Tampilkan postingan dengan label Ruang Sastra. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ruang Sastra. Tampilkan semua postingan

Review Tema Cerpen Menghormati orangtua "Petuah Ibu"

Minggu, 24 Juli 2022

Makna Tersurat dan tersirat cerpen "Petuah Ibu" karya Arinal Haq saya pilih sebagai cerpen favorit yang memiliki konflik yang paling menarik karena mampu menggugah jiwa saya, baik ketika saya diposisikan sebagai seorang anak maupun ketika saya diposisikan sebagai seorang ibu. Saya rasa cerpen ini pun akan menggugah setiap orang yang membacanya.


cerpen menghormati orangtua

Titip Rindu untuk Salma (Cerbung Part 5)

Minggu, 17 Juli 2022

Dania dan Hajar memasuki ruangan IGD, menjenguk Salma dan merasa lega ketika melihat Salma sudah mampu membuka matanya. keduanya menghambur ke arah Salma. 


"Alhamdulillah Salma, kamu sudah siuman. Kenapa, sih, bikin kami kaget aja, kamu kenapa? Bilang, donk, kalo ada apa-apa, jangan sampai ada rahasia di antara kita!" 


Dania merasa sangat bersedih melihat kondisi sahabatnya yang sekarang sedang terkapar tak berdaya. Mengungkapkan kekecewaan karena dia tidak mengerti keadaan sahabatnya yang dekat sejak kecil. Orangtua keduanya pun merupakan sahabat dekat.


Salma Pindah Ke Ruang Perawatan


"Kamu harus menginap beberapa hari dulu di sini, sampai kondisimu benar-benar pulih. Jangan mikir masalah skripsi dulu, ya. tenang saja, nanti ada waktunya."


Hajar memberikan semangat pada Salma, dan mengingatkan Salma agar tidak terlalu berambisi untuk menyelesaikan skripsinya dalam bulan ini. Hajar khawatir, akan berdampak pada kesehatan Salma, sahabatnya dari sejak di sekolah menengah pertama.


Salma menganggukkan kepala dan tersenyum lemah menerima semua saran dari temannya. Tak lama terdengar suara pintu terbuka. Tampak sosok dokter ganteng berparas simpatik. dokter Radit, membawa map di tangannya. mnegarahkan senyuman kepada salma dan dua sahabatnya.


"Sudah bisa pindah kamar, kita bersiap-siap, ya!"


Ketiganya pun menganggukkan kepala dan mengikuti arahan dari Dokter Radit. Sejumlah perawat membantu memindahkan Salma ke ruang perawatan. 


Tante Anggi Tiba dari Jerman


Seorang wanita cantik menggunakan blazer biru muda dipadu dengan celana palazzo pink dengan kerudung terikat di leher, masuk ke dalam koridor rumah sakit dengan langkah tergesa. Tas hitam dari merk ternama tergenggam di tanggannya. Cantik dan anggun. 


Wajah blasteran yang tetap terlihat cantik meski dalam balutan kecemasan, terlihat seperti tak mampu menahan perasaannya. Langkahnya tak bisa dikendalikan ingin segera memeluk putri semata wayangnya,  tujuannya adalah ruangan florensia 305, tempat putrinya kini tengah terbaring dalam perawatan.


Pintu dibuka dan nampak putri cantiknya sedang terbaring. Namun kini perasaannya lebih tenang ketika sunggingan senyum dari bibir putrinya ditujukan padanya. Salma mengangkat tangannya mengisyaratkan ingin memeluk mami tercintanya, yang sudah tidakbertemu 6 bulan lamanya.


"Momiii, ... Assalamualaikum. Sehat, kan, Mom?" Salma memeluk momi yang sangat dia sayangi, dan merasa amat tenang berada dalam dekapan ibunda tercintanya ini.


"Hhmm, Anak Momi, ... sehat, donk sayang, kamu, nih yang sekarang lagi terbaring di sini, momi, kan, jadi sedih. Sudah makan belum sayang, sudah minum obat?" 


Momi Salma memeluk erat anaknya, dan memberikan ciuman bertubi-tubi. Begitu merasa khawatir. sampai tak sadar ada beberapa pasang mata yang memperhatikannya. Hajar, Dania dan Dokter Radit kebetulan sedang berkumpul. 


Dania dan Hajar mendekati Tante Anggi, begitu sapaan mereka kepada Momi Salma. Mencium tangannya dan menanyakan gambar. Begitupula dengan Dokter Radit, bersalaman dengan memberi isyarat dengan mempertemukan kedua tangan di dada.


"Gimana Dokter, keadaan anak saya?" Tante Anggi membuka percakapan dengan Dokter Radit, berharap mendapat jawaban baik atas kondisi kesehatan anaknya.


"Ehhm...lumayan bagus, Bu, jika ingin lebih detail, mari kita bicara di ruangan saya." 


Dokter radit memberikan isyarat mempersilahkan Tante Anggi untuk menuju ruangannya. Wanita paruh baya tersebut menganggukkan kepala dan keluar mengikuti Dokter Radit dengan sebelumnya pamit kepada Salma, Dania dan Hajar.


Duka Tante Anggi


Di ruangan 5x6 meter persegi ini, Mami Salma dan Dokter Radit berbincang. Sang dokter menceritakan kondisi Salma dan menunjukkan hasil lab yang baru saja leluar. Dokter Radit menerangkan bahwa ada peningkatan sel darah putih, ini yang menyebabkan peradangan akut pada tubuh Salma.


