.

Biasanya Datar: Bentuknya datar, karena tidak memiliki kedalaman atau dimensi ketiga.

Contoh Seni Rupa Dua Dimensi:


Lukisan: Lukisan adalah contoh paling umum dari seni rupa dua dimensi. Lukisan biasanya dibuat di atas kanvas dengan cat minyak, akrilik, atau cat air.

Gambar/Sketsa: Gambar di atas kertas menggunakan pensil, arang, atau tinta adalah contoh lain. Misalnya, gambar wajah atau pemandangan yang dibuat di atas kertas.

Poster atau Ilustrasi: Karya desain grafis yang dibuat di komputer atau dengan tangan, seperti poster film atau ilustrasi di majalah.

Batik dan Motif Kain: Walaupun terbuat di atas kain, pola batik atau tenun termasuk seni rupa dua dimensi karena hanya bisa dilihat dari satu sisi permukaan kain tersebut.

Contoh Sederhana:


Bayangkan kamu menggambar sebuah rumah di atas kertas. Kamu mungkin menggambar segitiga untuk atap dan persegi untuk badan rumahnya. Karya ini hanya punya panjang dan lebar, dan tidak bisa dilihat dari sisi lain—itulah seni rupa dua dimensi!


2. Seni Rupa Tiga Dimensi (3D)


Seni rupa tiga dimensi adalah karya seni yang memiliki tiga ukuran, yaitu panjang, lebar, dan kedalaman atau tinggi. Artinya, karya ini bisa dilihat dari berbagai sudut pandang dan bisa dirasakan keberadaannya di ruang nyata karena memiliki volume.

Ciri-Ciri Seni Rupa Tiga Dimensi:


Memiliki Panjang, Lebar, dan Tinggi (Kedalaman): Ini berarti karya seni tiga dimensi dapat dipegang dan memiliki bentuk yang bisa dilihat dari berbagai sisi.

Mengisi Ruang: Seni 3D tidak hanya bisa dilihat dari satu sisi, tetapi bisa dinikmati dari segala arah—depan, samping, atas, dan belakang.

Memiliki Volume dan Berat: Karena mengisi ruang, karya seni tiga dimensi memiliki volume dan bobot fisik.

Contoh Seni Rupa Tiga Dimensi:


Patung: Patung adalah karya seni tiga dimensi yang paling umum. Misalnya, patung pahlawan di alun-alun kota atau patung manusia dari bahan kayu atau batu.

Kerajinan Tangan: Vas bunga, gerabah, atau ukiran kayu termasuk karya seni tiga dimensi karena punya bentuk yang nyata dan bisa dilihat dari berbagai sudut.

Arsitektur: Bangunan seperti rumah, gedung, atau monumen adalah seni rupa tiga dimensi karena memiliki panjang, lebar, dan tinggi.

Karya Instalasi: Karya seni kontemporer seperti instalasi seni di galeri yang terbuat dari benda-benda sehari-hari, misalnya kumpulan botol plastik yang disusun menjadi bentuk tertentu.

Contoh Sederhana:


Bayangkan kamu membuat boneka dari tanah liat. Kamu membentuknya dari kepala sampai kaki, sehingga boneka ini punya panjang, lebar, dan ketebalan. Kamu bisa memutarnya dan melihat boneka itu dari depan, samping, atau belakang. Nah, inilah seni rupa tiga dimensi!


Kesimpulan


Secara singkat, seni rupa dua dimensi adalah karya seni yang datar dan hanya memiliki panjang serta lebar, seperti lukisan atau gambar. Sedangkan seni rupa tiga dimensi adalah karya seni yang bisa dirasakan keberadaannya di ruang nyata karena memiliki panjang, lebar, dan kedalaman, seperti patung atau bangunan. Semoga penjelasan ini membantu kamu memahami perbedaan antara kedua jenis seni rupa ini dengan lebih jelas, yaa. Semoga keindahan karya seni membuat hari-harimu penuh semangat!!!
















Rahasia Kekuatan Berbicara, Gaya Komunikasi Menginspirasi

Kamis, 03 Oktober 2024
Kata-kata adalah cermin jiwa, setiap ucapan menjadi jendela menuju isi hati seseorang. Berbicara bukan sekadar alat komunikasi, melainkan sebuah seni pengungkapan yang beragam.

Tentu teman-teman semua mempunyai penilaian kepada setiap lawan bicara, jika seseorang di hadapan kita berbicara dengan mata yang berbinar, senyum yang mengembang dan berbicara berbicara dengan suara yang lantang dan pilihan kata yang penuh semangat mengungkapkan kegembiraan yang sedang ia rasakan. Tentu suasana hati kita akan terbawa semangat dan bergairah. Tanpa sadar, orang tersebut pun telah membuka pintu dunia batin lawan bicaranya melalui cara ia berbicara.

keterampilan berbicara menurut para ahli

 

Apa Makna dari Berbicara?


