Tampilkan postingan dengan label Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini. Tampilkan semua postingan

Bagaimana Menulis Cerita Anak Agar Menarik?

Kamis, 17 Oktober 2024

Hai Super Parents…

Berminat membuat atau menulis buku cerita anak? Boleh lho, selain sebagai pembaca buku cerita untuk Ananda, Super Parents juga bisa mengembangkan keterampilan serta keahlian lebih meningkat lagi. Yup…menulis buku cerita anak. Apa saja sih kaidah yang harus diperhatikan. Bisa dibaca sampai selesai ya.


menulis cerita anak




Menulis buku cerita anak adalah seni yang memadukan kreativitas, pemahaman psikologi anak, dan keterampilan bercerita. Sebagai penulis, kita tidak hanya dituntut untuk menciptakan kisah yang menghibur, tetapi juga harus mampu menyampaikan nilai-nilai penting dengan cara yang mudah dipahami dan menarik bagi anak-anak.

Dalam era digital sekarang ini, buku cerita anak tetap menjadi pilihan istimewa bagi para orang tua. Buku sudah diketahui sebagai media penting dalam perkembangan literasi, imajinasi, dan karakter anak. Oleh karena itu, menguasai teknik penulisan buku cerita anak menjadi kunci untuk menghasilkan karya yang tidak hanya disukai anak-anak, tetapi juga bermanfaat bagi perkembangan mereka.

Artikel ini akan membahas berbagai aspek penting dalam teknik penulisan buku cerita anak. Mulai dari pemilihan tema yang sesuai, pengembangan karakter yang menarik, hingga penggunaan bahasa dan gaya penceritaan yang tepat untuk ananda.

Artikel ini bisa dijadikan panduan menulis bagi pemula yang baru memasuki dunia karya tulis anak atau bagi penulis yang sudah berpengalaman dan ingin menyegarkan keterampilan menulisnya. Yuk kita mulai perjalanan menarik dalam dunia penulisan buku cerita anak!

 
Ragam Sastra Anak


Dikutip 0leh Sarumpaet (2010), Davis memiliki pandangan tentang karya sastra anak. Menurutnya sastra anak adalah karya yang dibaca oleh anak-anak melalui "pendampingan orang dewasa". Hal yang menarik adalah dalam sebuah karya sastra anak dibutuhkan peran orang dewasa di dalamnya, baik sebagai penulis maupun sebagai pembaca buku cerita yang membimbing pemahaman anak menjadi lebih kaya.

Mengutip pernyataa dari Nurgiyantoro ( 2013) bahwasannya Huck dan kawan-kawan berpendapat bahwa sastra anak itu memiliki "batas-batas" khusus yang disesuaikan dengan sejauh mana pengalaman yang udah dialami anak, pengetahuan apa yang bisa dicerna oleh anak dan hal apa yang sesuai dengan perkembangan emosi dan kejiwaan dalam dimensi dunia anak-anak. Menarik ya?!

Begitu menariknya dunia cerita anak, Christantiowati menjelaskan bahwa banyak sekali penulis besar yang tadinya menulis cerita dewasa beralih menjadi seorang penulis buku cerita anak, diantaranya, yaitu cerita yang bertajuk Robin Hood, Robinson Crusoe, Gulliver's Travel

Awalnya, cerita-cerita ini dibuat untuk orang dewasa lho! Tapi seiring waktu, cerita-cerita ini diadaptasi khusus buat anak-anak atau malah "diadopsi" sendiri oleh anak-anak sebagai cerita mereka.

Jadi intinya, sastra anak itu adalah kolaborasi unik antara dunia dewasa dan dunia anak-anak. Walaupun penulisnya orang dewasa, tapi isinya harus bisa masuk ke dunia anak-anak dengan cara yang tepat dan sesuai perkembangan mereka!

Apa yang Harus Diperhatikan dalam Menulis Cerita Anak?


Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang penulis jika ia ingin menulis buku cerita anak yang menarik dan sesuai dengan tahap perkembanagn anak serta dunia anak. Beberapa hal tersebut diantaranya:

Tema dan Nilai


Tema cerita yang diangkat bisa berdasarkan realitas, fantasi, atau cerita rakyat. Sebisa mungkin mengandung tema sederhana namun memantik rasa ingin tahu anak. Sematkan nila universal berupa pesan moral seperti kejujuran, toleransi, tanggung jawab dan karakter positif lainnya dalam alur cerita.

Tokoh dan Penokohan


Tokoh yang ditampilkan bisa berupa manusia, binatang, tumbuhan, atau benda yang "dihidupkan". Tokoh utama yang diangkat sebaiknya anak-anak. Jadikan tokoh dewasa sebagai pendukung saja. Penokohan harus realistis namun tidak terlalu sempurna agar anak bisa mengidentifikasi diri.

Latar


Latar di sini mencakup latar tempat, waktu, dan sosial-budaya. Pemilihan latar harus sesuai dengan nalar anak dan terdapat kesesuaian dengan ilustrasi buku.

Alur/Plot


Dalam cerita anak umumnya menggunakan alur maju agar jalan cerita lebih mudah dipahami oleh anak. Konflik yang disajikan harus sederhana agar membuat jalan cerita menjadi menarik di mata anak. Namun bisa dipahami juga oleh orang dewasa.

Amanat


Amanat yang disematkan dalam buku cerita bisa berupa amanat didaktik (pendidikan) atau moral, secara tersirat maupun tersurat sehingga sifatnya tidak menggurui. Pesan moral yang disampaikan bisa berkaitan dengan diri sendiri, terhadap sesame, tentang hubungan dengan pencipta dan juga alam.

Sudut Pandang


Sudut pandang yang digunakan sangat mempengaruhi bagaimana cerita bisa tersampaikan. Sudut pandang ini bisa berperan sebagai orang pertama sebagai aku atau orang ketiga sebagai dia.

Bahasa dan Gaya


Bahasa yang digunakan harus Bahasa sederhana yang mudah dipahami anak-anak. Gunakan kata-kata yang nyata dan kalimat sederhana untuk anak kecil. Gaya bercerita meliputi stile (gaya bahasa) dan nada (tone) yang sesuai untuk anak-anak.

Ilustrasi


Ilustrasi sangat menentukan suksesnya sebuah buku cerita bisa menarik atau tidak, terutama jika diperuntukan bagi buku anak prabaca dan pembaca dini. Harus logis dan sinkron dengan teks cerita.

Untuk itu idealnya seorang penulis buku cerita anak harus bekerja sama dengan ilustrator agar hasilnya maksimal.

Pemahaman dan penerapan unsur-unsur ini akan membantu penulis menciptakan buku cerita anak yang berkualitas, sesuai dengan perkembangan psikologis anak, dan mampu menyampaikan nilai-nilai positif secara efektif.


Jenis Karya dalam Menulis Cerita Anak


Ada beberapa macam jenis buku cerita anak yang bisa kita kembangkan. Kuncinya tetap harus disesuaikan dengan umur serta pemahaman anak. Beberapa jenis karya buku cerita anak diantaranya yaitu:

Buku Bergambar Nirkata (Wordless Picture Book)


Buku ini unik karena ceritanya hanyha menggunakan gambar, tidak ada kata-kata sama sekali (100% visual). Targetnya adalah untuk anak yang belum bisa baca (prabaca). Untuk itu cara membacanya orang tua atau guru harus mendampingi.

Manfaatnya membuat anak kreatif berimajinasi karena mereka harus menebak-nebak ceritanya. Namun tantangannya beberapa anak mungkin kesulitan dalam menafsirkan jalan ceritanya secara mandiri. Jenis buu ini di Indonesia masih jarang, mungkin karena butuh ilustrator yang super jago agar buku ini bisa hidup.

Buku Bergambar (Picture Book)


Jenis buku ini merupakan format paling populer buat anak-anak. Gambar mendominasi dengan prosentase 70-90% dari isi buku. Teksnya sangat sedikit hanya terdiri dari beberapa kata atau kalimat pendek saja. Cocok buat anak prabaca dan yang baru belajar baca. Satu buku biasanya satu cerita utuh dan gambar serta teks saling melengkapi agar cerita bisa tersampaikan.

Buku Bab (Chapter Book)


BUku ini seperti jembatan antara buku bergambar dan novel. Ceritanya sudah terbagi dalam bab-bab pendek. Biasanya masih menggunakan format A4 atau B5. Setiap bab ada gambarnya, namun tidak sebanyak buku bergambar. Sangat cocok untuk anak yang sudah mulai lancar membaca tetapi belum siap beranjak pada buku sejenis novel. Teksnya lebih banyak, tapi masih ramah anak. Biasanya ceritanya lebih kompleks dari buku bergambar


Novel Awal (First Novel)


Ditandai dengan ukuran yang lebih kecil yaitu menggunakan kertas A5 atau A6. Ketebalan melebihi buku bab dan sudah lebih rapi alur ceritanya. Jenis novel awal tarhet sasarannyya adalah untuk anak yang sudah lancer membaca. Ada ilustrasi tapi lebih sedikit dan alur cerita mulai kompleks namun masih terhitung ringan, biasanya dalam bentuk serial bersambung.

Novel


Jenis nobel merupakan jenis buku cerita yang masuk dalam format buku cerita dewasa namun segi isi masih diperuntukan untuk anak usia sekitar 10 – 12 tahun. Jalan cerita sudah kompleks dengan jumlah halaman yang cukup tebal sekitar ratusan. Contoh terkenal: Harry Potter atau Si Dul Anak Jakarta.

Buku Kumpulan Cerpen


Satu buku isinya beberapa cerita pendek. Tiap cerita biasanya ada satu gambar aja. Jenis buku kumpulan cerpen ini cocok buat pembaca awal yang udah bisa baca sendiri karena teks lebih dominan dibanding gambar. Lewat buku ini anak bisa baca satu cerita selesai, istirahat, lanjut cerita lain.

Komik


Komik merupakan buku cerita yang full gambar. Cerita yang disajikan lewat gambar yang berurutan ditambahkan dengan dialog. Ada balon teks untuk percakapan tokoh. Bisa untuk anak-anak atau dewasa. Kombinasi sempurna antara visual dan teks. Cocok buat pembaca lancar yang menyenangi hal visual. Bisa jadi cara asyik buat anak yang malas membaca teks panjang.


Intinya, buku cerita bergambar itu adalah perpaduan antara gambar dan tulisan yang saling melengkapi satu sama lain. Bayangkan seperti duet yang kompak - gambarnya nggak bisa sendirian, tulisannya juga butuh teman. Mereka kerja sama untuk menyampaikan cerita dengan lebih menarik.

Buku jenis ini biasanya menceritakan hal-hal yang dekat dengan keseharian anak-anak. Tokohnya bisa manusia atau bahkan binatang-binatang lucu yang punya sifat seperti manusia. Yang keren, ceritanya dibuat supaya anak-anak bisa menghubungkan dengan pengalaman mereka sendiri.