"Harus banyak istirahat Tante, perbanyak konsumsi vitamin D. Mungkin Tante bisa membawa Salma ke Jerman untuk mendapatkan treatment steroid, agar kondisinya segera pulih" Dokter Radit menjelaskan dan memeberikan alternatif solusi terbaik bagi Salma.


Tante Anggi menghela nafas dan menunduk sedih. Hatinya merasa sedih, ternyata sudah sejauh ini kondisi anaknya. Hatinya seperti terisir sembilu, perih, kenapa Allahu tidak memberikan ini semua kepadanya saja.


Akhirnya mereka menyudahi obrolannya. Wanita tengah baya ini menghubungi suaminya dan meminta untuk membereskan semua keperluan untuk Salma. Setelah menutup pembicaraan dengan dokter Radit akhirnya Tante Anggi pamit dan kembali menuju kamar Salma. 


Mencoba memberikan pengertian pada Salma tentang pembicaraan dirinya dan Dokter Radit. Salma sempat mempertahankan pendapatnya untuk tetap di Indonesia dan menyelesaikan skripsinya. Namun permintaan mominya yang memohon kepada Salma, untuk fokus terlebih dahulu pada kesehatannya membuat Salma akhirnya memutuskan untuk  mengiyakan keinginan mominya.


Lusa Salma akan meninggalkan Indonesia. Sahabatnya mendengar hal ini, merasakan dilema yang luar biasa, antara sedih dan senang. Senang  karena kemungkinan Salma sembuh ralatif besar. Sedih karena harus berpisah dengan Salma.


cerpen romance


                                                                                  ***


Pesawat itu membawa Salma dan sebongkah harapan. Orang yang ditinggalkan menghaturkan sejuta doa untuk kesembuhan Salma. Ya,...Rabb Titip Salma untuk kami. Titip rindu kami untuk Salma. Jaga Salma dengan penjagaan terbaikMu, yaa,..Rabb. Aamiin.





Titip Rindu untuk Salma ( Cerbung Part 4 )

Sabtu, 16 Juli 2022

Perawat membawa ranjang dorong, dan membopong Salma, lalu meletakkannya. Membawa Salma menuju ruang IGD. Dokter jaga langsung bertindak cepat menangani Salma. Dania dan Hajar diminta menunggu di luar. Dua orang sahabat Salma ini begitu merasa khawatir.


cerpen romance



"Dania,... sepertinya kita harus segera menghubungi Tante Anggi. Takutnya ada papa-aa, kita nanti bisa disalahkan jika tidak memberitahukan hal ini." saran Hajar.


"So pasti, harus itu! Coba nanti aku hubungi, yaa. Sepertinya kita Whats App terlebih dahulu Tante Anggi, biar Tante Anggi yang telpon balik ke kita."


"Ya, betul, biasanya susah kalo harus telpon dari sini."


Pintu ruang IGD terlihat dibuka,sesosok dokter keluar dan bergegas pergi. Hajar dan Dania saling pandang setelah memperhatikan secara seksama sosok dokter yang baru saja keluar dari ruang IGD sepertinya dokter yang baru saja memeriksa Salma. Ingin rasanya mereka bertanya, namun sepertinya sang dokter sedang sangat terburu-buru.  Namun dua orang sahabat itu nampak mengerenyitkan kening dan berusaha mengingat sesuatu dan mencoba mngungkapkannya.


"Hajar,... apakah kamu ingat seseorang waktu lihat dokter tadi? Aku kok kaya kenal, ya." selidik Dania tentang sosok dokter yang memeriksa Salma.


"Lho, kamu berpikir hal yang sama? Aku juga kaya kenal, sebentar...sebentar...Radit bukan, sih, anak IPA 1, sekelas sama Salma, kan waktu itu?" tebak Hajar


"Ahh...iya betul, tebakanmu tepat, aku ingat sekarang. Dia Radit, anak IPA 1 yang sekelas sama Salma, dan sempat ngejar-ngejar Salma waktu itu, kan? Masyaalahu tabarakallahu aku, kok, jadi inget cerita-cerita FTV, kok, kebetulan banget, ya!?" Dania menimpali. 


"Alhamdulillah, kalau begini, kita, kan, jadi leluasa tanya-tanyanya, ya." sahut Hajar


Dokter Radit kembali lewat dan sepertinya hendak kembali masuk ke dalam ruang IGD, namun tetap nampak tergesa dan dua sahabat itu belum bisa bertanya lebih jauh. Mereka harus lebih sabar sepertinya, membiarkan dokter memeriksa Salma secara teliti, agar bisa diketahui apa penyebab Salma pingsan hari ini, dan juga hari-hari sebelumnya.


Salma memang terlihat lesu, sejak dia kejar setoran ingin segera menyelesaikan skripsinya. Entah apa yang menjadikannya berpikiran seperti itu. Apa yang dia kejar. Dia adalah seorang anak tunggal dari pasangan orangtua yang begitu harmonis hubungannya. Hidup serba kecukupan dan memiliki nasib yang sangat baik. Banyak orang yang iri dengan kehidupannya.


Tapi, bagaimana dengan masalah percintaannya? Untuk hal yang satu ini, dua sahabatnya ini pun tak tahu menahu.


Pintu ruang IGD kembali terbuka, dokter yang memeriksa Salma terlihat menghampiri mereka dan bertanya.


"Keluarga Nona Salma?" tanya dokter


"Iya betul," 


Hajar menimpali sambil melirik name tag yang menggantung di leher sang dokter. Raditya Gunawan Shabri. Nama itu terbaca jelas oleh Hajar. Tetiba wajah Hajar berbinar dan spontan berseloroh.