Para ahli telah lama memahami kekuatan berbicara sebagai cerminan kepribadian. Seperti yang dikatakan Muljana, berbicara adalah bentuk komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai medianya.

Namun, menurut Supriyana (2008) berbicara memiliki makna yang luas. Berbicara lebih dari sekedar alat komunikasi. Supriyana juga menjelaskan tentang konsep berbicara mengandung beberapa makna, yaitu:

1. Berbicara Merupakan Sarana ekspresi diri yang sangat kuat.


Ketika seseorang berbicara, ia sedang menunjukkan sisi pribadinya kepada khalayak. Emosi-emosi seperti kemarahan, kesedihan, atau kebahagiaan sulit disembunyikan dalam nada suara dan pilihan kata. Bahkan ketidakjujuran pun bisa tercium dari cara seseorang menyampaikan pesannya.

2. Berbicara Melibatkan Kemampuan Fisik dan Mental


Menariknya, kemampuan berbicara ini tidak hanya menunjukkan siapa kita, tetapi juga dapat menjadi alat untuk memahami orang lain dengan lebih baik. Setiap percakapan menjadi kesempatan untuk menyelami lautan pikiran dan perasaan manusia yang tak terbatas, bahkan tanpa disadari, proses berbicara yang dilakukan tidak hanya melibatkan urusan fisik, tetapi juga mental.

Kenapa demikian? Karena Ketika seseorang berbicara memiliki arti bahwa dia sedang berusaha mengoordinasikan gerakan mulut, lidah, dan pita suaranya untuk menghasilkan pembicaraan yang bermakna. Namun, lebih dari sekadar menggerakkan otot, tentu saja Ketika kita berbicara kita juga sedang berusaha menerjemahkan ide-ide abstrak menjadi kata-kata konkret. Sebuah sinkronisasi yang cukup rumit antara pikiran dan ucapan.

3. Berbicara adalah proses Menerjemahkan Simbol


Setiap kata yang diluncurkan dari seseorang merupakan simbol, kode yang telah disepakati bersama oleh masyarakat. Ketika ia mengucapkan kata "berkelakar", misalnya, pendengarnya dapat mengerti tentang konsep yang dimaksud, meskipun kata itu sendiri hanyalah rangkaian bunyi tanpa makna bawaan. Hal ini menunjukkan bahwa Ketika seseorang berbicara dia sedang menerjemahkan hal simbolis dalam pikirannya.

4. Berbicara Melibatkan Ruang dan Waktu


Ketika seseorang berbicara, hal ini memiliki makna bahwa ia sedang mempertimbangkan konteks. Seperti halnya Ketika orang melakukan presentasi ilmiah tentu saja akan menyuguhkan pembicaraan yang berbeda Ketika melakukan obrolan santai di café. Seperti yang telah dijelaskan oleh Bapak Muljana (2001) Pemilihan kata, nada suara, bahkan topik yang dibahas, semua disesuaikan dengan tempat dan waktu.

5. Berbicara adalah Sebuah Keterampilan Berbahasa Produktif


Seseorang yang sedang berbicara artinya dia sedang aktif menghasilkan pesan, sementara para pendengarnya menyimak. Dua sisi koin komunikasi ini, berbicara dan menyimak, bekerja sama dalam ruang verbal yang tak terpisahkan.

Melalui pemaparan tersebut akhirnya kita bisa memahami bahwa berbicara bukan sekadar mengucapkan kata-kata. Berbicara merupakan proses kompleks yang melibatkan fisik dan mental, simbolisme dan konteks, serta produktivitas bahasa yang luar biasa.

Coba generasi super bayangkan, Ketika kita sedang duduk di sebuah café favorit sambil menyeruput nikmatnya secangkir kopi bersama sahabat terdekat. Bercerita dan curhat tentang rasa yang pernah ada, tanpa disadari bahwa kita sedang mempraktikan seni berbicara yang telah berjalan selama ribuan tahun.


Prinsip Umum dalam Berbicara


Setelah kita mengetahui makna ‘berbicara’ ternyata masih ada prinsip – prinsip umun dalam berbicara yang harus kita ketahui. Mari kita telusuri bersama rahasia di balik prinsip umum dalam berbicara yang dijelaskan oleh Bapak Tarigan (1981).


1. Duo Dinamis: Pembicara dan Pendengar


Seperti yang dikatakan Tarigan (1981), berbicara dalam bentuk komunikasi harus melibatkan dua orang yaitu pembicara dan pendengar atau biasa disebut komunikator dan komunikan. Jika tidak ada prinsip ini maka belum bisa disebut berbicara. Bayangkan jika kalian berbicara sendirian di kamar. Apa bisa disebut berbicara dalam konteks komunikasi, tapi mungkin bisa dikatakan sedang latihan pidato atau... ehm, menggerutu tentang hari yang berat. Tapi ketika ada orang lain yang merespon, voila! Anda punya komunikasi yang sesungguhnya.