Resep Rahasia Menulis Buku Cerita Anak Bergambar


Nah, supaya buku cerita bergambar ini bisa bikin anak-anak tertarik, ada beberapa "resep rahasia" yang perlu diperhatikan:

  1. Jalan ceritanya harus seru! Kalau ceritanya membosankan, anak-anak bakal males baca dong.
  2. Topiknya harus menarik untuk anak-anak. Misalnya tentang petualangan, persahabatan, atau hal-hal seru lainnya yang bikin mereka penasaran.
  3. Ceritanya harus "pas" dengan umur pembacanya. untuk anak prasekolah lebih baik menggunakan banyak pengulangan dan irama yang asyi. untuk pembaca yang lebih besar usianya alur ceritanya  bisa dibuat lebih kompleks dengan alur yang jelas dan dialog yang menarik
  4. Ceritanya sebaiknya memiliki kesesuaian dengan pengalaman sehari-hari anak atau hal-hal yang mereka suka.
  5. Gunakan bahasa yang kesannya akrab dan ramah, layaknya sedang berbicara dengan teman sendiri.
  6. Pemilihan gambar yang digunakan sangat penting sekali! Harus sesuai dengan latar belakang budaya dan keluarga anak-anak. Bisa juga memperkenalkan mereka pada hal-hal baru yang belum mereka ketahui.
  7. Ceritanya harus membuat anak-anak ingin membaca berulang-ulang. Kamu tau kan rasanya waktu masih kecil minta dibacain cerita yang sama terus-terusan? Nah, seperti itu!
  8. Yang terakhir, baik bahasa maupun gambarnya harus bisa memberikan informasi dan ide-ide baru yang memperkaya pengetahuan anak.

Jadi intinya, buku cerita bergambar itu bukan hanya sekedar buku dengan gambar cantik saja. Tapi lebih dari itu, dia adalah alat yang powerful dalam membantu anak-anak belajar having fun! Gambar dan tulisannya bekerja sama untuk membuat cerita menjadi lebih hidup dan mudah dipahami anak-anak. Ditambah lagi, buku seperti ini bisa jadi teman setia anak-anak dalam mengembangkan imajinasi dan kreativitas mereka.

Nah, bagaimana Super Parents dan para pendidik, apakah sudah memiliki gambaran tentang bagaimana cara menulis cerita anak? Idealnya jika ingin lebih memahami harus langsung praktik, nih. Sudah siap mempraktikannya? Bisa dimulai dari menulis buku cerita bagi anak-anak pra membaca yang cenderung lebih sederhana dan mudah. Yuk, dicoba!

Rahasia Metode Pembelajaran PAUD yang Menyenangkan dan Merangsang Kreativitas

Selasa, 15 Oktober 2024

 Halo, Super Parents!


Pernahkah kalian melihat mata anak-anak berbinar-binar saat menemukan sesuatu yang baru? Atau mendengar celoteh penuh semangat mereka saat bercerita tentang pengalaman seru di sekolah? Nah, itulah momen-momen emas yang bisa kita manfaatkan untuk mengenalkan sains pada si kecil!


metode pembelajaran paud

 

Tunggu dulu, jangan buru-buru membayangkan anak TK dengan jas lab dan kacamata tebal ya. Sains untuk anak usia dini itu justru penuh warna, tawa, dan kegembiraan! Bayangkan saja ketika kita bersama anak-anak bermain balon sabun sambil belajar bagaimana cara membuatnya, atau membuat es krim sambil memahami perubahan wujud. Seru kan?

Di artikel ini, kita akan menjelajahi berbagai metode pembelajaran sains yang asyik dan mudah diterapkan untuk anak usia dini. Dari bercerita sampai bereksperimen, semua dikemas dalam aktivitas yang membuat anak-anak betah belajar. Yang lebih seru lagi, kita akan membongkar rahasia di balik setiap kegiatan, supaya Super Parents bisa menjadi 'ilmuwan cilik' bersama si kecil di rumah. Yuk simak bersama, 8 metode yang bisa kita aplikasikan bersama Ananda.

Metode Pembelajaran untuk Sains Anak


1. Metode Bercerita


Metode ini menggunakan cerita untuk menyampaikan konsep sains kepada anak-anak. Cara menerapkannya yaitu dengan konsep bercerita, bisa juga menggunakan bantuan buku atau melalui pengetahuan lisan para guru atau Super Parents.

Misalnya Super parents atau guru bisa menceritakan proses air hujan yang turun membasahi bumi. Kisah ini bisa dikemas dalam tema "Petualangan Tetesan Air". Super Parents bisa memulai bercerita tentang siklus air. Cerita ini mengikuti perjalanan setetes air dari awan, turun sebagai hujan, mengalir di sungai, dan akhirnya menguap kembali ke langit. Berkumpul Kembali menjadi awan dan jatuh lagi Kembali ke bumi berupa air hujan. Dan seterusnya.

2. Karya Wisata


Metode ini melibatkan kunjungan ke lokasi tertentu untuk pengalaman langsung. Menurut Moeslichatoen metode karya wisata merupakan salah satu metode yang dilaksanakan dengan cara mengamati dunia secara langsung dan nyata.

Aktivitasnya banyak ragam, salah satu aktivitas yang bisa dipilih adalah kunjungan ke kebun binatang untuk mempelajari berbagai jenis hewan, habitatnya, dan cara mereka beradaptasi dengan lingkungan.

3. Sosio Drama


Metode sosiodrama disebut juga role playing. Metode pembelajaan ini dilakukan melalui konsep memerankantokoh atau sebuah benda dengan bertujuan agar anak-anak mampu berekspresi, berimajinasi dan mengembangkan daya kreativitas melaui figure tokoh yag diperankannya.

Dalam pembelajaran sains anak-anak bisa memerankan skenario tertentu untuk memahami konsep sains. Skenario yang bisa disusun misalnya anak-anak memerankan proses fotosintesis. Beberapa anak berperan sebagai tanaman, sementara yang lain menjadi matahari, air, dan karbon dioksida juga oksigen dan glukosa.

4. Pemberian Tugas


Masih menurut Moeslichatoen, bahwa dalam metode pemberian tugas anak-anak diberikan tugas yang disesuaikan dengan kemampuannya dan harus dikerjakan dengan baik bertujuan memberikan pengalaman yang nyata kepada anak bisa dilakukan secara individua tau kelompok.

Anak-anak diberi tugas spesifik terkait konsep sains. Misalnya merancang kegiatan bersama Ananda dengan meminta mereka mengumpulkan daun-daun yang jenis berbeda-beda. Kemudian mengelompokkannya berdasarkan bentuk atau warna. Setelah itu anak-anak bisa mempresentasikannya di depan teman-teman dan juga gurunya.


5. Bercakap-cakap


Menurut Hildebrand metode bercakap-cakap memberikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya dan perasaannya secara verbal melalui proses pembelajaran, hal ini bisa mengembangkan kemampuan Bahasa reseptif dan ekspresif Ananda.

Metode ini melibatkan diskusi interaktif tentang topik sains. Menerapkannya bisa dengan cara Super Parents membuka diskusi tentang cuaca. Lakukan diskusi interaktif dengan meminta anak-anak berbagi pengalaman mereka, menceritakan apa kesan mereka dan dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan terbuka seperti "Apa yang terjadi saat hujan?"

6. Metode Eksperimen


Kegiatan eksperimen dilakukan bersama anak dengan bermacam tema, misalnya memilih tema untuk mengetahui penyebab benda bisa tenggelam dan terapung. Langkah percobaan yang dilakukan yaitu dengan meminta ananda memasukkan berbagai benda ke dalam air untuk melihat apakah benda tersebut tenggelam atau mengapung.

Sambil melakukan percobaan, ajak Ananda berdiskusi kenapa keadaan itu bisa terjadi. Sedikit bocoran, nih tentang teori tenggelam dan terapung untuk diceritakan pada Ananda. Beritahu Ananda bahwa ketika sebuah benda dimasukkan ke dalam air, ada dua gaya utama yang bekerja yaitu gaya gravitasi yang menarik benda ke bawah, dan gaya apung (buoyancy) yang mendorong benda ke atas.

Benda yang lebih padat dari air artinya memiliki massa jenis yang lebih besar, hal ini menunjukkan gaya gravitasi lebih besar dari gaya apung, sehingga benda tenggelam. Sebaliknya Jika benda kurang padat dari air dalam artian massa jenis lebih kecil, maka gaya apung lebih besar dari gaya gravitasi, oelh karena itu benda bisa mengapung.

Contohnya batu kecil (padat) akan tenggelam karena massa jenisnya lebih besar dari air sedangkan potongan gabus (kurang padat) akan mengapung karena massa jenisnya lebih kecil dari air.


7. Metode Demonstrasi


Melalui metode demonstrasi guru bisa menunjukkan proses sains kepada anak. Metode demonstrasi menurut Djamaroh adalah cara penyajian pembelajaran dengan memeragakan atau menunjukkan sesuatu kepada anak.

Banyak sekali aktivitas sains yang bisa menggunakan metode demonstrasi, salah satunya kita bisa melakukan percobaan bersama Ananda tentang perubahan wujud air. Pendidik atau Super Parents bisa mendemonstrasikan perubahan wujud air dari es (padat) menjadi air (cair) dan uap (gas). Perubahan wujud terjadi karena perubahan energi panas (kalor) yang dimiliki molekul-molekul air:

Contoh praktis yang bisa didemontrasikan adalah es batu yang dibiarkan di suhu ruang akan mencair dan air yang direbus akan menguap dalam bentuk asap yang keluar dari panci.

8. Metode Proyek: Menanam dan Merawat Tanaman


Moeslichatoen menjelaskan bahwa metode proyek adalah metode pembelajaran yang dapat melatih konsep tanggung jawab pada anak, selain itu meetode pembelajaran ini juga bisa melatih daya konsentrasi serta mengembangkan kreativitas anak.

Super parents dan pendidik bisa membuat proyek bersama anak tentang merawat tanaman misalnya. Kegiatan proyek dilakukan dari mulai menanam biji, merawatnya, dan mengamati pertumbuhannya selama beberapa minggu.

Melalui proyek bersama ini anak-anak jadi memahami bahwa proses pertumbuhan tanaman melibatkan beberapa proses biologis yang diantaranya yaitu:

Perkecambahan: Biji menyerap air, mengaktifkan enzim-enzim yang memecah cadangan makanan dalam biji. Embrio dalam biji mulai tumbuh, mendorong akar dan tunas keluar.

Fotosintesis: Setelah daun tumbuh, tanaman mulai melakukan fotosintesis, mengubah energi cahaya menjadi energi kimia (glukosa) dengan bantuan klorofil, air, dan karbon dioksida.

Pertumbuhan: Tanaman menggunakan energi dari fotosintesis untuk membentuk sel-sel baru, memperpanjang batang dan akar, serta mengembangkan daun baru.

Metode proyek biasanya memerlukan waktu yang agak Panjang. Dari proyek menyemai biji kacang hijau didapatkan beberapa kesimpulan bahwa biji kacang yang ditanam akan berkecambah dalam beberapa hari jika diberi air cukup. Tanaman yang diletakkan di tempat gelap akan tumbuh pucat dan lemah karena kurang fotosintesis.


Poin Penting dalam Menerapkan Metode Pembelajaran di PAUD


Nah, Super Parents kita sudah menjelajahi berbagai metode seru untuk mengenalkan sains pada si kecil. Ingat ya, kunci utamanya bukan hanya pada apa yang diajarkan, tapi bagaimana cara mengajarkannya. Biarkan rasa ingin tahu anak menjadi bintang utama dalam perjalanan belajar mereka.

Ada beberapa poin penting yang harus diterapkan oleh Super Parents yaitu jadikan pembelajaran sains itu fleksibel bisa dilakukan di mana saja, kitab isa menyulap dapur menjadi laboratorium sains untuk melakukan berbagai aktivitas bersama Ananda. Begitu pula dengan halaman rumah yang bis akita sulap menjadi kelas.

Jangan pernah takut dengan pertanyaan "kenapa?" dari si kecil. Justru, itu tanda mereka sedang mengembangkan pemikiran kritis. Kalau bingung menjawab, jadikan itu kesempatan untuk mencari tahu bersama.