"Adit, yaa, anak IPA 1 SMA 3 Bandung angkatan 2015?" Salma agak gagap bertanya, karena takut salah


"Iya, betul, mohon maaf kalo saya agak lupa, Hajar?" tanya Radit.


"iya, betul, alhamdulillah kamu masih ingat sama aku. Gimana Dit keadaan Salma? Parahkah, ada apa sebenarnya dengan Salma?" sejumlah pertanyaan diborong Hajar, karena sedari tadi sudah tidak sabar menanti kabar Salma.


Sesosok gadis manis berbaju biru datang tergopoh-gopoh dengan menjinjing kantong plastik berisi makanan dan minuman. Setengah berlari menuju Hajar dan dokter Radit.


"Bener Radit, ya? Aku dari tadi sempat nebak-nebak kalo ini Radit. masyaallahu, akhirnya kita bisa bertemu di sini, ya? Dan kamu sudah jadi dokter sekarang. Gimana keadaan Salma Dit? Cuma kecapean saja, kan? Dania bertanya dengan serius dan berbinar karena mengetahui dokter yang menangani Salma adalah teman mereka.


"Kita berdoa semoga Salma baik-baik saja, saya sudah ambil darahnya, dan membawanya ke lab. Hasilnya baru keluar besok. kita tunggu." timpal dokter Radit berusaha menenangkan dan menjelaskan dengan nada santai dan berkharisma tentang keadaan Salma.


Radit dari dulu tidak berubah. Penampilannya tetap cool, santai dan tenang, dia memang seorang bintang sekolah yang berturut-turut mendapatkan juara umum di SMA kami.Tak menyangka bisa bertemu di sini.


"Tapi Salma sudah sadar kan, sudah siuman?" Hajar meneruskan untuk memastikan keadaan Salma


"Alhamdulillah sudah sadar, hanya masih sangat lemah. Ada baiknya Salma dirawat dulu di sini. Aku akan bantu mengurus perpindahan kamar Salma, agar dapat prioritas mendapatkan kamar VIP. Kalo mau lihat Salma silahkan. Saya akan coba mengurus administrasinya." Dokter Radit menjelaskan kembali.


"Trimakasih, Dokter Radit." Hajar dan Dania kompak mengucapkan terimakasih pada Dokter Radit. Lalu melangkah menuju ruang IGD.



Bersambung







Titip Rindu untuk Salma ( Cerbung Part 3 )

Kriiiing ... kriiiing ... alarm jam wecker di kamar Salma berdering dengan nyaringnya, berkali kali berbunyi dan terus menerus membangunkan sang empunya. Lajang muda ini memang sangat senang menggunakan barang-barang versi jadoel, seperti jam weckernya yang berdering dan berbentuk kuno ini, merupakan peninggalan neneknya yang keturunan Belanda dan senang mengoleksi barang-barang antik.


cerpen romance


Salma bergerak dan meraih jam yang dia set pagi ini di pukul 5.00. Malam tadi dia pulang sangat larut, jadi sebelum tidur dia sudah terlebih dahulu menuntaskan tugas akhir untuk menghadap Rabbnya. Ya,...dia melakukan salat malam, bukan tahajud.


Tubuhnya kali ini terasa sedikit berat. Mungkin ini dikarenakan diagnosa penyakitnya  yang tergolong langka yang konon bisa menyebabkan badan cepat letih. Salma mencoba untuk duduk terlebih dahulu. Berdo'a di pinggir tempat tidur. Kebiasaan yang tidak pernah lepas dia lakukan. Terbiasa dilakukan sejak dia Menginjak usia 5 tahun. Kebiasaan di sekolah Taman kanak-Kanak Islam yang ditanamkan kala itu membekas sampai dia masuk ke usia dewasa. Masyaallah. Dampak Pendidikan sejak usia dini memang berpengaruh besar terhadap perkembangan seseorang.


Salma mengusap wajahnya dan tak lama gawai di sampingnya berbunyi, ditengok layarnya, tertera tulisan "mom".


Arrggh momi ... pasti ingin bertanya, kapan dia segera berangkat untuk menuntaskan pengobatan penyakit yang tengah dideritanya. Penyakit ini sebenarnya tidak terlalu berefek untuk saat ini. Dan Salma pun merasa baik-baik saja. Namun, memang terkadang dia merasa letih yang teramat sangat jika berkegiatan terlampau berat. Dan pemulihannya butuh waktu 3 hari sampai seminggu untuk benar-benar kembali pulih dan segar. Itu pun harus tidur berjam-jam untuk memulihkannya.


"Hai, Mom, assalamualaikum, apa kabar?"


"Alhamdulillah baik Mey, kamu sudah makan, Nak? Ko wajahmu kelihatan pucat? Kurang tidur, ya? Habis ikut kegiatan apa?" Mami memulai percakapan hari ini dengan berondongan pertanyaan, seperti biasa, dan memang selalunya begitu. Dan seperti biasa masih saja memanggil aku dengan panggilan kecil. Mey!


"Arggh,...Mom, aku sehat, kook, enggak kenapa-kenapa, capek itu, kan, hal biasa yang dialami semua orang. Baru bangun, nih, pastinya belum makan, donk. Lagian Momi teleponnya pagi-pagi amat, sih?" Salma menjelaskan dengan nada lembut pada mominya. Momi yang dia cintai teramat sangat, dan begitu mengkhawatirkannya.