2. Menggunakan Kode Rahasia yang Dipahami Bersama


Ketika kecil dulu, apakah kalian pernah membuat bahasa rahasia dengan teman? Nah, bahasa sebenarnya adalah versi dewasa dari itu. Kita semua setuju bahwa "kucing" berarti hewan berbulu yang suka tidur 16 jam sehari. Itulah yang para ahli sebut sebagai "studi linguistik" yang akhirnya menghasilkan kode rahasia yang bukan rahasia dan akhirnya dipahami serta disepakati bersamma.Tanpa kesepakatan ini, kita mungkin hanya akan saling melongo bingung.


3. Merupakan Sarana Bermain Peran


Dalam percakapan, kita seperti aktor yang berganti peran. Satu menit kita menjadi pembicara, menit berikutnya menjadi pendengar. Ini seperti ping pong verbal, bola pembicaraan terus bergulir bolak-balik antara kalian dan lawan bicara kalian. Seru kan?


4. Merupakan Terjemahan dari Hidup di Saat Ini: Sebelum Era Rekaman


Dulu, sebelum ada alat perekam, berbicara itu seperti Snapchat, sekali dengar, hilang selamanya. Berbeda dengan tulisan yang bisa bertahan ribuan tahun. Tapi syukurlah, sekarang kita punya teknologi untuk mengabadikan suara. Jadi, cucu kita di masa depan masih bisa mendengar lelucon garing kita!

Itulah empat prinsip berbicara yang membuat obrolan di café kopian menjadi lebih dari sekadar basa-basi. Dari membutuhkan partner bicara, berbagi 'kode rahasia' bahasa, bertukar peran, hingga hidup di masa kini. Berbicara merupakan seni yang terbilang kompleks, bahkan kita mempraktikkannya setiap hari tanpa sadar.

Lain kali Ketika kalian para generasi super ngobrol dengan teman, coba lakukan perenungan tentang prinsip-prinsip ini bekerja. Siapa tahu, kalian bisa menjadi ahli komunikasi berikutnya!
 

Apakah Tujuan dalam Berbicara?


Pembicaraan yang kita lakukan dengan lawan bicara kita tentu saja memiliki tujuan, bukan? Atau mungkin kalian pernah bertanya dalam hati, sebenarnya apa sih maksud kita berbicara, kenapa harus berbicara?

Nah, tentu saja sebuah pembicaraan memiliki tujuan. Apa saja? Mari kita telusuri bersama empat tujuan dalam berbicara yang biasa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari kita. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Mulyana (2001):

1. Untuk Memudahkan dalam proses bersosialisasi


Berbicara bisa dikatakan memiliki peran sosial yang amat penting. Dia adalah sang pembuat Koneksi Ulung. Anggap saja berbicara ini sebagai sosok Si Sosial, maka Si Sosial ini akan berperan sebagai influencer sejati. Dia ada untuk membantu kalian membangun "personal branding" dan mempertahankan eksistensi, sehingga kalian mampu bersosialisasi dan memiliki circle yang bisa menjadi media supporting dalam kehidupan kalian.

Perlu diketahui Ketika kita akhirnya berani berbicara di depan kelas, fungsi sosialisasi berbicara atau Si Sosialisasi berperan membujuk kalian dan akan berbisik, "Ayo, tunjukkan dirimu!"

Si Sosial ini juga ahli dalam menjaga kalian tetap hidup dan bahagia. Dia yang mendorong Anda untuk memesan makanan di restoran atau meminta bantuan saat tersesat. Tanpanya, kita mungkin masih hidup di gua, berkomunikasi dengan para ulat dan juga laba-laba! Hehe…

2. Mengekspresikan Perasaan


Berbicara berperan untuk menerjemahkan ekspresi yang dimiliki oleh seseorang. Bisa dikatakan dia berperan sebagai si ekspresif. Si Ekspresif yang akan membantu kalian mengucapkan "Aku cinta padamu" pada kencan pertama (meskipun mungkin terlalu dini!). Si Ekspresif juga yang membisikkan kata-kata penyemangat di saat teman kalian patah hati.

Tapi perlu diingat juga, Si Ekspresif tidak peduli apakah orang lain terpengaruh atau tidak. Baginya, yang penting sebuah perasaan bisa tersampaikan.

3. Menjaga Tradisi sebagai Sarana Ritual


Berbicara memiliki tujuan menjaga tradisi. Bisa dikatakan berbicara merupakan sosok Si Ritual Dia adalah karakter yang muncul dalam momen-momen sakral. Dia sebagai sarana berdo’a, dia juga yang berperan dalam momen sakral seperti pernikahan. Berbicara berfungsi sebagai Si Ritual, dia yang akan membimbing kalian untuk mengucapkan sumpah pernikahan.

Berdo’a bagi penganut agama merupakan ritual dan momen sakral yang terjalin antara dia dengan Tuhannya. Berdo’a memiliki arti berbicara dengan sang pencipta dalam momen yang sakral yang berjalan sebagai ritual keagamaan.