Kegagalan dalam eksperimen? Itu bonus pelajaran! Ajari anak bahwa ilmuwan sejati juga sering gagal, tapi selalu belajar dari kegagalan itu. Yang penting, Super Parent harus tetap menjaga proses berkegiatan belajar bersama Ananda menyenangkan dan penuh keceriaan. Hal ini akan menggugah semangat anak.

Super Parents tidak perlu jadi Einstein untuk mengajarkan sains pada anak. Yang perlu dikembangkan adalah kesabaran yang super ekstra, kreativitas, dan juga keinginan belajar bersama.


Summary


Dengan menerapkan metode-metode yang sudah kita bahas, kita bukan hanya mengajarkan sains, tapi juga menanamkan kecintaan pada proses belajar dan penemuan. Siapa tahu, dari kegiatan sederhana meneliti benda bisa tenggelam dan terapung, kita sedang mempersiapkan ilmuwan-ilmuwan hebat masa depan!

Jadi, jangan ditunda lagi? Yuk, kita berpetualang sains bersama buah hati tercinbta! Biarkan tangan mereka kotor dengan tanah saat membuat proyek menanam pohon, atau membuat dapur berantakan ketika melakukan bereksperimen. Karena dampak dari semua itu, ada pembelajaran yang sangat berharga.

Selamat bereksperimen dan belajar bersama! Ingat, dalam dunia sains anak usia dini, proses itu sama pentingnya dengan hasil. So, nikmati setiap momen penuh kejutan dan keajaiban bersama mereka. Happy learning by doing Super Parents and Kids.

5 Tahapan Perkembangan Ajaib Spiritual Anak

Minggu, 13 Oktober 2024

Hai Super Parents,…Assalamualaikum.


Ketika sedang jalan-jalan bersama si kecil, mungkin super parents pernah dikagetkan oleh celotehan si kecil yang dengan polosnya bertanya tentang wujud Tuhan. Bunda Tuhan itu seperti apa, sih? Punya tongkat sakti ya? Hmm…Atau pernah suatu kali sang putri kecil kemana-mana inginnya pakai mukena dan membawa Al-Quran di tangannya, bahkan selalu ada dalam tas mainnya. Tenang, kalian tidak sendiri, banyak juga orang tua lain mengalami hal yang sama.

Dunia spiritual anak-anak penuh kejutan bagaikan roller coaster, membuat kita sering merasa kaget. Namun tidak jarang juga tersenyum dan tertawa melihat tingkah polahnya dan juga karena imajinasinya yang terkadang di luar nalar. 

Apalagi di era digital sekarang, nih. Informasi yang diterima ananda banyak yang masuk dan tidak mudah untuk membendungnya. Mereka banyak mendapatkan info dari gadget. Dampaknya, menjadi orang tua di era digital ini menjadi petualangan seru yang sekaligus juga bikin deg-degan.

tahapan perkembangan keagamaan anak
 

Nah, supaya petualangan seru kita dalam mendampingi anak bisa berjalan dalam kenyamanan hakiki, yuk kita coba pahami tahapan perkembangan spiritual Ananda. Semoga dengan berbekal diri dengan pengetahuan ini, kita bisa mengambil sikap yang tepat dalam menghadapi tingkah laku si kecil yang kadang menguji adrenalin kita. Semoga setelah paham, Super Parents akan dengan santai menanggapi keanehan tingkah si kecil dengan hanya bergumam “oh, itu memang hal wajar …!”

Siap-siap ya! Kita akan memecahkan kode 'bahasa rahasia' spiritual anak-anak, dari yang cuma bisa bilang "Tuhan baik" sampai yang sok-sokan ceramah ala ustadz cilik. Semoga setelah membaca pemaparan ini, Super Parents bakal memiliki kekuatan penuh untuk memahami dan membimbing perjalanan spiritual Si Kecil.

Tahapan Perkembangan Pembelajaran Nilai Keagamaan Anak Usia Dini  


Mari kita lanjutkan diskusi kita tentang bagaimana ananda yang sudah memasuki usia taman-kanak-kanak mulai mengenal dan memahami nilai-nilai agama. Berikut ini 5 kemungkinan tentang tahapan perkembangan dan pemahaman ketika anak diperkenalkan tentang nilai keagamaan, ada 5 tahapan nih Super Parents, diantaranya yaitu unreflective, egocentris, misunderstand-verbalis, ritualis, dan imitative.

Tahap Unreflective (Tanpa Refleksi)


John Echol (1995) Memaknai istilah reflektif sebagai tidak mendalam. Pada tahapan ini, anak belum memiliki kemampuan untuk menyaring informasi keagamaan yang mereka dapatkan secara mendalam. Mereka belum bisa merenungkan. Mereka akan menerima informasi sesuai dengan pikiran polos mereka. Kalau orang tua bilang "Tuhan selalu melihat kita", bisa saja Ananda berimajinasi Tuhan adalah sesosok makhluk yang memiliki mata besar dan mengawasi terus.

Ketika Super Parents bercerita tentang keindahan surga, bisa jadi dalam benak Ananda akan terbayang bahwa surga adalah suatu tempat yang dipenuhi dengan aneka coklat, permen dan juga puding. Atau hal lainnya sesuai dengan apa yang Ananda sukai dan gandrungi.

Untuk itu pada tahapan ini pemberian pengetahuan keagamaan masih dalam konteks yang sederhana. Jangan sekali-kali kita menakut-nakuti Ananda dengan ungkapan,"Nanti masuk neraka lho!". Fokus saja dulu ke hal-hal dasar seperti, "Tuhan sayang kita" atau "Berbuat baik itu penting".

Berbasis pernyataan Maria Montessori yang menerangkan bahwa pikiran anak usia dini layaknya sebuah spons, mereka akan menyerap segala informasi yang masuk ke dalam pikiran mereka dengan sangat mudah, semudah spons dalam menyerap cairan. Untuk itu pada tahapan ini ceritakan hal-hal yang baik terlebih dahulu.

Para pendidik dan orang tua juga tidak perlu terlalu kecewa atau memarahi anak ketika anak tidak serius menjalankan pembelajaran tentang salat atau doa, karena anak belum bisa serius dan merenungkan apa yang dipelajarinya. Apalagi jika kita menuntut mereka untuk mengikuti sama persis dengan apa yang kita ajarkan.

Hal ini bukan menunjukkan ketidakberhasilan dalam proses pembelajaran, kita harus memahami bahwa memang anak sedang dalam tahapan pemahaman unreflective. Selain itu juga kemampuan mereka belum sempurna, misalnya perkembangan bahasa yang masih dalam tahap perkembangan, misalnya masih ada yang cadel atau banyak tidak mengenal kata dan juga tidak paham artinya. Banyak kata asing yang bisa mereka ketahui melalui pemeblajaran nilai agama. Selain itu motoriknya juga belum berkembang sempurna seperti halnya juga aspek perkembangan lainnya.

Tahap Egocentris (Berpusat pada Diri Sendiri)


Pada tahapan ini, anak sudah memasuki pada tahapan memiliki sedikit pengertian atas informasi yang didapatkan. Mereka akan berpikir dan banyak bertanya. Namun masih terbatas konteks ke ’Aku-an’ nya.

Hal ini bisa dilihat dari tingkah lucunya ketika berdoa dia akan berkata, "Ya Tuhan, bukakan hati mama agar mau membelikan aku mobil remote, ya!” Bahkan ketika hari terlihat cerah setelah seharian turun hujan dia akan berceloteh, “Alhamdulillah Allah maha tahu, nih, kalau aku emang beneran lagi ingin main sepeda di luar!”.

Untuk itu, tahap ini merupakan kesempatan yang bagus untuk mengenalkan anak pada konsep ke-Tuhanan, bahwasannya Tuhanbertindak secara universal, kemurahannya diperuntukkan bagi semua manusia. Super Parents bisa mengajak mereka berdiskusi dengan ungkapan, “ Kakak, menurut kamu kira-kira Allah azza wa Jalla sayang tidak ya sama teman-teman kamu?”

Pada tahap ini juga Super Parents sudah bisa mengenalkan konsep bersyukur atas pemberian yang Allah kasih, bukan hanya sekedar meminta lewat doa saja. Mereka sudah bisa diberi pemahaman bahwa harus banyak bersyukur dengan apa yang sudah diberikan Allah selama ini. Dengan cara apa? Dengan menjadi anak baik, mau belajar ngaji, mau belajar salat dan nilai-nilai kebaikan lainnya.

Namun, jangan kecewa jika mereka juga tidak mau mengikuti perintah kita untuk belajar salat misalnya, karena di tahapan ini ego mereka masih sangat dominan dan psikologis mereka belum stabil. Perlu sabar dalam mengarahkannya.

Tahap Misunderstand-Verbalis (Salah Paham Verbal)


Di tahap ini, biasanya anak-anak udah mulai terbiasa dengan istilah "agamis" walaupun sering salah mengartikan, misalnya, pahala diartikan seperti sebuah permen. Biasanya anak-anak seringkali reflek mengucapkan kata astagfirullah walau sesungguhnya tidak paham kalau maknanya adalah mohon pengampunan. Atau ada juga nih anak kecil yang berseloroh, “Ih, kamu nakal, kamu harus tobat!” Ketika ditanya apa makna tobat, maka si kecil bingung menjawabnya.

Nah, pada tahap ini, Super Parents mulai bisa menjelaskan sedikit demi sedikit tentang makna kata-kata agamis yang sering didengar oleh anak. Ini waktu yang tepat untuk menjelaskan makna dari kata-kata agama yang acap mereka dengar.

Gunakan kalimat sederhana ketika menjelaskan, misalnya "Nak, Pahala itu seperti hadiah dari Allah karena kita berbuat baik." Atau “Tobat itu maksudnya meminta maaf kepada Allah.” Ketika Ananda salah mengartikan ada baiknya Super Parents tidak menertawakannya apalagi kalau sambil marah.

Menertawakan atau memarahi anak bisa menyebabkan Ananda kehilangan rasa ingin tahunya (curiosity) terhadap nilai keagamaan dan akhirnya malas untuk belajar.

Tahap Ritualis (Terfokus pada Ritual)


Sekarang kita masuk ke tahap di mana anak-anak mulai tertarik dengan ritual-ritual agama. Mereka suka sekali melakukan hal-hal yang kelihatannya "agamis", meskipun belum memahami maknanya. Misalnya Anak perempuan lagi senang-senangnya pakai mukena, bahkan sampai digunakan saat bermain.

Anak laki-laki senang sekali mendengar suara adzan tetapi mungkin kesenangannya itu dilandasi karena suka ketika mendengar adzan digaungkan lewat pengeras suara. Atau rajin ikut tarawih hanya karena ingin mendapat makanan buka puasa.

Nah, Ini momen yang bagus untuk mulai menjelaskan makna di balik kegiatan ritual keagamaan. Bisa mulai dari hal-hal simpel, misalnya "Kita sholat untuk berterima kasih sama Tuhan." Jangan terlalu kaku. Kalau anak main-main pakai atribut agama, gak papa. Perlahan kita mengajari mereka tentang cara menghormatinya.

Pada usia 3-6 tahun kemampuan Bahasa anak juga sedang proses berkembang. Berbasis pendapat pakar Bahasa Elizabeth tentang konsep perkembangan Bahasa yang sedang pesat di masa ini. Mengembangkan dan mengenalkan nilai agama kepada anak juga bisa dijadikan sarana untuk mengembangkan bahasanya.

Disarankan untuk melatih kegiatan keagamaan dengan konsisten melalui latihan secara rutin dan praktik langsung bukan hanya sekedar pengetahuan yang informatif saja.Karena pengalaman nyata akan memberikan pengalaman yang berdampak bagi anak.