"Kamu harus ekstra jaga kesehatanmu, sayang, Momi khawatir autoimun mu bisa aktif lagi kalo kamu terlampau capek dan tidak memperhatikan kesehatanmu. Jaga dirimu baik-baik. Momi, kan ga bisa selalu nemenin kamu terus!" Mami memastikan ucapannya didengar secara seksama oleh Salma.


"Okay, siap, bos, tenang aja, Mey pasti jaga diri, kok, Mom. Dah dulu, ya,  Mey harus berangkat pagi, nih, hari ini ada bimbingan sama Pa Mukhtar. Beliau orang sibuk, Mom, nanti bakal susah lagi untuk bertemu beliau kalau enggak hari ini."


"Ok, Mey, but be careful and take your self, okay! Assalamu'alaikum," momi menutup pembicaraan dan juga pesan berulangnya pada Salma sembari memberikan isyarat kiss bye.


"Okay, Mom, thankyou sooooow much, wa'alaikumussalam," Salma pun langsung beranjak bergegas untuk salat subuh, mandi dan berpakaian. Cepat-cepat berangkat ke kampus untuk memenuhi janjinya dengan Pa Muukhtar. Salah satu dosen mata kuliah geodesi yang terkenal killer.


                                                                         ***


Di meja makan sudah tersedia sarapan untuk Salma yang disediakan oleh Bi Oca. Sandwich tuna plus susu, sarapan kesukaan Salma. Langsung Salma menyantapnya. Cepat sekali selesainya. Dalam waktu 10 menit saja.


Setengah berlari Salma menuju garasi dan berteriak "Bi Oca, aku berangkat, ya,...Assalamu'alaikum!"


Bi Oca yang lagi nyikat kamar mandi pun ikut berteriak menimpali "Iya,...Neng, ti ati ya!"


Terdengar derum mobil keluar dari garasi, melaju cepat mengarah ke rumah dua sejoli yang selalu menemani Salma kemanapun, Hajar dan Dania. Rumah Salma dan kedua sobatnya ini memang satu komplek dan hanya beda gang saja.


Sahabatnya ini sudah menanti dengan setia di depan rumah masing-masing. Mobil Salma pun langsung melaju ke kampus. Setengah perjalanan menuju kampus, tiba-tiba Salma merasa ada keanehan yang terjadi pada dirinya, seperti ada aliran segar yang mengalir dari hidungnya.


"Salma, ... Kok, hidung kamu berdarah?!" Dania tiba-tiba teriak dan sedikit histeris.


"Ya Allah...Sal, Berhenti dulu, minggir,...minggir!" 


Hajar memperingati. Salma pun akhirnya memarkirkan mobilnya mengarah ke pinggir jalan, lalu menutup aliran darah yang mengocor dari hidungnya dengan tissu yang berhasil di sambarnya dari dashboard mobil. Dania keluar mobil dan berinisiatif untuk bertukar tempat dengan Salma. Kali ini dia merasa harus dia yang membawa mobil.


Salma bergerak ke luar dari mobilnya dan menuju jok belakang, duduk bersebelahan bersama Hajar. Hajar berusaha menolong Salma.


" Gimana, nih, kita balik pulang, atau ke rumah sakit?" tanya Dania.


"Terus saja ke kampus, aku tidak ingin kehilangan moment konsultasi dengan Pa Mukhtar!" Salma menimpali.


"Ya ampuun, say, jangan, lah, liat, dong kondisi kamu sekarang, sepertinya kamu butuh istirahat, jangan terlalu diforsir, ah!" Dania menimpali.


"Please,...tolong aku Dania, bawa aku ke kampus saja. Ini cuma mimisan biasa, gak berarti apa-apa. Aku pun baik-baik saja, kok. Aku maksa, nih!" timpal Salma dengan tegas.


Hajar hanya bisa terdiam menyaksikan keteguhan sahabatnya ini. Akhirnya Dania pun mengalah, dan mereka akhirnya melanjutkan perjalanan ke kampus. Hajar di jok belakang, berusaha membalurkan minyak kayu putih ke tubuh Salma.


"Salma, kamu serius pingin tetap ngampus?" Hajar mencoba memastikan keinginan Salma. Dan Salma mengangguklan kepalanya tanda dia tetap bersikeras.


                                                                              ***


"Gimana, hasil konsultasi dengan Pa Mukhtar, ga ada masalah, kan?" Hajar memburu dengan bertanya, ketika melihat Salma keluar dari ruangan Pa Mukhtar.


"Alhamdulillah, progress 2 ku sudah di ACC oleh beliau, aku bisa lanjut ke progress 3." tukas Salma menganggapi pertanyaan Hajar, dengan nada riang, dan memberi isyarat merentangkan tangan hendak memeluk Hajar.


"Yeaay, alhamdulillah. Syukurlah, aku ikut bahagia."mereka bertiga bersorak kegirangan saling berpelukan. Namun tiba-tiba ada hal aneh pad tubuh Salma. Tiba-tiba hajar dan Dania merasakan tubuh Salma yang lunglai, tak bertenaga dan nyaris jatuh. Sontak keduanya kaget dan berteriak.


"Ya Allah... Salma ... Salma ...tolong...tolong...gaes tolong gaes, cepat ambilkan kursi roda di klinik kampus." Hajar berteriak sembari menopang badan Salma yang lunglai terjatuh, sementara Dania pun, menahannya.


Satpam kampus membawa kursi roda, dan akhirnya dua sahabat Salma membawanya ke dalam mobil, Dania dan Hajar mendorong kursi roda yang diduduki Salma dengan perasaan gundah, segala rasa berkecamuk di dalam kepala keduanya. Ada tumpukan khawatir bergelayut. Dania menangis, Hajar pun terlihat memerah mukanya. khawatir. Mereka membawa Salma ke rumah sakit terdekat, dengan sejuta kecamuk rasa khawatir di hati.