4. Bertujuan sebagai Instrumental


Terakhir, tapi tak kalah penting, ada Si Instrumental, atau agen rahasia dalam dunia berbicara. Dia ahli dalam seni berbicara tanpa terlihat sedang menginginkan sesuatu. Jika kalian berperan sebagai pendidik maka Si instrumental ini bisa dijadikan alat penilaian bagi anak didik kalian, atau malah bisa dijadikan alat skala pengukuran dalam menilai seorang atasan.


Instrumen penilaian yang kita susun sangat berperan dalam menilai sesuatu, tanpa kita harus berbicara. Tujuan instrumental ini bisa disebut juga sebagai agen rahasia. Si Instrumental adalah master kamuflase. Dia bisa membungkus tujuan kita dalam balutan kata-kata berupa tulisan.

Jadi, itulah empat tujuan berbicara yang selalu siap membantu kalian dalam petualangan komunikasi sehari-hari. Dari membangun koneksi sosial, mengekspresikan perasaan, menjaga tradisi, hingga mencapai tujuan tersembunyi.

Mereka selalu ada untuk kalian. Jadi, kapan nih terakhir kali kalian mengucapkan terima kasih pada sesosok lidah? Ingat, lho, karena jasa sebuah lidah, kita mampu mewujudkan tujuan kita.

apa-itu-berbicara



Tujuan Berbicara dalam Konteks Pembacaan


Tujuan berbicara dalam konteks sebuah pembacaan sangat erat kaitannya dalam kegiatan bercerita atau mendongeng. Berbicara dalam konteks pembacaan memiliki misi rahasia untuk membuat audiens terpukau dan sebuah pembacaan jadi memiliki nilai. Lalu apa saja tujuan berbicara dalam konteks pembacaan ini? Mari kita sama-sama telaah pemaparan dari Bapak Supriyana (2008)

1. Membuat Audiens Memiliki Kepercayaan


Konteks berbicara dalam hal ini berupaya untuk meyakinkan audiens akan sesuatu dan lebih baik disajikan juga data-data serta fakta sebagai penyerta. Misalnya saja Ketika anda hendak meyakinkan bahwa makanan Bernama Pizza sangat enak rasanya. Selain hanya sekedar mendeskripsikan rasanya, upaya meyakinkan bisa dalam bentuk membawa langsung pizzanya atau menyajikan data berupa pernyaan dari beberapa orang yang menguatkan bahwa pizza itu makanan enak.


2. Mempengaruhi Audiens


Berbicara dalam konteks ini memiliki definisi sebagai pembujuk untuk memberikan pengaruh bagi audiens. Untuk melancarkan misi ini tentu saja butuh strategi, karena menguasai pikirang orang dan mengubah perilakunya bukan hal yang mudah. Ada tiga jurus nih yang bisa diterapkan, diantaranya:

a) Jurus Pembentuk: Menciptakan opini baru.

b) Jurus Penguat: Memperkokoh keyakinan yang sudah ada.

c) Jurus Pengubah: Mengubah pendapat yang sudah mengakar.

Tahu, kan cara kerja iklan. Bahasanya sangat memukau sehingga orang yang melihatnya cenderung ingin mencoba dan langsung membeli atau setidaknya membuat penasaran dan menyimpan niatnya agar suatu saat bisa merasakan.


3. Memberi Wawasan bagi Pendengar


Berbicara juga bertujuan untuk memberikan wawasan bagi pendengarnya. Berbicara bagaikan guru tanpa batas. Si Pemberi Wawasan adalah perpustakaan berjalan. Dia tidak peduli apakah Anda tertarik atau tidak, misinya hanya satu: membuat Anda lebih pintar! Tapi jangan salah, meski misinya mulia, dia tetap harus tampil menarik. Tidak ada yang mau mendengarkan guru yang membosankan, kan?


4. Memberikan Kejelasan pada Sebuah Objek


Bisa dibilang konteks berbicara dalam hal ini bagaikan Si Jenius yang bisa membuat kita "melihat" dengan telinga! Pembicara bisa menggambarkan sesuatu dengan begitu detail, sampai-sampai kita dibuat mampu merasakannya. Pernah membayangkan rasa es krim hanya dari mendengar deskripsinya? Nah, itu kerjaan Si Pelukis Kata! Memberikan kejelasan pada sebuah objek.


5. Menyampaikan Pesan yang Tersembunyi


Terakhir, tapi bukan berarti kurang penting, ada Si Penyampai Pesan Tersembunyi. Dia adalah master cerita, menyisipkan pesan-pesan bijak dalam dongeng dan kisah. Pesan pembicaraan diharapkan bisa menyusup pada pikiran lawan bicara atau audiens.

Setelah mengetahui tujuan berbicara dalam konteks pembacaan, kira-kira kalian sudah pernah berada di posisi yang mana nih? Menjadi peyakin yang punya banyak fakta atau menjadi seorang pelukis kata yang penuh imajinasi?

Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara


Faktor penunjang dalam menguasai seni berbicara dibagi menjadi dua aspek yaitu aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan.


Faktor kebahasaan terdiri dari:


  1. Ketepatan Ucapan
  2. Intonasi yang tepat meliputi nada, tekanan dan durasi.
  3.  Pemilihan Kata meliputi kata yang tepat, jelas, dan bervariasi.
  4. Kalimat Efektif. Dituntut harus menyusun kalimat yang tepat sasaran. Kalimatnya harus punya impact, bukan sekadar angin lalu!


Faktor Non-Kebahasaan terdiri dari


  1. Sikap. Berusaha untuk menyampaikan dengan sikap yang tenang dan tidak kaku. Ingat, wajar itu kunci!
  2. Pandangan Mata. Ketika kita berbicara selayaknya harus menatap lawan bicaranya. Tidak boleh melihat langit-langit atau menghitung semut di lantai!
  3. Penghargaan. Mampu belajar menghargai pendapat orang lain. Bukan berarti harus selalu setuju, tetapi harus bisa menerima kritik dengan lapang dada.
  4. Gerakan dan Mimik. Tantangannya adalah mampu menggunakan gerakan tangan dan ekspresi wajah yang tepat. Jangan terlalu berlebihan!
  5. Kenyaringan Suara. Harus mampu mengatur volume suaranya. Terlalu pelan, tidak terdengar. Terlalu keras, bisa dikira tukang jualan obat!
  6. Kelancaran dalam Berbicara. Berbicara tanpa terbata-bata atau ragu ketika berucap atau banyak melamun.
  7. Relevansi dalam Berbicara. Berusaha memastikan setiap kata-katanya masuk akal dan berhubungan. Tidak boleh melompat-lompat seperti kelinci!
  8. Penguasaan Topik. Tantangan terakhir dan terpenting: menguasai topik pembicaraan.

Setelah bisa melewati semua tantangan dalam berkomunikasi ini, pertanda kita berhasil menguasai seni berbicara efektif. Akhirnya kita bisa memahami bahwa komunikasi yang baik adalah perpaduan sempurna antara kemampuan kebahasaan dan non-kebahasaan. Untuk itu mari kita mencoba melatih terus kemampuan berbahasa dan non-berbahasa kita. Siapa tahu, suatu hari nanti, kita bisa menjadi pembicara yang handal!

Faktor Penghambat Keefektifan dalam Berbicara


Nah, kalau mau jadi pembicara yang oke, ada beberapa kebiasaan yang sebaiknya kita hindari nih, terutama bagi yang masih pemula. Ini dia tujuh hal yang sering bikin presentasi atau pembicaraan kita jadi terdengar kurang maksimal:

  1. Kebanyakan mengulang kata. Contohnya: "Jadi... jadi... jadi begini..." - Bikin pendengar bosan dan kurang fokus sama pesan utamanya.
  2. Berbicara terlalu cepat. Kayak lagi dikejar deadline aja! Ingat, bicara yang santai tapi jelas lebih enak didengar.
  3. Cara penyampaian kurang oke. Misalnya tidak ada kontak mata atau gerak tubuh kaku. Padahal ini penting sekali membuat pendengar tertarik.
  4. Kebanyakan meniru gaya orang lain. Jadi diri sendiri itu lebih baik daripada jadi kopian orang lain. Keaslian itu nilai plus!
  5.  Berbicara kurang jelas. Seperti halnya orang yang makan sambil ngomong. Artikulasi yang jelas itu kunci biar pendengar paham.
  6. Banyak Jeda. Suka nyelipin 'eee...' atau 'hmm...'. Kebiasaan yang sering banget muncul waktu grogi atau bingung mau ngomong apa.
  7. Penekanan kata yang salah. Bisa bikin makna jadi beda atau malah bikin bingung yang mendengarnya.

Tips singkatnya: Latihan yang rutin dan minta feedback dari orang lain bisa membantu kita menghindari kebiasaan-kebiasaan ini. Ingat, pembicara hebat itu bukan lahir dengan kemampuan sempurna, tapi hasil dari latihan yang konsisten!

Keterkaitan Kemampuan Berbicara dan Mendongeng atau Bercerita


Setelah kita berbicara Panjang lebar tentang keterampilan berbicara apakah ada kaitannya dengan kegiatan bercerita atau mendongeng? Nah, ternyata kemampuan berbicara memiliki peran yang sangat penting sebagai bekal dalam mendongeng untuk anak usia dini. Berikut adalah beberapa keterkaitan antara keduanya:

1. Artikulasi dan Pelafalan


Kemampuan berbicara yang baik mencakup artikulasi dan pelafalan yang jelas. Ini sangat penting dalam mendongeng karena anak-anak usia dini masih dalam tahap belajar bahasa. Pendongeng dengan artikulasi yang jelas akan membantu anak-anak memahami cerita dan mempelajari kata-kata baru dengan lebih mudah.