Tahap Imitative (Meniru)


Masa kanak-kanak masih berada dalam masa dasar dalam perkembangan. Mereka sangat tertarik untuk meniru apa yang orang dewasa di sekitarnya lakukan. Mereka berusaha menjadi "mini-version" dari sosok orang dewasa yang berada di sekitarnya.

Anak-anak pintar sekali berakting jadi "orang yang agamis". Pada tahapan ini anak perempuan mulai suka pake jilbab meniru bundanya. Yang laki-laki senang mengenakan sarung dan peci menitu gaya ayahnya.

Mereka mulai bergaya menasehati temannya menggunakan istilah agamis, padahal sendirinya masih suka berbuat kesalahan yang sama. Bahkan ada juga lho anak yang mahir menirukan gaya seorang ustadz, baik dari cara berpakaian atau gaya sang ustadz berbicara. Hadeuuh. Lucunya.

Tahapan ini merupakan tahapan yang krusial. Konsisten antara perbuatan dan ucapan sangat penting agar tidak mengecewakan anak. Jika kita mendahulukan nilai agama di setiap perbuatan kita maka akan tertanam dalam jiwa anak bahwa nilai agama adalah sesuatu yang penting dan harus dijadikan pedoman.

Untuk itu jadilah orang tua yang mampu menjadi tauladan bagi anak-anaknya. Persiapkan diri jauh hari sebelum dianugerahi seorang keturunan. Kalau kata ibu Maria Montessori, pengaruh keberhasilan sebuah pembelajaran adalah bersumber dari orang dewasa yang dipersiapkan baik dari sisi lahiriahnya maupun batiniahnya atau psikologisnya agar mampu membentuk generasi unggul dan membanggakan.

Mengembangkan Nilai Keagamaan Melalui Konsep Potret, Esensi dan Target


Postur tubuh annak yang mungil menjadi sinyal bagi kita orang dewasa agar bisa lebih memahami karakteristik dasar anak. Mereka tentu saja perlu dibina oleh kita sebagai orang dewasa yang sudah memiliki kebesaran baik dari sisi fisik maupun psikologisnya. Tugas kita lah membimbing anak dengan kesesuaian tahap perkembangannya, begitu pula dalam menanamkan nilai agama. Ada 3 hal yang harus kita perhatikan, Pengembangan nilai agama didasarkan pada potret, esensi dan target. Apa maksudnya, yuk lanjut kita baca pemaparannya.

Potret Pengembangan Nilai Agama Anak


Anak dibimbing harus dengan patokan yang jelas. Kurikulum yang diterapkan harus jelas. Penjelasan tentang program pengembangan agama jangan hanya sekedar melakukan rutinitas saja seperti halnya pembiasaan pada makan, minum, tidur dan urusan biologis lainnya. 

Program penanaman nilai keagamaan pada anak harus mengakar pada diri anak. Anak harus terbentuk menjadi pribadi yang mampu memaknai konsep dirinya hadir di dunia ini pada pemikirannya kelak setelah dia dewasa.

Dari sejak dini harus dikenalkan secara bertahap, bahwa kita hidup sebagai manusia harus memiliki nilai bukan hanya sekedar urusan biologis, karena jika penekanan hanya ada pada urusan biologis akan sama saja fungsi kita seperti hewan.

Esensi Pengembangan Nilai Agama


 Jadi, apa intinya mengajarkan agama ke anak usia dini? Esensinya bukan hanya menciptakan anak menjadi robot yang hafal ayat-ayat, tapi lebih pada penanaman nilai-nilai baik yang sesuai ajaran agama. Penekanannya dalam pembentukan akhlak mulia dan mensupport anak untuk menjadi versi terbaik dari yang dirinya miliki. Secara simpel, kita mau anak paham bahwa ada 'sesuatu' yang lebih besar dari diri mereka, yang menyayangi dan melindungi mereka.

Goalnya adalah membimbing anak agar bisa lebih mengenal Tuhannya. Bukan hanya mengenal nama tapi juga mengetahui bahwa Allah itu memiliki sifat bai seperti penyayang , pemurah, maha kaya dan lainnya.

Melalui penanaman nilai agama anak jadi memahami mana hal yang boleh dia lakukan mana yang “Big No No” berdasarkan nilai agama yang dianut dan bukan hanya berdasarkan takut pada orang tua. Kita juga sedang membiasakan anak untuk melakukan ritual ibadah menurut agamanya. Tentu saja tanpa paksaan! Sehingga anak bisa bersyukur bukan hanya pada manusia, namun juga kepada Tuhannya.


Target Nilai Pengembangan Nilai Agama Anak


Target utamanya adalah untuk mewarnai pertumbuhan dan perkembangan anak dekat dengan nilai keagamaan. Semua ini didasarkan pada:

  1. Anak terlahir dalam keadaan suci. Seusai dengan hadis Rasulullah SAW, yang menyatakan bahwa Sesuangguhnya anak dilahirkan dalam keadaan suci, Ayah ibunya lah yang menjadikan dia Nasrani, Yahudi dan juga Majusi.
  2. Awal kehidupan anak tentu akan penuh diwarnai dengan prinsip kejiwaan yang dimiliki oleh anak.

Atas dasar inilah sebagai orang tua dan pendidik target kita ketika membimbing anak pertama kali berbicara dia harus bisa berbicara dengan menggunakan kata-kata yang sopan. Ketika makan dia harus terbiasa menggunakan tangan kanan, menghabiskan makanan dan tidak tabzir. Makan dengan mengambil makanan yang paling dekat dengannya, dan hal lainnya yang sudah ditetapkan oleh kaidah agama.


Kompetensi Perkembangan Nilai Agama dan Moral AUD


Supaya Super Parents memiliki sedikit gambaran tentang apa saja nilai-nilai yang perlu dikembangkan dan diterapkan pada ananda, saya akan memaparkan beberapa kegiatan yang berkaitan dengan nilai agama dan moral sesuai dengan tahapan usia ananda. Berikut ini pemaparannya:


Kompetensi Perkembagan Nilai Agama dan Moral

Usia 3 – 4 tahun

Usia 5 – 6 tahun

Aplikasi Kegiatan

Keterangan

Mengenal Tuhan

Menyebut nama Tuhan.

Mengetahui tempat ibadah sesuai dengan agamanya.

Meniru kegiatan ibadah secara sederhana.

Menyebutkan ciptaan-ciptaan Tuhan.

Memahami sifat-sifat Tuhan seperti pengasih, penyayang, maha kaya dan lainnya.

Mengenal doa-doa pendek.

Menggunakan kartu info.karya wisata di alam untuk mengenalkan konsep ciptaan Tuhan dan sifat Tuhan.

Usia 3 – 4 tahun mengenal konsep dasar seperti nama Tuhan dan tempat ibadah. Sedangkan untuk usia 5 – 6 tahun lebih kompleks, yaitu sifat Tuhan dan ciptaannya.

Moral dan Etika

Mengucapkan terima kasih ketika mendapatkan sesuatu.

Mengucapkan salam.

Mengetahui sikap baik dan buruk.

Mengucapkan terima kasih, minta tolong, mengucapkan maaf.

Mau menyapa serta menjawab sapaan.

Bersikap sopan terhadap orang tua dan guru.

Mengerti konsep benar dan salah.

Mulai menanamkan konsep kejujuran.

Menyiram tanaman, memberi makan binatang. Bersikap ramah.

Meminta tolong dengan baik.

Berbahasa sopan ketika berbicara.

Bermain puzzle sederhana tentang aneka sifat baik.

Usia 3 – 4 tahun mulai mengenal orang lain. Usia 5 – 6 tahun mulai peduli lingkungan.

Toleransi

Mengenal aneka keberagaman di kalangan temannya.

Mulai Menghargai orang lain.

Menghargai teman yang berbeda agama.

Memahami jika masing-masing orang memiliki cara beragama yang berbeda.

Melalui pembelajaran seni. Menggambar symbol agama, atau membuat karya seni yang berhubungan dengan tema keagamaan.

 

Kegiatan Keagamaan

Ikut serta dalam kegiatan keagamaan sederhana.

Mendengarkan cerita-cerita keagamaan.

Mampu melakukan ibadah sederhana sesuai agamanya melalui bimbingan.

Mengenal hari-hari besar keagamaan.

Berpartisipasi dalam perayaan hari keagamaan dalam konteks sederhana.

Mengenal ciptaan Tuhan dan menyebutkannya seperti kucing, pohon rambutan dll.

Menyanyikan lagu keagamaan.

Menggunakan metode bercerita, mengenalkan tokoh nabi dan kebaikannya. Misal Nabi Muhammad SAW yang pemaaf.

Usia 3 – 4 tahun Meniru kegiatan ibadah secara sederhana. Sedangkan Usia 5 – 6 tahun melakukan ibadah secara mandiri, mulai memiliki inisiatif.

Nilai Kemanusiaan

Mau menolong teman.

Tidak mengganggu teman.

 

Menunjukkan sikap mau menolong teman.

Mulai memahami pentingnya berbagi.

Menunjukkan kepedulian pada lingkungan sekitar.

 

Menggunakan metode bermain peran untuk usia 3 – 4 tahun, mempraktikan membantu ibu. Untuk usia 5 – 6 tahun memerankan adegan berbagi makanan dengan teman.

Usia 3 – 4 tahun mulai mengenal teman. Sedangkan usia 5 – 6 tahun aktif menghargai perbedaan dan menunjukkan sikap toleransi.

Pengenalan Kitab Suci

 

Mengenal kitab suci agamanya.

Mampu menyebutkan tokoh kitab suci.

Dengan metode berbanyi, tengtang kitab suci.

Usia 3 – 4 tahun belum ada indokator spesifik.

Sedangkan umur 5 – 6 tahun mulai mengenal macam-macam kitab suci dan Nabinya.

 

 

 

 

 


Nah, Super Parent, perlu diingat juga, bahwa setiap anak itu terlahir unik, jadi ketika mencoba menerapkan nilai keagamaan dan moral pada anak harus disesuaikan dengan tahap perkembangan masing-masing anak. Jangan memaksa dan harus dilakukan dalam suasana yang bahagia, aman juga nyaman bagi orang tuanya dan tentu saja bagi si kecil.


Gunakan bahasa yang sederhana ketika menjelaskan pada anak dan berikan afirmasi positif, agar mereka senang melakukan hal positif yang sesuai tuntunan. 


Prinsip Dasar Pembelajaran Perkembangan Nilai Anak  


Selain mengetahui tahapan perkembangan dalam pembelajaran nilai-nilai agama, sebagai orang tua dan pendidik kita juga harus paham prinsip dasar dalam kajian perkembangan nilai-nilai agama pada anak usia dini. Apa sajakah? Mari kita kupas lagi!

  1. Prinsip Aktivitas. Kegiatan reel akan lebih berdampak buat anak. Utamakan penerapan yang dilakukan erat kaitannya dengan aktivitas kehidupan sehari-hari.
  2. Prinsip Keteladanan. Siap menjadi tauladan bagi Ananda. Karena jika tidak ada contoh yang linier maka proses pembelajaran akan sia-sia.
  3. Prinsip Kesesuaian dengan Kurikulum Spiral. Sampaikan pembelajaran secara bertahap, dimulai dari yang sangat mudah, mudah dan agak sulit menuju pada hal sulit.
  4. Prinsip Developmentally Appropriate Practise (DAP). Utamakan prinsip kesesuaian pada perkembangan setiap anak, jangan memaksa anak layaknya orang dewasa mini yang harus asama dengan kita.
  5. Prinsip Psikologi Perkembangan Anak. Terapkan prinsip yang memahami psikologi perkembangan anak, kenali fase perkembangannya.
  6. Prinsip Monitoring. Lakukan monitoring rutin dan berkala. Sampai sejauh mana anak mampu menerapkan pembelajaran yang sudah diberikan. Hal ini penting untuk pijakan evaluasi ke depannya.