Dania membawa kereta beroda empat itu secepat kilat dengan rasa gundah gulana, sementara Hajar memangku Salma yang sedang tak sadarkan diri. Dadanya berdegup kencang, sekencang lesatan mobil yang dibawa Dania.



Bersambung




Titip Rindu Untuk Salma (Cerbung Part 2)

Kamis, 14 Juli 2022

 Ngiiik,...suara rem  terdengar. Salma menghentikan mobilnya. Dirasakan begitu tiba-tiba oleh Hajar dan Dania yang saat itu sedang tertidur pulas. Salma terperangah tiba-tiba sekelebat bayangan putih melintas di hadapan mobilnya. Perjalanan menuju rumahnya memang harus melewati kuburan umum, melewati hutan kecil yang memang agak gelap.


cerpen komedi


Namun tak menyangka sama sekali disuguhkan pemandangan yang baru pertama kali seumur hidup dilihatnya. Sekelebat bayangan putih seperti seorang wanita bergaun putih dan berambut panjang. membuat dia harus memberhentikan kendaraannya tiba-tiba.


Dania berteriak. "Aaarrg,...ada apa Salma, kenapa berhenti mendadak?" Salma, shock, mukanya pucat. Gagap dan tetiba lidahnya terasa kelu, ketika sahabatnya bertanya apa yang terjadi dia tidak bisa berkata apa-apa. 


"I..i...itu, aku liat tadi ada sekelebat bayangan putih berambut panjang. Aku liat secara jelas." Salma bicara dengan tergagap, sambil telunjuknya menunjuk ke arah jalan.


"Mana, aku enggak lihat apa-apa, kok, kamu ngelamun, kali, ya?" 


Hajar menimpali, begitu juga dengan Dania, dia menimpali dengan ungkapan yang sama.


"Engga, aku bener-bener melihat sosok bayangan itu, tapi anehnya sekarang entah kemana, seperti menghilang." Salma berbicara dengan nada kebingungan sambil pandangannya lurus ke depan sambil celingukan seolah mencari sosok yang dilihatnya tadi.


"Coba kamu istigfar Salma, aku khawatir kamu tadi ngelamun dan berhalusinasi, karena sebelumnya, kan kita sempat bercanda menyebut makhluk itu, iiihh, serem, tuh, kan, jadinya!" Hajar nyerocos sambil sebenarnya diapun merasa ketakutan dan sedikit mengiyakan kalo apa yang dilihat oleh Salma benar adanya kalau itu adalah sesosok kunti. 


Selagi ketiga bestie ini bersitegang dan bertanya-tanya tentang kejadian tadi. Tiba-tiba menyembul sosok putihdi depan kap mobil. Sosok itu pelan-pelan makin jelas bentuknya. Sosok itu sedikit membungkuk seperti meraih sesuatu, dan lama-lama mendekat.


Ketiga bestie itu, matanya terbelalak dan ketakutan karena bayangan putih itu lama-lama berjalan mendekat ke arah mereka dan tiba-tiba tangannya melambai-lambai mengibaskan pakaian putihnya. sosok itu teriak minta tolong ke arah tiga gadis yang sedang terbelalak itu. 


Tetiba para gadis itu saling memandang keheranan karena kenapa ada syetan yang minta tolong sama manusia? Sontak ketiganya bertanya-tanya dan langsung tersadar apa yang terjadi di depan. Apa yang mereka saksikan itu bukanlah sosok makhluk ghaib. Mereka memastikan lagi dan berusaha memicingkan mata dan metyakinkan diri tentang yang dilihatnya.


Yaaap, ternyata sosok yang sedang berjalan tergopoh-gopoh sambil menuntun bocah berambut panjang itu adalah seorang ibu-ibu yang tengah memakai mukena. Tiga gadis ini akhirnya menghambur ke luar mobil, menghampiri si ibu, yang sepertinya sedikit merasa kesakitan.


"Tolong Ibu, Neng, Ibu mau membawa anak ibu ke dokter, badannya tadi tiba-tiba menggigil hebat, ketika ibu sedang salat."


 Si ibu terbata-bata menjelaskan keadaan anaknya.


"Ya...Allah, ayo, Bu, kami antar ke klinik terdekat." 


Salma meraih anak perempuan kecil berambut panjang tersebut, sementara nadia membantu si ibu berjalan ke arah mobil. Akhirnya Salma membawa mobilnya bersegera menuju klinik terdekat. Akhirnya mereka berlima tiba di klinik Permata Sehat, Mobil diparkir di halaman klinik lalu Salma dan Hajar yang duduk di samping Salma keluar untuk membantu ibu dan anak berjalan menuu klinik. 


Para perawat yang berjaga malam itu bergegas menghampiri si ibu dan anak kecil yang tengah lunglai, seorang perawat secepat kilat menyambar kursi roda dan meletakkan anak kecil yang dia ambil dari gendongan Dania ke atas kursi roda, dan segera melarikannya ke ruang IGD atau Instalasi Gawat Darurat.


Dokter segera datang dan langsung mengangani anak kecil tersebut. Para pengantar pun segera meninggalkan ruangan tinggal si ibu yang masih menunggu anaknya didiagnosa oleh dokter. 


"Ibu, anak ibu sepertinya hanya kekurangan cairan saja, apakah seharian ini dia main terus, jadi bikin dia lupa minum?" Dokter memberikan penjelasan pada sang ibu.