2. Intonasi dan Ekspresi Vokal


Berbicara dengan intonasi yang tepat dan ekspresif adalah kunci dalam mendongeng. Kemampuan ini membantu pendongeng dalam membawa cerita menjadi lebih hidup, menarik perhatian anak-anak, dan membantu mereka memahami emosi dalam cerita.

3. Pemilihan Kata dan Kosakata


Kemampuan berbicara yang baik melibatkan pemilihan kata yang tepat. Dalam mendongeng untuk anak usia dini, ini berarti menggunakan kosakata yang sesuai dengan tingkat pemahaman mereka, namun juga memperkenalkan kata-kata baru secara kontekstual.

4. Struktur Kalimat


Kemampuan menyusun kalimat dengan baik sangat penting dalam mendongeng. Kalimat-kalimat sederhana namun efektif akan membantu anak-anak mengikuti alur cerita dengan lebih mudah.

5. Kecepatan dan Ritme Berbicara


Kemampuan mengatur kecepatan dan ritme berbicara sangat penting dalam mendongeng. Pendongeng perlu tahu kapan harus berbicara lebih lambat untuk penekanan, atau lebih cepat untuk bagian yang menegangkan.


6. Improvisasi dan Fleksibilitas


Kemampuan berbicara yang baik termasuk kemampuan untuk berimprovisasi. Dalam mendongeng, ini sangat berguna ketika perlu menyesuaikan cerita dengan reaksi atau pertanyaan anak-anak.

7. Penguasaan Audiens


Kemampuan berbicara di depan umum membantu pendongeng dalam menguasai audiens anak-anak, menjaga perhatian mereka, dan berinteraksi dengan mereka selama sesi mendongeng.

8. Kepercayaan Diri


Kemampuan berbicara yang baik meningkatkan kepercayaan diri, yang sangat penting dalam mendongeng. Pendongeng yang percaya diri akan lebih mampu membawakan cerita dengan menarik dan interaktif.

9. Kemampuan Mendengarkan


Meskipun fokusnya pada berbicara, kemampuan ini juga mencakup kemampuan mendengarkan yang baik. Ini penting dalam mendongeng interaktif, di mana pendongeng perlu responsif terhadap reaksi dan pertanyaan anak-anak.

10. Kreativitas Verbal


Kemampuan berbicara yang baik melibatkan kreativitas dalam penggunaan bahasa. Dalam mendongeng, ini bisa berarti kemampuan untuk menggambarkan adegan, karakter, atau situasi dengan cara yang menarik dan imajinatif bagi anak-anak.


Dengan memiliki kemampuan berbicara yang baik, seorang pendongeng akan lebih mampu menyampaikan cerita dengan cara yang menarik, interaktif, dan bermanfaat bagi perkembangan bahasa dan kognitif anak usia dini.

Evaluasi Keterampilan Berbicara


Evaluasi sangat penting untuk meningkatkan kualitas berbicara seseorang. Melalui evaluasi, pembicara bisa mengetahui apa yang perlu diperbaiki dan apa yang harus dipertahankan. Ada dua cara evaluasi yang bisa dilakukan:

1. Evaluasi Mandiri, diantaranya yaitu:


• Menggunakan alat perekam suara atau video
• Merekam penampilan berbicara
• Memutar ulang dan mengamati setiap bagian
• Mencatat kekurangan dan kelebihan untuk perbaikan

2. Evaluasi dari Orang Lain


• Meminta masukan dari pendengar atau ahli
• Menerima semua jenis masukan (positif maupun negatif)
• Menjadikan kritik sebagai bahan perbaikan
• Menggunakan feedback untuk pengembangan diri

Kunci utamanya adalah keterbukaan terhadap masukan dan kemauan untuk terus memperbaiki diri, baik melalui evaluasi mandiri maupun bantuan orang lain.


Kesimpulan



Menguasai keterampilan berbicara merupakan seni yang memadukan teknik dengan segala hal yang bersumber dari kepekaan hati serta ketulusan.  Perlu diingat bahwa komunikasi efektif bukan melulu tentang apa yang kita katakan, tetapi juga bagaimana kita mengatakannya. 

Dengan menerapkan prinsip-prinsip dalam berbicara secara konsisten, diharapkan kita akan menemukan suara unik kita sendiri sehingga kita mampu menyampaikan pesan dengan dampak yang kuat. Akhirnya, berbicara yang baik adalah tentang menjalin koneksi dengan diri sendiri, pesan yang kita sampaikan atau objek ceritanya, dan yang terpenting, dengan pendengar kita.


Referensi



Dikutip dari buku Supriyana, Asep. Dengan judul: Hakikat Berbicara. Diterbitkan di Jakarta: Universitas Terbuka, tahun 2018.