Kesimpulan dan Antisipasi Sikap Orang Dewasa Terhadap Pengembangan Nilai Keagamaan Anak


Dalam proses mengembangkan nilai agama pada anak, yang paling penting adalah kita sebagai orang dewasa sekaligus pendidik harus menyiapkan diri untuk menjadi orang dewasa matang yang patut menjadi contoh baik bagi ananda.

Anak-anak lebih suka meniru daripada diceramahi Panjang lebar. Kita juga harus selalu siap menjawab pertanyaan mereka, walau pun jangan ragu menjawab tidak tahu jika memang kita tidak mengetahui jawaban yang ditanyakan oleh anak. Ajak anak untuk mencari jawabannya bersama, misalnya lewat baca buku atau mendengarkan kajian di Youtube. Pertanyaan dari anak-anak seringkali membuat kita harus berpikir keras lho untuk menemukan dan memberikan jawaban yang tepat.

Buat suasana belajar agama menjadi menyenangkan. Melalui konsep bercerita, nyanyian, atau permainan. Hormati proses mereka. Kadang anak-anak bisa mundur atau maju dalam pemahaman agamanya. Konsistensi itu perlu dan penting sekali. Jika kita ingin mengajarkan tentang kejujuran, bangun dulu diri kita menjadi orang yang jujur. ya kita juga harus jujur.

Libatkan anak dalam kegiatan sosial keagamaan. Misalnya, mengajak mereka berbagi makanan takjil atau terbiasa membantu kita menunaikan zakat. Hal ini mengajarkan kepada anak tentang aspek sosial keagamaan. Ajari ananda perihal toleransi dalam agama dari sejak kecil dalam konteks yang sederhana.

Perkembangan spiritual anak merupakan perjalanan yang panjang. Dalam proses perjalanannya bisa saja kita menemukan kerikil atau liukan, jalannya tak melulu lurus juga lurus. Yang terpenting kita bisa menjadi seorang pemandu yang sabar dan bijak dalam menemani perjalanan mereka mengenal dan memahami nilai-nilai agama.

Mengajarkan nilai-nilai agama pada anak itu layaknya sedang bercocok tanam. Bibit yang kita tanam tidak bisa kita paksakan agar tumbuh langsung besar, semuanya berproses, butuh siraman air serta pemberian pupuk yang sesuai agar bisa tumbuh subur.

Jadi, santai saja dalam menghadapi pelangi perkembangan spiritual anak-anak. Yang penting kita bisa menjadi panutan yang baik dan selalu siap menjawab pertanyaan mereka dengan sabar. Nikmati prosesnya dan syukuri hasilnya. Pelan-pelan tapi pasti, mereka bakal tumbuh menjadi individu yang memiliki pemahaman agama yang kuat dan bermakna. Tapi ingat ya, ini bukan aturan kaku. Setiap anak itu unik dan bisa saja punya "jalan spiritual" yang beda-beda. 

Stttt..., Super Parents sadar tidak, sebenarnya petualangan kita dalam memahamkan anak pada nilai keagamaan adalah bukan hanya anak yang berkembang pemahaman nilai keagamaannya tapi titik berat justru ada pada pengembangan kedalaman pemahaman agama kita sendiri. Setuju? Keep spirit dan salam pengasuhan.

Karakteristik Seni Rupa Anak USia Dini, Coretan yang Memilki Makna

Selasa, 08 Oktober 2024

Pagi itu, Laras yang baru berusia 4 tahun duduk tekun dengan krayon berwarna-warni di tangannya. Coretan-coretan tak beraturan memenuhi kertas gambar di hadapannya. Garis-garis melengkung, melingkar, dan zigzag berwarna merah, biru, dan kuning saling tumpang tindih. Namun, ketika aku mendekati dan bertanya tentang gambarnya, mata bocah 5 tahun itu berbinar-binar. Dia menjelaskan "Ini mama lagi masak di dapur, Bu!" serunya dengan bangga, menunjuk pada sekumpulan garis melingkar di pojok kertas. "Yang ini asap dari masakannya mama, enak lho bu rasanya!" Laras menjelaskan sembari menunjuk garis-garis vertikal yang menjulang ke atas.


Sebuah ilustrasi yang pasti seringkali ditemui para praktisi pendidikan anak usia dini, bukan? Celoteh lucu namun memiliki makna yang mendalam. Kita sebagai orang dewasa harus mampu memberikan apresiasi pada hasil karya yang mungkin secara kasat mata orang dewasa sangat membingungkan. Bagaimana nih supaya kita bisa menyikapi secara bijak tetang daya pikir dan imajinasi anak? Sepertinya kita harus membuka wawasan kita tentang hakikat dari seni rupa anak usia dini, yuk kita telusuri.

karakteristik seni rupa anak



Hakikat Seni Rupa Anak Usia Dini


Mengacu pada esensi atau makna dasar dari aktivitas seni yang dilakukan oleh anak-anak pada tahap awal perkembangan mereka. Seni bagi anak usia dini bukan sekadar aktivitas untuk menciptakan gambar atau bentuk visual, melainkan sebuah media untuk berekspresi, mengeksplorasi, dan memahami dunia di sekitarnya. Apa maksudnya?

1. Seni sebagai Sarana Ekspresi Diri dan Emosi Anak


Seni rupa bagi anak usia dini merupakan media utama untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran yang mungkin belum bisa mereka ungkapkan secara verbal. Pada usia dini, kosakata anak masih terbatas sehingga mereka lebih mudah mengomunikasikan apa yang mereka rasakan melalui coretan, warna, dan bentuk. Setiap goresan atau pilihan warna yang mereka gunakan mencerminkan suasana hati, pengalaman, dan pandangan mereka terhadap dunia.

Biasanya ketika seorang anak merasa bahagia, ia cenderung menggunakan warna-warna cerah seperti kuning atau merah. Sebaliknya, saat anak merasa marah atau sedih, mereka mungkin memilih warna gelap atau membuat coretan yang intens.

Selain itu gambar hasil kreasi anak usia dini sering kali memiliki makna simbolis. Contohnya, bentuk lingkaran mungkin dianggap sebagai orang tua, garis-garis sebagai tangan atau kaki, dan sebagainya. Melalui simbol-simbol ini, mereka berusaha menggambarkan hubungan emosional dengan orang dan lingkungan sekitarnya.


2. Seni merupakan Proses Kreatif yang Alami bagi Anak


Hakikat seni rupa pada anak usia dini lebih menekankan pada proses daripada hasil akhir. Proses kreatif ini mencakup eksplorasi bahan, alat, dan teknik, serta bagaimana mereka menciptakan karya dengan cara yang unik dan spontan.

Anak-anak bisa bereksperimen dengan berbagai alat dan media seperti krayon, cat air, atau playdough. Mereka menikmati sensasi memegang kuas, mencampur warna, atau merasakan tekstur kertas. Dalam konteks ini, seni adalah kegiatan bermain yang kaya akan pengalaman sensorik.

Dalam kegiatan menggambar anak memiliki kebebasan berekspresi tanpa batasan. Mereka tidak terlalu terikat pada konsep estetika orang dewasa, seperti komposisi, proporsi, atau perspektif. Justru, kebebasan ini menciptakan karya yang orisinal dan menunjukkan keunikan pemikiran anak-anak.

kagiatan seni rupa anak


3. Seni Rupa sebagai Alat untuk Mengembangkan Berbagai Aspek Perkembangan Anak


Seni rupa memainkan peran penting dalam mendukung perkembangan kognitif, motorik, bahasa, dan sosial-emosional anak, bahkan juga bisa mengembangkan aspek spiritual dan moralmnya. Melalui aktivitas seni, anak-anak tidak hanya belajar menggambar atau melukis, tetapi juga mengembangkan kemampuan berpikir kritis, keterampilan motorik, dan pemahaman tentang interaksi sosial.

Ketika anak menggambar, mereka belajar menghubungkan konsep-konsep abstrak dengan bentuk visual. Mereka mulai memahami konsep spasial (atas, bawah, dekat, jauh), serta memikirkan urutan langkah untuk mencapai hasil tertentu.

Penggunaan alat-alat seni seperti pensil warna, kuas, atau gunting melatih otot-otot kecil di tangan dan jari, yang sangat penting untuk keterampilan menulis di masa depan.

Melalui seni, anak-anak belajar mengelola emosi, bekerja sama, berbagi alat dengan teman, dan menghargai karya seni orang lain.


4. Seni Rupa sebagai Media untuk Belajar dan Mengembangkan Kreativitas


Hakikat seni rupa anak usia dini juga terletak pada kemampuannya untuk menumbuhkan kreativitas. Kreativitas bukan hanya tentang menciptakan karya seni, tetapi juga tentang cara berpikir yang fleksibel dan inovatif. Seni membantu anak-anak belajar berpikir di luar kebiasaan, melihat berbagai kemungkinan, dan menemukan solusi baru untuk suatu masalah.

Melalui seni, anak-anak berlatih menggunakan imajinasi mereka. Ketika seorang anak menggambar sebuah rumah dengan pintu berbentuk bintang atau pohon yang berwarna biru, dia tidak hanya bereksperimen dengan bentuk dan warna, tetapi juga menunjukkan kemampuannya untuk berpikir imajinatif.

Seni mendorong anak-anak untuk membuat keputusan sendiri. Ketika mereka memutuskan warna apa yang akan digunakan atau bagaimana mengatur elemen-elemen dalam gambar, mereka sedang berlatih membuat pilihan dan menilai hasilnya.


5. Seni Rupa merupakan Proyeksi Dunia Anak yang Autentik


Hakikat seni rupa pada anak usia dini adalah bagaimana seni mencerminkan dunia mereka secara autentik. Setiap gambar atau patung sederhana yang dibuat anak merupakan cerminan dari cara mereka melihat, memahami, dan memaknai lingkungannya.

Gambar kreasi anak sering kali merepresentasikan apa yang penting bagi mereka. Misalnya, anak yang sering menggambar keluarga mungkin sedang mengekspresikan rasa sayangnya atau keinginannya untuk dekat dengan keluargaNAh, orang dewasa diharapkan peka terhadap hal ini.

Setiap karya seni yang dihasilkan anak adalah unik. Meskipun mereka mungkin menggambar objek yang sama (misalnya, semua anak diminta menggambar rumah), hasil akhirnya akan berbeda karena setiap anak memiliki persepsi, gaya, dan cara mengekspresikan diri yang berbeda.


6. Seni Rupa merupakan Pembentukan Identitas dan Rasa Diri


Seni rupa adalah salah satu cara anak mulai membangun identitasnya. Melalui seni, mereka dapat menunjukkan siapa mereka, apa yang mereka sukai, dan bagaimana mereka melihat diri mereka sendiri. Misalnya, anak-anak yang lebih sering menggambar tokoh superhero mungkin mencerminkan keinginan untuk menjadi kuat atau berani. Ini adalah bagian dari proses mereka memahami diri sendiri dan peran mereka dalam lingkungan.