"O, iya, Dok, seharian ini dia memang membantu pamannya di ladang yang sedang panen sayur. Padahal hari ini panas sekali Dok,  saking senangnya sepertinya sampai lupa minum." Si ibu mencoba menjelaskan dan mengingat kejadian hari ini.


"Putri ibu sudah boleh pulang, saya beri resep, ya, cukup diminum satu kali saja, karena ini hanya gejala ringan dehidrasi, untuk sementara biar perawat memberi dia banyak minum dulu di sini, setelah 30 menit, Ibu boleh kembali pulang, ya!" Dokter menjelaskan dengan gamlang, dan si ibu pun mengangguk-angguk tanda paham.


"Baik, Dok, trimakasih."


"lain kali sering diingatkan putrinya untuk rajin minum, ya, Bu, karena air sangat penting bagi tubuh kita!"


Baik, Dok, akan saya ingat pesan Dokter," Si ibu berbicara dengan nada bahagia ketika mengetahui anaknya baik-baik saja.


Dihampirinya tiga gadis yang tadi membantu membawa dirinya dan putrinya. Salma, Hajar dan Dania yang sedari tadi duduk di ruang tunggu, serempak berdiri ketik melihat kedatangan sang ibu.


"Neng, alhamdulillah anak Ibu tidak apa-apa, dia sudah boleh pulang oleh dokter, kata dokter dia hanya terkena dehidrasi ringan, kita tunggu setengah jam-an lagi, ya, Neng, nanti baru boeh pulang, dokter bilangnya begitu, trimakasih, ya Neng sudah merepotkan, sudah diantar masih ditunggui pula, masyaallah, semoga Allahu memberkahi kalian," si ibu menjelaskan kembali hasil analisa dokter.


"Baik, Bu, tidak masalah, kami akan menunggu sampai beres, biar nanti sekalian kami antar Ibu pulang sampai ke depan rumah," imbuh Salma pada si ibu. Si ibu langsung berbalik menuju ruangan IGD tempat anaknya dirawat.


Tidak lama kemudian muncul si ibu dengan putrinya yang sudah bisa berjalan kembali, terlihat lebih segar dibanding sebelumnya. Salma, Hajar dan Dania membantu si ibu dengan putrinya menuju mobil. Mereka berlima dibawa oleh mobil Salma yang berjalan dengan kesempatan sedang. Salma mencoba memperjelas posisi kediaman ibu tersebut dengan meminta mengarahkan jalan. Akhirnya sesuai arahan si ibu mereka sampai di kediaman si ibu, yang ternyata tidak terlalu jauh dari tempat pertama mereka bertemu. Salma mengantar si ibu sampai depan pintu dan langsung pamit, karena hari sudah larut.


"Banyak istirahat, ya, dek, dan jangan lupa untuk banyak minum! Semoga lekas sembuh." Salma mengucapkan kata perpisahan kepada ibu dan anak itu. Si ibu dan Mira mengucapkn terimakasih sambil melambaikan tangan tanda perpisahan. Nama anak itu ternyata Mira.


Tiga gadis ini langsung melanjutkan perjalanan. Sesampainya di dalam mobil mereka membahas permasalahan salah liat yang dilakukan Salma, ketiganya ngakak berbarengan, miris sama kelakuan sendiri. 


"Hadeuh, Salma...Salma..., kita, tuh, udah ketakutan banget, lho, sama pernyataan kamu yang bilang kalau ada sosok putih berambut panjang berkelebat melewati mobil. Hampir saja jantungku copot." Dania berseloroh.


"Iya, aku juga sama, hampir saja Aku mati berdiri ketakutan, ngebayangin yang enggak-enggak, ga taunya, kelebatan bayangan putih yang kamu maksud itu adalah si ibu pemakai mukena, dan yang terlihat rambut njang itu ternyata rambut anaknya yang sedang digendong. Heu,...heu,...Salma...Salma."

Hajar berseloroh sambil tertawa-tawa membayangkan keadaan mereka yang mungkin jika ngaca sudah pucat pasi.


Salma terus melajukan mobilnya sambil tertawa-tawa mendengar gurauan temannya dan membayangkan kekonyolan dirinya. Mobilnya menembus malam yang dingin dengan sangat gagah membawa penumpangnya yang masih segar walaupun waktu sudah menunjukkan


Salma mengantarkan temannya satu persatu sampai depan rumah, dan terakhir dia sendiri menuju rumahnya, ada terselip rasa takut juga sebenarnya membayangkan peristiwa tadi. Takut jika apa yang dibayangkan benar-benar nyata. 


Salma berhasil memarkirkan mobilnya dengan rapih dan sukses, akhirnya dia masuk ke dalam rumah. Dia memnag terbiasa membawa kunci serep. Di rumahnya hanya ada Bi Oca. Orangtuanya tidak sedang di Indonesia, mereka berdua sedang mengurusi bisnis mereka.


Salma bergegas mengunci pintu kembali dan naik ke lantai atas. Kamarnya ada di atas. Bersih badan sebentar, ganti baju, langsung mengukur tubuhnya di atas tempat tidur. Salma bergumam, alhamdulillah 'ala kulli hal, untuk setiap yang terjadi hari ini. Terlelap dengan senyum puas, karena hari ini dia telah berhasil menolong sesama makhluk Allah. Merenda malam dengan keberkahan Allahu.