Dikutip dari buku Mulyana, Deddy. . Dengan Judul: Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Diterbitkan di Bandung: Remaja Rosda Karya, tahun 2001


Dikutip dari buku Zubaedah, Siti, DKK. Dengan judul: Seni Bercerita. Diterbitkan di Yogyakarta: Cakrawala, tahun 2018.

Perjalanan Epik Seni Rupa Dunia dan Indonesia

Selasa, 01 Oktober 2024
Hai generasi super.

Pernahkah kamu berdiri di depan sebuah lukisan dan merasa seperti tersedot ke dalamnya? Atau mungkin menyentuh patung dan merasakan getaran emosi sang pemahat? Selamat datang di dunia seni rupa, tempat di mana imajinasi menjadi nyata dan perasaan mendapat pengakuan!

Seni rupa bukan sekadar coretan warna di atas kanvas atau bentukan tanah liat. Ia adalah jendela jiwa, cermin budaya, dan terkadang malah menjadi wadah curhat gundah gulana atau rasa bahagia sang penciptanya. Dari gua-gua prasejarah hingga galeri modern, seni rupa telah menjadi saksi bisu perjalanan manusia.

sejarah seni rupa
  

Pada suatu masa, jauh sebelum manusia mengenal tulisan, di dinding-dinding gua yang gelap dan lembab, nenek moyang kita mulai menggoreskan kisah mereka. Bayangkan, dengan hanya cahaya api yang bergoyang-goyang, mereka melukiskan binatang buruan dan aktivitas sehari-hari. Inilah awal mula seni rupa, cerita tanpa kata yang bertahan hingga ribuan tahun.

Waktu berlalu, peradaban berkembang. Di tepi sungai Nil yang subur, orang-orang Mesir Kuno membangun piramida megah dan kuil-kuil yang dihiasi relief indah. Mereka melukis dinding-dinding makam dengan warna-warna cerah, menggambarkan kehidupan para firaun di alam baka. Sementara itu, di belahan dunia lain, bangsa Yunani menciptakan patung-patung yang begitu mirip manusia, seolah-olah bisa bernapas dan bergerak kapan saja.

Lompat ke Abad Pertengahan, saat gereja menjadi pusat kehidupan di Eropa. Para seniman berlomba-lomba menciptakan lukisan dan patung yang menakjubkan untuk menghiasi rumah-rumah ibadah.

Selanjutnya pada masa Renaisans. Leonardo da Vinci, Michelangelo, dan kawan-kawan mereka membawa angin segar dalam dunia seni. Mereka tidak hanya melukis dan memahat, tapi juga mempelajari anatomi manusia, matematika, dan alam. Karya lukisan Mona Lisa tersenyum misterius, seolah menyimpan rahasia alam semesta.

Zaman terus bergulir, dan seni rupa pun ikut berevolusi. Impresionisme muncul, mengajak kita melihat dunia dalam serpihan-serpihan cahaya dan warna. Van Gogh melukiskan malam berbintang yang bergejolak, seolah-olah langit pun bisa merasakan gundah gulana sang seniman. Lukisannya terkenal dengan nama “Stary Night”

Berlanjut ke masa perang dan revolusi industri. Para seniman kala itu turut menghasilkan hasil seni rupa yang menggambarkan fenomena alam kala itu. Pablo Picasso melalui karyanya menggambarkan kengerian perang dalam lukisan Guernica-nya yang kacau balau namun penuh makna. Salvador Dali membawa kita ke alam mimpi yang surrealis, di mana jam-jam meleleh dan gajah berkaki jenjang melenggang di padang gurun.

Sementara itu, di tanah air tercinta, seni rupa juga mengalami perjalanannya sendiri. Dari ukiran-ukiran cantik di candi Borobudur, hingga lukisan-lukisan pemandangan Mooi Indie yang memesona, seni rupa Indonesia terus berkembang. Raden Saleh, dengan kuasnya yang lihai, menjembatani dunia Timur dan Barat. Lalu muncullah sosok S. Sudjojono, yang dengan berani meneriakkan "Berhentilah melukis keindahan, mulailah melukis kenyataan!"

Nah, ternyata kata “Seni Rupa” digaungkan dan diciptakan oleh bapak S Sudjono yang terkenal dengan sebutan bapak seni rupa modern Indonesia.

Perjalanan seni rupa adalah perjalanan manusia itu sendiri. Setiap goresan, setiap pahatan, setiap percikan warna, adalah jejak-jejak kemanusiaan kita. Dari gua prasejarah hingga galeri virtual, seni rupa terus bercerita, terus menggugah, dan terus mengajak kita melihat dunia dengan cara yang baru.

Agar lebih familiar dengan karya seni rupa, mari kita buka jendela yang menutupi pengetahuan kita tentang sosok para seniman dunia dan Indonesia. Yuk kita berkenalan dengan mereka dan karya yang dihasilkan. Secara sepintas saya akan memaparkan di bawah ini.
 