Demikianlah hakikat seni rupa bagi anak usia dini. Ternyata seni rupa bukan hanya sekedar coretan yang tak bermakna namun memiki banyak pesan yang tersampaikan. Lalu apa saja kemampuan dasar yang dimiliki anak untuk seni rupa ini. Sekarang mari kita lanjutkan diskusi kita tentang hal ini.


alat seni rupa anak usia dini


Kemampuan Dasar Seni Rupa Anak Usia Dini



Kemampuan dasar seni rupa pada anak usia dini mencakup serangkaian keterampilan yang mendukung mereka untuk mengekspresikan diri dan berkomunikasi melalui media visual. Pada tahap usia ini, anak-anak sedang dalam proses mengembangkan pemahaman awal tentang elemen-elemen seni seperti garis, bentuk, warna, serta koordinasi gerak tangan dan mata. Memahami kemampuan dasar ini penting bagi orang tua dan pendidik agar dapat memberikan dukungan yang sesuai untuk menstimulasi kreativitas dan perkembangan anak. Apa saja kemampuan dasar tersebut?


1. Kemampuan Motorik Halus


Kemampuan motorik halus berkaitan dengan pergerakan otot-otot kecil di tangan dan jari anak yang penting untuk aktivitas menggambar, mewarnai, memotong, dan membentuk. Pada tahap usia dini, perkembangan motorik halus merupakan landasan utama untuk keterampilan seni yang lebih kompleks.

Untuk menguasai gerakan dasar seperti menggenggam alat tulis (krayon, pensil warna, spidol), membuat coretan, dan menggambar garis lurus, lingkaran, dan bentuk geometris sederhana lainnya dibutuhkan Latihan yang panjang. Awalnya, garis-garis mungkin terlihat goyah atau tidak rata, tetapi dengan latihan, kemampuan motorik ini akan semakin baik.

Ketika anak mengarahkan kuas untuk mengikuti pola atau membuat garis sesuai imajinasinya, ia sedang mengasah koordinasi antara penglihatan dan gerakan tangan. Kegiatan seperti melukis di area yang ditentukan atau menelusuri garis dapat meningkatkan kemampuan ini.


2. Pengembangan Kognitif: Mengidentifikasi Garis, Bentuk, dan Warna


Pada tahap usia dini, anak-anak belajar mengenali dan membedakan elemen-elemen seni rupa dasar seperti garis, bentuk, dan warna. Pemahaman ini merupakan kemampuan kognitif yang berfungsi sebagai dasar untuk menciptakan komposisi visual yang lebih terstruktur di masa depan.

Garis adalah elemen pertama yang dipelajari anak-anak. Mereka mulai memahami konsep garis lurus, melengkung, zigzag, atau spiral, yang kemudian dikembangkan menjadi bentuk-bentuk sederhana. Kemampuan ini terlihat saat mereka mulai membuat pola berulang seperti garis-garis di sekitar objek atau pola dekoratif.

Bentuk dasar dengan aneka jenisnya mulai dikenali oleh anak usia dini seperti lingkaran, persegi, segitiga, dan oval. Mereka menggunakan bentuk ini untuk menggambarkan benda-benda yang akrab seperti wajah (lingkaran untuk kepala), rumah (segitiga untuk atap), atau pohon (lingkaran untuk dedaunan dan garis untuk batang).

Permainan warna menjadi hal yang sangat menyenangkan bagi anak. Mereka mulai mengenali warna primer (merah, kuning, biru) dan sekunder (hijau, jingga, ungu) melaui kegiatan seni rupa. Mereka bisa menggunakan warna yang cerah untuk mengekspresikan kegembiraan atau warna gelap untuk menggambarkan suasana hati yang lebih tenang.


3. Kemampuan Menggambar Simbol dan Representasi


Kemampuan menggambar simbol merupakan tahap awal dalam mengembangkan kemampuan representasi visual anak. Ini terjadi ketika anak mulai menggambar objek-objek dengan cara yang sederhana, namun cukup untuk dikenali, meskipun mungkin tidak realistis

Anak-anak biasa menggambar manusia dengan bentuk sederhana seperti “manusia kepala-kaki” (lingkaran sebagai kepala dan dua garis sebagai kaki). Meski bentuk ini tidak proporsional, itu adalah tahap penting di mana mereka belajar menghubungkan simbol dengan objek nyata.

Anak-anak juga cenderung menggunakan simbol-simbol yang sudah mereka kenal secara berulang, misalnya menggambar rumah dengan bentuk kotak yang sama atau pohon dengan batang lurus dan daun berbentuk lingkaran. Ini menunjukkan perkembangan dalam mengingat dan mengaplikasikan skema visual mereka.

4. Eksplorasi Media dan Alat Seni


Eksplorasi media adalah kemampuan dasar lainnya yang penting dalam seni rupa anak usia dini. Anak-anak bereksperimen dengan berbagai alat dan bahan untuk mengetahui karakteristik masing-masing media seni.

Pada usia dini, anak-anak belajar menggunakan berbagai alat seni seperti krayon, spidol, cat air, tanah liat, atau kapur. Setiap media memberi pengalaman sensorik yang berbeda. Misalnya, menggambar dengan krayon menghasilkan goresan yang kasar, sedangkan cat air lebih lembut dan cair.

Anak usia dini sering mencoba mencampur berbagai media. Misalnya, menggambar garis dengan pensil warna kemudian menambahkannya dengan cat air, atau membuat kolase dari kertas dan bahan lainnya. Ini membantu mereka memahami bahwa setiap media memiliki efek visual yang unik.


kegiatan seni rupa anak usia dini



5. Kemampuan Membuat Komposisi Sederhana


Anak-anak usia dini mulai belajar menempatkan elemen-elemen dalam kertas atau kanvas mereka untuk menciptakan komposisi yang teratur. Mereka mulai belajar memahami konsep atas-bawah, dekat-jauh, besar-kecil. Misalnya, mereka menggambar matahari di bagian atas kertas, pohon di sebelah rumah, dan jalan di bagian bawah. Ini adalah pemahaman awal tentang tata ruang dan perspektif.


6. Ekspresi Kreatif dan Imajinasi


Imajinasi anak usia dini terkadang di luar ekspektasi kita. Kemampuan untuk memanfaatkan imajinasi dan kreativitas dalam seni merupakan dasar penting bagi perkembangan seni rupa mereka. Mereka menggunakan seni untuk menciptakan dunia fantasi, karakter unik, atau peristiwa yang hanya ada dalam pikiran mereka.

Selain itu kegiatan menggambar acap kali menjadi wadah bercerita apa yang ada di pikiran dan hatinya. Misalnya, mereka bisa menggambar dinosaurus yang terbang atau ikan yang berjalan di darat. Imajinasi ini membantu mereka mengembangkan kemampuan berpikir kreatif yang penting di masa depan.


Masa kanak-kanak memang masa yang unik dan menyenangkan. Agar Super Parents dapat memberikan stimulasi yang tepat untuk mereka maka ada baiknya kita mengetahui juga tentang karakteristik kemampuan seni yang ada pada anak-anak di suia dini. Apa saja, sih. Yuk disimak!

Karakteristik Seni Rupa Anak Usia Dini


Anak usia dini memiliki dunia seni yang penuh warna dan imajinasi. Ketika mereka berinteraksi dengan krayon, cat, atau sekadar coretan sederhana, mereka sedang berkomunikasi melalui bahasa visual yang menggambarkan pemikiran dan perasaannya. Agar kita mampu menjadi sosok yang menghargai kreativitas si cilik perlu kiranya kita memahami tentang karakteristik seni yang dimiliki oleh anak. Apa saja?

1. Karakteristik Umum Seni Anak Usia Dini


Ekspresif dan Bebas

Seni anak-anak cenderung tidak terikat pada aturan formal. Mereka tidak khawatir tentang proporsi, perspektif, atau detail yang akurat. Alih-alih, mereka lebih fokus pada perasaan dan imajinasi, sehingga karya mereka cenderung lebih ekspresif dan spontan.


Simbolis dan Tidak Realistis


Pada usia dini, gambar anak-anak lebih bersifat simbolis. Misalnya, lingkaran dengan garis bisa dianggap sebagai manusia. Mereka belum mampu merepresentasikan objek secara realistis, tetapi simbol-simbol ini menggambarkan pemikiran internal mereka.


Warna yang Berani dan Tidak Terbatas


Anak-anak usia dini memilih warna berdasarkan preferensi emosional, bukan realitas. Misalnya, pohon bisa digambar berwarna ungu dan matahari berwarna hijau. Ini menunjukkan betapa pentingnya perasaan dan intuisi dalam pemilihan warna mereka.



tahapan perkembangan seni rupa anak

 

2. Karakteristik Khusus Seni Anak Usia Dini


Menurut Viktor Lowenfeld, seorang pakar pendidikan seni anak, seni anak usia dini memiliki karakter khusus di setiap tahapan perkembangannya. Tahap perkembangan seni anak usia dini dapat dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya yaitu:

Tahap Coretan (2-4 Tahun)


Di tahap ini, anak-anak mulai membuat tanda-tanda pertama pada kertas. Coretan tidak memiliki makna tertentu, tetapi mereka merepresentasikan upaya anak dalam berinteraksi dengan media seni. Coretan ini berkembang menjadi pola yang lebih kompleks ketika anak-anak mulai menemukan kontrol motorik.


Tahap Pra-Skematik (4-7 Tahun)

Anak mulai menggambar bentuk yang dikenali seperti manusia, rumah, atau hewan. Gambar manusia biasanya berbentuk "kepala kaki". Lingkaran besar sebagai kepala dan garis sebagai kaki. Ini adalah awal dari representasi simbolis, di mana mereka berusaha menggambarkan pengalaman dan objek di sekitar mereka.


Tahap Skematik (7-9 Tahun)

Pada tahap ini, anak mulai membuat gambar yang lebih terstruktur dengan pola yang berulang. Misalnya, semua manusia dalam gambarnya akan memiliki bentuk tubuh yang sama, menunjukkan pemahaman awal tentang skema. Gambar juga lebih mendetail, dan anak-anak mulai menggambarkan ruang dan ukuran objek.

Kesimpulan


Hakikat seni rupa anak usia dini bukanlah tentang hasil yang sempurna atau karya yang indah menurut standar orang dewasa. Seni pada tahap ini adalah tentang kebebasan berekspresi, eksplorasi kreatif, dan pengembangan berbagai aspek perkembangan anak. Dengan memahami hakikat ini, orang tua dan pendidik dapat memberikan dukungan yang lebih baik dan menciptakan lingkungan yang mendorong anak-anak untuk bereksplorasi dan berkreasi tanpa batas.

Kemampuan dasar seni rupa anak usia dini mencakup keterampilan motorik halus, pengenalan elemen-elemen seni, simbolisasi, eksplorasi media, komposisi sederhana, serta ekspresi imajinasi dan kreativitas. Dengan memahami kemampuan-kemampuan ini, orang tua dan pendidik dapat memberikan bimbingan yang tepat agar anak-anak dapat mengembangkan potensi seni mereka secara optimal. Yuk Super PArents kita dukung anak-anak kita agar bisa berkembang secara optimal melaui setiap aspek perkembangan yang mereka miliki. Salam Pengasuhan!



3 Tenaga Dalam yang Mempengaruhi Sikap Manusia Ini Wajib Kalian Tahu!

Senin, 07 Oktober 2024
Hai Super Parents

Pernahkah Super Parents merenungkan bahwa ternyata menanamkan nilai moral pada anak tidak semudah membalikkan telapak tangan. Nilai moral bukan hanya kisaran tentang hal baik dan buruk saja. Lebih dari itu! Nilai moral layaknya sebuah tatanan sosial. Dia yang menjadi kompas bagi manusia dan menuntun manusia agar memiliki hidup yang nyaman ketika berdampingan dengan sesamanya dan juga lingkungannya.


contoh nilai moral



Layaknya sebuah peta yang menuntun kita menemukan apa yang kita tuju, nilai moral juga bisa menyelamatkan hidup kita. Baik dan buruk, benar atau salah, patut dan tidak patuk bisa kita ketahui dari pendidikan moral. 