Bersambung









Titip Rindu untuk Salma (Cerbung part 1)

Gadis manis berkerudung hitam itu, sebentar-sebentar melirik ke arah jam tangan kulit berwarna biru muda yang terpasang manis dipergelangan tangannya. Dengan kostum yang senada berwarna biru tua, penampilannya terlihat sangat menawan. 


cerpen romance


Kulit kuning langsatnya sangat pas berpadu  dengan kemeja biru dan rok denim biru pucat. Sore yang nampak teduh dan hening ini terasa kian romantis diiringi dengan dentingan piano yang dimainkan oleh seorang pianis wanita yang juga berpenampilan good looking. Tubuh langsing dibalut dengan gaun berwarna hijau pupus.


Jari-jarinya yang lincah memainkan tuts piano mengeluarkan alunan yang sangat indah. Salma begitu menikmati alunan piano yang begitu mengusap lembut hatinya yang kini sedang tengah sedikit resah karena tengah menanti kedatangan seseorang. 


Di tengah penantiannya pikirannya menerawang memikirkan selembar kertas hasil test kesehatan yang sudah dia lakukan seminggu yang lalu. Ada sejenis penyakit langka yang bersemayam dalam dirinya. yang efeknya sudah dia rasakan dalam satu tahun terakhir ini. Mudah letih! Keadaan ini yang dia rasakan kadang mengganggu aktivitas hariannya yang sebenarnya cukup padat.


Ditambah dengan kekhawatiran kedua orangtuanya yang menginginkan dia untuk menyusul mereka dan melakukan pengobatan di negeri Kangguru, tempat orangtuanya mukim saat ini. Sementara dia tak ingin pergi meninggalkan Indonesia. Tanah kelahirannya ini sudah sangat dia cintai dan membuatnya nyaman. Untuk itu tak ingin sekali, jika harus pergi meninggalkan.


Ketambah lagi study-nya yang hampir saja menemukan titik akhir harus segera dia tuntaskan. Dia tak ingin kalah dengan penyakitnya. 


Salma duduk sambil tetap memandangi jalan, berharap dua sosok sahabatnya segera muncul. Mereka bertiga berencana mengerjakan tugas akhir di cafe ini.


Haaaiii....haiii...Salmaaa....dua sosok gadis berjilbab merah dan pink, berhambur ke arah tubuh Salma. memeluk salma dan mengucapkan permohonan maaf, karena sudah bikin Salma lama menunggu. Si jilbab merah agak teriak histeris, namun berusaha dihentikan oleh Salma.


"Maafkan kami, ya, Salma, agak telat, sudah lama nunggu, yaa...?" 


Hajar menyampaikan maaf dengan suara tenang, sambil mencolek lengan Dania yang agak sedikit heboh. Gadis yang satu ini bawaannya memang selalu periang, jadi jika berbicara terkadang agak lepas kontrol, pinginnya selalu bersuara kencang dan lepas. Sifatnya yang periang ini seringkali melumerkan suasana dan bikin keadaan tambah ceria.


"Dari mana, sih, kaliaan, aku dah hampir lumutan, nih, di sini, nunggu kalian. Untung saja cafe ini menyediakan hiburan yang bikin betah, coba, klo engga, sudah aku tinggalin dari tadi, deh." Sambil sedikit merajuk, Salma berbicara dan sedikit merengut.


"Okeh, okeh, sekali lagi maaf yaa. Tadi Pa Sulaiman memanggil aku lagi Salma, karena tadi Dania kebetulan lewat, jadi aku minta Dania untuk temani aku menghadap beliau.


"Kenapa Pa Sulaiman memanggil kamu?" Hati Salma mulai cair ketika mendengar aduan sahabatnya yang disampaikan dengan nada resah.


"Yaa,...tentang apa lagi kalo bukan perkara skripsi, beliau bilang harus banyak memperbaiki ulasan pada bab 3 datanya masih banyak yang kurang, beliau juga minta ditambah referensi, harus memenuhi kurang lebih 150 referensi buku-buku yang terbit maksimal 10 tahun terakhir, hheeehh."


Hajar bercerita dengan nada berat dan diakhiri dengan hembusan nafas panjang. Matanya menatap bergantian ke arah Salma dan Dania, seolah ingin meminta bantuan. Meski tidak bermaksud merepotkan sahabatnya ini, namun dengan bercerita setidaknya Hajar berharap bisa meringankan sedikit bebannya, dan mungkin kedua temannya ini bisa memberikan saran yang nantinya akan meringankan tugasnya.


"Ah,...ga usah dijadikan pikiran. Tenang saja, nanti kita bantuin, kok! Ya,..kan Dania?! Ntar kalo aku sama Dania lagi cari referensi untuk gaweanku, bisa sekalian cari untuk kamu, yaa, take it easy lah, say,...berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Okay...?!"


Salma berusaha menenangkan hati Hajar yang terlihat gundah, ada bersit takut terlihat dari paras manisnya, kulitnya wajahnya yang putih sedikit memerah menyamai warna hijabnya yang berwarna pink. Terlihat lucu dan menggemaskan.


" Okay, dong, sipp, lah.Ya udah, kalo gitu kita bakal nongkrong di sini sampai malam aja ya kalo gitu. Kita kerjain bareng-bereng skripsi kita. Dengan ngerjain bareng kaya gini pasti ga akan terasa cape, deh!" Seru Dania, mengingatkan tujuan awal kami berkumpul di Cafe Damar ini.


Kami memang senang sekali berkumpul di Cafe Damar. Cafe yang tak jauh dari kampus ini, tempatnya romantis dan nyaman. Cafe yang pas sekali buat kami kaum mahasiswa pemburu tugas akhir. Selain bisa membuat pikiran relax, yang terpenting adalah, makanan yang disajikan benar-benar ramah di kantong. 