Seniman Terkenal Dunia dan Indonesia beserta Karya Ikonik

 

Seniman Dunia

 
Leonardo da Vinci (1452-1519)


Lahir di Vinci, Italia. Tokoh Renaissance yang serba bisa: pelukis, pematung, arsitek, dan penemu. Karya terkenal: Mona Lisa, The Last Supper. Dikenal dengan buku sketsanya yang berisi berbagai ide inovatif.

 
Vincent van Gogh (1853-1890).


Lahir di Zundert, Belanda. Pelukis post-impressionis yang karya-karyanya baru diakui setelah kematiannya. Mengalami masalah kesehatan mental sepanjang hidupnya. Karya terkenal: The Starry Night, Sunflowers.

Pablo Picasso (1881-1973)


Lahir di Málaga, Spanyol. Salah satu figur utama dalam seni modern, co-founder aliran Kubisme Kariernya mencakup lebih dari tujuh dekade dengan berbagai gaya. Karya terkenal: Les Demoiselles d'Avignon, Guernica.
 

Frida Kahlo (1907-1954)


Lahir di Coyoacán, Meksiko. Dikenal dengan lukisan potret diri dan karya yang terinspirasi budaya Meksiko. Mengalami kecelakaan parah di masa muda yang mempengaruhi hidupnya. Karya terkenal: The Two Fridas, Self-Portrait with Thorn Necklace and Hummingbird.

Salvador Dalí (1904-1989)


Lahir di Figueres, Spanyol. Tokoh utama dalam gerakan surealis. Dikenal dengan imajinasi liarnya dan kemampuan menggambar yang luar biasa. Karya terkenal: The Persistence of Memory, The Elephants.


sejarah seni rupa dunia

 


Seniman Indonesia



Raden Saleh (1811-1880)


Lahir di Semarang, Jawa Tengah. Dianggap sebagai pelopor seni lukis modern Indonesia. Belajar melukis di Eropa dan menjadi pelukis istana di beberapa negara. Karya terkenal: Penangkapan Pangeran Diponegoro


S. Sudjojono (1913-1986)


Lahir di Kisaran, Sumatera Utara. Dijuluki "Bapak Seni Rupa Indonesia Modern". Mendorong seniman Indonesia untuk melukis realitas, bukan hanya keindahan. Karya terkenal: Cap Go Meh, Kawan-kawan Revolusi


Affandi (1907-1990)


Lahir di Cirebon, Jawa Barat. Dikenal dengan gaya ekspresionisnya yang kuat. Sering melukis dengan jari alih-alih kuas. Karya terkenal: Self Portrait, Fishing Village in Bali


Basuki Abdullah (1915-1993)


Lahir di Surakarta, Jawa Tengah. Terkenal dengan lukisan potret dan pemandangan yang realistis. Menjadi pelukis istana di era Presiden Soekarno. Karya terkenal: Gadis Makasar, potret Presiden Soekarno.

Hendra Gunawan (1918-1983)


Lahir di Bandung, Jawa Barat. Gaya lukisannya menggabungkan unsur tradisional dengan modern. Banyak menggambarkan kehidupan rakyat biasa dan perjuangan kemerdekaan. Karya terkenal: Pengantin Revolusi, Pasar Ikan.


Setiap seniman ini memiliki latar belakang unik yang membentuk gaya dan tema karya mereka. Mereka tidak hanya menciptakan karya seni, tetapi juga memberi pengaruh besar pada perkembangan seni rupa di zamannya masing-masing dan seterusnya.

Setiap seniman ini memiliki gaya unik dan kontribusi signifikan terhadap dunia seni rupa. Karya-karya mereka tidak hanya mencerminkan zaman dan budaya mereka, tetapi juga mempengaruhi generasi seniman berikutnya.

Leonardo da Vinci, misalnya, dikenal dengan teknik sfumato-nya yang lembut, terlihat jelas dalam senyum misterius Mona Lisa. Van Gogh, dengan sapuan kuasnya yang ekspresif, menangkap kegelisahan batinnya dalam langit berbintang yang bergejolak. Picasso menggunakan "Guernica" untuk mengekspresikan kengerian perang dengan gaya kubismenya yang khas.

Di Indonesia, Raden Saleh menjembatani tradisi Timur dan Barat dalam karyanya, sementara S. Sudjojono, yang dijuluki "Bapak Seni Rupa Indonesia Modern", mendorong seniman untuk melukis realitas Indonesia, bukan hanya keindahannya. Affandi terkenal dengan gaya ekspresionisnya yang kuat, sering melukis dengan jari-jarinya alih-alih kuas.

Setiap karya yang disebutkan di atas memiliki cerita dan makna yang mendalam, mencerminkan tidak hanya keahlian teknis sang seniman, tetapi juga kondisi sosial, politik, dan personal pada masanya. Mereka adalah jendela ke masa lalu, sekaligus inspirasi untuk masa depan seni rupa.

Custom Post Signature

Custom Post  Signature
Educating, Parenting and Life Style Blogger