Di tengah arus globalisasi saat ini nilai moral menjadi sebuah hal yang sangat krusial dalam membentengi pertahanan karakter juga kepribadian para generasi bangsa terutama kaum muda.

Bahkan dalam konteks yang lebih luas nilai, nilai moral bukan saja sebuah aturan, namun sebuah tradisi yang diturunkan secara terus menerus dari generasi ke generasi serta memenuhi standar tradisi.

Tentu saja setiap budaya memiliki standar tersendiri untuk sebuah etika dan moral, ada standar yang disepakati bersama di setiap lingkungan dan daerah yang satu akan berbeda dengan yang lainnya. Namun, ada kesepakatan universal yang di dalamnya yang bisa dijadikan pegangan ketika sudah membaur secara luas. Nilai universal ini lah yang akan menjadi benang merah yang menjadi perekat dan penghubung berbagai kelompok masyarakat dalam membangun harmoni sosial.

Untuk itu tugas super parents untuk mendampingi buah hati tercintanya untuk menjadi generasi yang bisa berperan di dalam lingkungannya, karena memahami dan menginternalisasi sebuah kebiasaan bukanlah proses yang terjadi secara instan, namun merupakan perjalanan seumur hidup yang mulai ditanamkan dari sejak dini.

Layaknya membangun sebuah gedung, jika ingin hasil yang kokoh maka dari awal pembangunan pondasi harus diperhitungkan secara matang, agar bisa menopang bangunan yang berat di atasnya. Begitu pun dengan nilai moral yang baik perlu pemahaman yang baik, pengamalan secara konsistensi dan dukungan dari lingkungan sekitar.

Peran keluarga, institusi pendidikan, dan masyarakat adalah hal yang sangat krusial dalam proses penanaman nilai moral ini. Melalui interaksi sehari-hari, teladan yang baik, dan pembelajaran yang berkelanjutan, nilai-nilai moral dapat tertanam dan tumbuh menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang. Di sinilah pendidikan sejak dini sangat ditekankan.

Meskipun mengajarkan moral pada anak tidak sesederhana menanamkan nilai baik dan buruk dan ada proses psikologis yang kompleks menyertainya, namun tentu saja hal ini bisa kita upayakan. Melalui konsistensi dan pemahaman yang mendalam menanamkan nilai moral pada anak sejak dini bisa kita upayakan.

Agar lebih memahami seluk beluk proses pola orientasi moral pada anak usia dini mari kita kaji dari perspektif teori disonansi moral dan konsep psikoanalisis Sigmund freud tentang "Id, Ego dan Super  Ego", yang lebih dipahami sebagai tiga tenaga dalam yang akan mempengaruhi perilaku manusia apakah akan senderung ke arah positif atau negatif. 

Memahami Disonansi Moral pada Anak


Apa itu disonansi moral? Mungkin bagi sebagian orang ini adalah hal yang asing bahkan ada juga yang baru pertama kali mendengar. Mari kita jabarkan secara singkat dengan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami.  

Disonansi moral merupakan ketidaknyamanan psikologis yang muncul ketika terjadi pertentangan antara apa yang diketahui sebagai hal yang benar dengan apa yang diinginkan atau dilakukan. Hal ini bisa sangat mungkin terjadi pada anak, sebuah pertentangan batin terhadap hal yang disukai dalam dirinya namun ternyata kaidah sosial mengatakan itu tidak baik. Contohnya bagaimana?

Contoh Disonansi Moral dalam Keseharian Anak


Disonansi moral pada anak bisa terjadi pada kasus ketika anak sedang bermain bersama. Berebut mainan yang terjadi pada anak tentu saja bukan hal asing. 

Contoh kasus disonansi moral pada anak. Rara memahami bahwa berbagi itu baik, namun jika dia mengikuti keinginan hati dia tidak ingin berbagi mainan kesayangannya. Disonansi dari kejadian ini artinya  adanya konflik dari dalam diri ananda Rara bahwa kewajiban moral tentang berbagi mainan itu baik tapi sesungguhnya dia tidak mau berbagi, entah dikarenakan takut mainannya rusak atau dia belum puas memainkannya.

Contoh kasus disonansi moral yang lainnya adalah tentang konsep kejujuran. Diumpamakan anak tahu bahwa berbohong itu salah, namun dikarenakan takut dihukum anak jadi memilih untuk berbohong. Disonansi moral terjadi dikarenakan pertentangan antara nilai kejujuran dan rasa takut.

Nah, sudah ada gambaran, kan tentang disonansi moral? Sekarang  bagaimana cara mengatasinya agar anak mampu memahami dan lebih mengedepankan untuk menerapkan nilai moral yang positif? Yuk kita lanjut diskusinya.


Cara Mengelola Disonansi Moral


Bagaimana cara mengelola disonansi moral yang dialami oleh ananda Rara? Untuk kasus Rara, sebagai orang tua maupun pendidik tentunya harus memiliki tip dan trik jitu agar bisa sesuai dalam menghadapinya. 

Apa yang harus dilakukan terlebih dahulu? 

Hal pertama yang harus dilakukan adalah melalui pendampingan empatik, yaitu dengan cara mendengarkan konflik internal anak, membantu anak mengekspresikan perasaannya, dan juga memberikan validasi atas perasaan yang dialami.


Hal kedua adalah melakukan dialog reflektif, yaitu dengan cara mengajak ananda mendiskusikan pilihan-pilihannya, selanjtutnya embantu ananda memahami konsekuensi setiap pilihan. Jangan lupa untuk tetap mendampingi ananda serta mendukung proses pengambilan keputusan moral.


Nah, setelah kita mengetahui konsep disonansi moral perlu juga nih super parents mengetahui juga konsep tentang tiga tenaga dalam yang menggerakkan moral anak manusia. Apa sajakah itu?

Perkembangan Moral dalam Perspektif Id, Ego, dan Superego


Selain tentang disonansi moral yaitu adanya ketidaknyamanan psikologis yang muncul ketika terjadi pertentangan antara apa yang diketahui sebagai hal yang benar dengan apa yang diinginkan atau dilakukan, maka dalam pola perkembangan moral yang terjadi pada anak manusia dari perspektif psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dijelaskan bahwa perkembangan moral sangat dipengaruhi oleh peran tiga tenaga dalam yang ada dalam diri manusia yaitu "ID, Ego dan Super Ego".

Kita ketahui dulu yuk apa itu makna dari ketiga tenaga dalam tersebut. 

Id adalah sebuah dorongan yang berasal dari dalam diri manusia yang bersifat nafsu karena hal ini sangat berkaitan dengan keinginan terhadap segala sesuatu yang enak, nyaman, memuaskan dan membahagiakan. Tenaga atau dorongan ini lebih mengarahkan manusia untuk bersikap instan dalam mendapatkan kenikmatan hidup.

Ego adalah Suatu dorongan dalam diri manusia yang berfungsi menyeimbangkan sebuah dorongan yang bersifat Id. Caranya yaitu dengan mengalihkan segala bentuk dorongan yang bersifat Id ke dalam konsep berpikir tentang kenyataan yang ada dari pengalaman hidup dan menyesuaikan dengan fakta yang teradi.

Super Ego adalah dorongan yang muncul dan berfungsi sebagai alat kontrol yang muncul dari segala keinginan Id dari dalam diri manusia. Alat kontrol dari Super Ego ini adalah berupa kaidah moral yang ada dalam masyarakat serta agama yang dianut oleh manusia. 

Dari penjelasan tentang tiga tenaga dalam yang ada dalam diri manusia tersebut diatas apakah sudah bisa dipahami?Kalau belum yuk kita lanjutkan diskusinya. Sekarang kita coba aplikasikan pada kejadian sehari-hari yang biasa kita alami. Kita fokuskan tentang kejadian pada anak-anak, ya!


1. Id pada Anak


Karakteristiknya merupakan dorongan primitif dan keinginan dasar yang berasal dari prinsip-prinsip kesenangan yang ingin dipuaskan segera. Bisa digambarkan dengan kasus Rara yang sangat menginginkan mainan temannya secara spontan, Rara akan menangis jika keinginannya tersebut tidak bisa terpenuhi, sehingga sangat sulit sekali untuk menunda dan segera ingin mendapatkan kepuasan.

2. Ego pada Anak


Ego memberikan peran sebagai jembatan Id dan realitas yang ada. sebagai alat untuk mengembangkan dan menyeimbangkan kontrol diri serta mempertimbangkan konsekuensi. Contohnya kita sebagai pendidik dan orang tua harus bisa memberikan pemahaman pada Rara bahwa harus bersabar agar mau menunggu giliran serta memahami aturan permainan sehingga mulai bisa bernegosiasi.

3. Superego pada Anak


Super Ego akan berfungsi menginternalisasi nilai moral serta mengembangkan conscience atau hati nurani sehingga terbentuklah idealisme moral. Sebagai contoh ketika pesan moral disampaikan kepada anak maka akan mulai muncul dalam diri anak dalam hal ini kasus yang dialami Rara sehingga Rara akan merasa bersalah dengan sikapnya yang ingin merebut mainan temannya. Anak akan merasa bangga karena telah mampu menahan nafsunya dan bisa berbuat baik. Di sini anak mulai memahami tentang konsep benar atau salah.


Contoh Nilai Penerapan Moral Awal pada Anak


Tahap perkembangan anak yang dari waktu ke waktu mulai pertambah baik dari aspek kognitif, psikomotorik dan afektifnya, maka peran orang tua serta pendidik sangat dibutuhkan lebih kompleks lagi dalam memperkenalkan nilai moral pada anak.

Segala hal yang berkaitan dengan lingkungan sosial anak harus mendapatkan perhatian yang intens dari kita selaku orang dewasa. Super Parents bisa mulai mengenalkan etika dan perilaku ananda. Tentunya dimulai dari orang tuanya terlebih dahulu dengan cari menjadi contoh yang baik untuk anak.  jangan sungkan untuk memberi pujian  ketika anak sudah berhasil melakukannya. Hal ini sejalan dengan teori behaviourist yang dicetuskan oleh Kohlbergh bahwa contoh dan pujian sangat penting dalam proses pembentukan nilai moral pada anak.

Bisa dimulai dari kegiatan sederhana yang biasa dilakukan sehari-hari seperti etika dalam mengenakan pakaian serta berpenampilan, etika dalam makan, minum, tata cara berperilaku kepada orang lain, juga membiasakan berperilaku sesuai dengan tuntutan norma yang ada.

Bisa dipastikan, bahwa peran orang tua melalui komunikasi yang intens sangat penting! Oleh sebab itu keterkaitan hubungan yang dekat antara orang tua dan anak tidak bisa dipisahkan dari sosialisasi tentang penanaman moral. 

Pada tahapan pola orientasi moral yang diterapkan pada anak kita bisa memilah dan memilih dengan memulainya dari hal-hal yang sederhana. Contoh nilai moral yang bisa diterapkan di awal adalah sebagai berikut:

1. Nilai Moral dalam Bersikap dengan Orang Lain


Usia berapa saat yang tepat mengenalkan nilai moral ketika bersikap dan berhubungan dengan orang lain di lingkungan anak? NAh ketika kemampuan psikomotorik dan bahasa anak mulai terbbentuk biasanya ketika memasuki usia 2 tahun, di sinilah saat yang tepat untuk mengenalkan nilai moral yang ada di lingkungannya tentatang bagaimana ananda harus bersikap kepada orang lain.

Bagaimana maksudnya? Misal: biasanya adat di beberapa daerah di Indonesia budaya cium tangan ketika yang muda bertemu dengan orang yang lebih tua dibiasakan uuntuk mencium tangan orang yang lebih tua. Orang tua atau pendidik bisa memberikan arahan agar anak mau menyapa dengan mengucapkan salam dan mencium tangan tante atau om yang masih terbilang kerabat dekat. Ketika cara mencium tangan ananda salah dalam penerapannya, kita sebagai orang tua bisa memintanya untuk memperbaiki dan mencontohkan cara yang benar.

Orang tua juga perlu mengajarkan bagaimana cara berbicara yang sopan dan pantas dan volume yang tepat ketika berbicara dengan orang lain. Lakukan dengan cara persuasif jangan memaksa dan memarahi.


2. Nilai Moral dalam Cara Berpakaian dan Berpenampilan yang Baik


Nilai moral selanjutnya yang harus ditanamkan pada anak usia dini adalah mengajarkan bagaimana cara berppakaian yang layak dan sesuai dengan kebutuhan, tempat dan waktu. Baju musim panas tentu sangat berbeda dengan baju musim dingin, dong, ya. Jangan sampai ketika ingin keluar rumah si kecil meminta menggunakan jaket tebal padahal di luar cuaca sedang panas-panasnya. Kewajiban orang tua nih mengedukasi secara sabar.

Ada lagi nih kejadian. Seorang anak kecil nangis-nangis tidak ingin menggunakan baju lengkap hanya ingin menggunakan kaus singlet dan celana dalam, padahal ingin ikut ayahnya ke kantor menggunakan motor. Waaah, ini sih drama banget yaa...tapi memang itu bukan hal yang mustahil terjadi pada anak usia dini. 

Di sinilah peran pendidik dan orang tua untuk memberi pemahaman tentang kelayakan dalam menggunakan pakaian. Id ananda menguasai untuk tidak ngin mengenakan baju, sebagai orang tua kita harus bisa menjelaskan dan membujuk agar ananda mau menyesuaikan diri dengan aturan yang harus dia taati, Si ade akhirnya mau mengenakan pakaian lengkap untuk menjagga dirinya (Ego) menggunakan pakaian lengkap ketika berkendaraan bisa menyelamatkan dia dari serangan penyakit (Super Ego).


3. Nilai Moral dalam Cara Makan dan Minum


Meskipun kegiatan makan dan minum tidak berhubungan dengan orang lain, namun biasanya makan dan minum juga dilakukan bersama orang lain. Untuk itu kelayakan dalam etika makan harus ditanamkan dari sejak dini kepada ananda.

Misalnya dengan mengajari anak makan menggunakan tangan kanan. Menjaga peran tangan kanan dan tangan kiri agar terlihat seimbang. Membaca doa sebelum makan dan sesudah makan. Jangan berbunyi mulutnya ketika makan, jangan makan sambil berbicara, makanlah sambil duduk dan etika baik lainnya ketika makan dan minum harus kita terapkan pada anak.

Biasakan juga anak untuk menghabiskan makanannya. Ketika anak sudah mulai besar dan pengetahuan kognitifnya bertambah, kita juga bisa mengenalkan tentang manfaat makan makanan yang bergizi bagi tubuh. Anak usia 2 tahun juga sudah mulai bisa kenalkan pada kebaikan tentang makanan. Pengenalan adab ketika makan dan minum ini sangat penting diterpakan sehingga ketika anak sudah mulai masuk TK anak sudah terbiasa dengan pola makan dan minum yang baik.

4. Nilai Moral dalam Memperlancar Hubungan Anak dengan Orang Lain dan Lingkungannya


Penanaman nilai moral pada poin ini berkaitan dengan orang lain dalam kaitannya terhadap hubungan tidak langsung. Misalnya harus menjaga tata tertib di lingkungan seperti jangan berbuat bising, jangan teriak-teriak atau menyalakan musik dengan sangat kencang sehingga mengganggu kenyamanan tetangga sekitar.

Hal ini biasa terjadi juga pada anak usia dini, misalnya pada kasus Hanif yang sering tantrum di rumah ketika tidak dibelikan mainan kesukaannya, dia melempar perabotan rumah, memukul ibunya bahkan melempari ibu serta terkadang mengenai adiknya yang masih bayi.

Perilaku seperti ini sangat merugikan, untuk itu perlu perhatian intens dan penanganan yang serius terhadap kebiasaan ini agar tidak berlanjut sampai besar. NAh, sekarang yuk kita lanjut mengembangkan obrolan kita pada strategi yang bisa kita terapkan dalam menangani pengembangan nilai moral pada anak, apa saja nih yang bisa kita lakukan? Yuk kita bahas lanjut.

Strategi Pengembangan Moral Integratif


1. Mempertimbangkan Tahap Usia Perkembangan



Sebelum kita masuk pada tahap cara atau strategi yang bisa kita terapkan dalam mengembangkan nilai moral anak, sangat penting untuk mempertimbangkan rentang usia anak agar kita bisa memilih stimulasi yang tepat untuk anak yang disesuaikan dengan kebutuhannya.

Untuk anak usia 2-3 tahun strateginya adalah fokus pada id dan kebutuhan dasar. Mulailah untuk mengenalkan batasan sederhana. Jangan malas atau sungkan untuk memberikan pujian pada setiap perilaku positif yang dilakukan ananda.

Untuk anak usia 4-5 tahun penguatan ego bisa dilakukan melalui aturan dan konsekuensi selanjutnya kita mulai membangun pemahaman moral dasar serta mengembangkan rasa empati ananda.

Untuk anak di rentang usia 6-7 tahun pembentukan superego yang lebih matang bisa dengan cara mulai mengenalkan nilai-nilai moral kompleks serta mulai mengajak anak menggunakan nalarnya. Setelah memperhatikan rentang usia kita bisa memikirkan tentang metode yang akan digunakan dalam menanamkan nilai moral pada anak.


2. Aktivitas Pengembangan Moral


Aktivitas yang bisa kita sajikan pada anak ketika memberikan pemahaman tentang nilai moral diantaranya yaitu bisa melakukan aktivitas bermain peran. Melalui aktivitas bermain peran anak dilatih dalam memahami resolusi konflik moral. mengembangkan empati dan juga memperkuat ego.

Kegiatan atau aktivitas lainnya bisa dengan membacakan cerita atau dongeng yang memiliki pesan dan nilai moral. Orang tua bisa membacakan dongeng sebelum tidur yang dilanjutkan dengan mendiskusikan pesan moral dalam cerita, biarkan anak menceritakan ulang dengan bahasanya.

Anak bisa dipahamkan dari konflik yang ada dalam buku cerita, untuk itu hal ini sangat bermanfaat dalam mengenalkan dilema moral dengan cara melakukan diskusi reflektif. Bermanfaat sekali terhadap penguatan superego.

Menanamkan nilai moral pada anak juga bisa dilakukan melalui aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Misalnya dengan mengajak anak belanja dan mengantri. Libatkan ananda dalam kegiatan berbelanja dan biarkan dia terlibat dalam dalam kegiatan membantu orang lain.

Bisa juga memilih kegiatan berupa proyek sosial sederhana, misalnya membuat proyek "Kotak Kebaikan". Pelaksanaan aktivitasnya yaitu membuat kotak dari kardus bekas, selanjutnya dihias dengan gambar dan warna cerah. Kota ini bisa dijadikan media untuk mengumpulkan catatan kebaikan yang dilakukan setiap hari

Cara pelaksanaannya setiap malam sebelum tidur, anak menceritakan satu kebaikan yang dilakukan
dengan cara menulis di kertas kecil dan dimasukkan ke dalam kotak kebaikan. Buka dan baca bersama setiap akhir minggu. Melalui kegiatan ini kita dapat mengembangkan nilai kesadaran berbuat baik, mengembangkan empati dengan cara melakukan kegiatan refleksi diri. Menanamkan rasa bangga atas perbuatan positif yang sudah dilakukan.

Tips Praktis untuk Pendidik dan Orang Tua


Ada beberapa tips praktis nih yang bisa diterapkan oleh para pendidik dan orang tua dalam membersamai ananda mengembangkan nilai moral dan pengetahuan moralnya. Beberapa tips tersebut diantaranya, kita harus mampu mengelola disonansi dengan cara mengenali tanda-tanda disonansi moral. 

Ketika anak terlibat dalam sebuah konflik bantu anak mengekspresikan perasaannya dengan cara menghargai perasaannya terlebih dahulu, menvalidasinya baru kemudian mengarahkan pada nilai moral yang seharusnya. 

Selanjutnya ketika sudah berhasil memvalidasi perasaan anak kita baru bisa melanjutkan membimbing ananda dalam mengambil keputusan apa yang tepat dan harus dilakukan.

Tips berikutnya dengan cara menyeimbangkan Id, Ego, dan Superego. Kita bisa memberikan ruang untuk mengekspresikan keinginan (id) yang dimiliki ananda, selanjutnya baru kita ajarkan bagaimana caranya mengelola dorongan (ego).  Usahakan ketika menanamkan nilai moral kita lakukan secara bertahap (superego), agar anak tetap merasa dihargai dan perasaannya tidak terluka.

Yang tidak kalah penting adalah sebagai orang tua sekaligus pendidik kita harus mampu menciptakan lingkungan yang suportif atau mendunkung. Konsisten dalam menerapkan aturan dan memberikan apresiasi untuk keputusan moral positif yang dilakukan oleh ananda. lakukan dialog terbuka tentang dilema moral yang dialami oleh ananda sampai akhirnya dia mampu mengalahkan Id nya.

Konsisten dalam menerapkan aturan yang sama setiap hari. Jadilah teladan yang baik dan beri apresiasi setiap usaha anak. Bangun komunikasi positif dengan cara menggunakan selalu kata-kata positif yang sifatnya membangun. Jelaskan alasan di balik setiap aturan dan jangan engga untuk mendengarkan pendapat anak. Buat hari-hari yang berjalan selalu dalam kondisi menyenangkan yang sehat serta nyaman. Jangan lupa seimbangkan reward dan jangan memberikan hukuman yang sangat memberatkan ananda.

Kesimpulan


Memahami perkembangan moral anak melalui perspektif disonansi moral dan struktur kepribadian (id, ego, superego) membantu kita dalam merancang pendekatan yang lebih efektif. Selain itu juga kita jadi bisa memahami konflik internal anak serta mendukung perkembangan moral yang sehat.

Mengajarkan nilai moral pada anak itu seperti menanam pohon, butuh kesabaran, perawatan rutin, dan cinta yang tulus. Yang penting, kita konsisten dan jadikan prosesnya menyenangkan. Ingat, anak-anak belajar paling baik ketika mereka merasa aman dan bahagia!

Perlu sekali memahami tahap perkembangan anak melalui pendekatan yang seimbang dan integratif, agar apa yang kita upayakan bisa berdampak dan bermakna. Semoga kita bisa terus sabar ya Super Parents dalam membersamai anak-anak kita yang merupakan buah hati kita tercinta. Kita tidak perlu jadi orang tua yang sempurna. Yang penting adalah terus berusaha dan memberikan yang terbaik untuk si kecil. Salam Pengasuhan. Selamat mendidik buah hati tercinta!







Custom Post Signature

Custom Post  Signature
Educating, Parenting and Life Style Blogger