Makanan dan minuman yang disuguhkan pun bervariasi, ada makanan ringan dan juga aneka makanan berat. semua tersaji lengkap. Kami bertiga pun memutuskan untuk berdiam di Cafe ini sampai malam menjelang. Di Cafe ini selain memiliki kelebihan yang sudah kami sebutkan, tersedia juga mushala yang bersih dan aesthetic, pokoknya bikin betah. 


Berjam-jam kami duduk sambil menghadap laptop kami masing-masing. Saling bertukar pikiran, memberikan masukan untuk tugas akhir kami masing-masing, sambil diselingi senda gurau. Tidak perlu terlalu berat untuk dipikirkan. Toh skripsi itu akan beres pada waktunya. Alon-alon asal kelakon. Perlahan tapi pasti. Semuanya akan berakhir indah.


Waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Dania terlihat menguap dan sepertinya sudah mengantuk, terlihat di layar laptopnya dia sudah menekan pilihan shutdown. Pertanda mengajak untuk mengakhiri pertemuan ini. Dia berseru.


"Gaes, kayanya kita lanjut lagi next, yuk, mataku udah berat banget, nih!"


"Okay, sepertinya kita memang harus sudahi, gak baik juga, ya pulang terlalu larut untuk kaum hawa macam kita, takut disamber,..." Salma menimpali


"Hah, disamber apa, sih?" Dania menimpali sambil terbelalak, memutus omongan Salma.


"Disamber kuntilanak, hahah...!" Salma menimpali pertanyaan Dania. Mata Dania yang tadinya terlihat berat karena mengantuk tiba-tiba terbelalak dan terlihat segar. Nampaknya anak ini sudah hilang rasa kantuknya.


"Ah,...kamu sembarangan aja kalo ngomong, jangan bikin takut napa!" Dania kembali menimpali dengan nada kesal dan sedikit ketakutan.


"Ha..ha..ha." 


Hajar menimpali dengan tertawanya yang terbahak, merasa lucu melihat sahabatnya yang periang dan ceria ini tiba-tiba menampakkan wajahya yang suoer lucu, ketika sedang ketakutan. 


" Ya, udah, hayu kita cabut. Alhamdulillah kerjaan kita cukupkan sampai di sini, lumayan, lah ya, sudah ada progress yang berarti, joom, ah!"


Tiga sahabat ini lalu pergi meninggalkan Cafe Damar. Cafe favorit mereka bertiga. Cafe tempat bercerita senang maupun duka, bisa dikatakan Cafe ini adalah saksi hubungan dekat tiga sahabat ini.


Mereka bertiga menuju mobil Mazda putih yang terparir di sampin Cafe. Mobil milik Salma. Dia selalu mengajak ke dua sahabatnya ini untuk ikut mobilnya, karena kebetuklan rumah mereka saling berdekatan. Masih dalam satu komplek.


Salma menyalakan mesin, dan perlahan mobilnya bergerak meninggalkan Cafe Damar. Tak lupa dia melantunkan bismillah dan do'a safar, yang diikuti juga oleh kedua sahabatnya. Salma berusaha konsentrasi menyetir yangditemani Hajar yang duduk di sebelahnya. Sementara Dania ternyata sudah terdengar mendengkur. Huft, ternyata temannya ini betul-betul lelah. 


Besok sudah harus kembali masuk kuliah. Salma menekan pedal gas lebih dalam lagi agar segera sampai di rumah. Alhamdulillah untuk hari ini. Mobilnya melesat dengan kecepatan 80 km per jam. Menerobos malam yang saat itu masih lumayan ramai dengan kendaraan yang hilir mudik. Laju mobilnya terus dipercepat, ingin segera sampai di haribaan selimut tebal yang akan memberi kehangatan di udara Bandung yang lumayan dingin malam ini.


Bersambung ke sesi 2


 





Puisi Selasa Penuh Rasa

Selasa, 05 Juli 2022

Ketika manusia disinggahi beban berat, ingin rasanya dia berlari dan menyudahi permasalah yang singgah dalam dirinya. Namun hal itu merupakan hal yang tak pantas dilakukan sebagai seorang hamba. Dari pada pusing dan bermuram durja, Yuk, mending kita berpuisi di hari selasa yang penuh  rasa. 


puisi penuh makna


Apakah ini curhat yang dirasakan oleh sang penulis puisi tentang aneka peristiwa yang dijumpainya pada hari selasa ini? Yaaaa, bisa jadiii, maka dari itu di penghujung hari selasa ini, sebagai pelepas lelah dan penat terciptalah puisi selasa penuh rasa.


Puisi ini merupakan sambungan dari puisi kumpulan hari-hari yang bermakna. Ditulis spontan sebagai ungkapan rasa, atas perstiwa yang dijumpai dalam mengisi hari. Mungkin ada teman-teman yang memiliki pengalaman yang sama di hari selasa, bisa berpuisi bersama, dong kita, kuy, lah!! Silahkan tulis di kolom komen yaa, sebait puisi Sahabat Insnita, spesial dipersembahkan untuk memaknai hari.


Saya pribadi termasuk orang yang senang berpuisi, merangkai kata baris demi baris untuk menumpahkan asa dan rasa yang saya miliki. Terkadang puisi mampu menyelamatkan mood swing hati yang sedang tak menentu, layaknya healing.


Puisi merupakan aliran rasa yang mampu menjadi perwakilan rasa dan asa. Biarlah setiap kata mengalir dengan warnanya sendiri, yang kadang datang dan memuat memuat ciri bersastra. Meski pemilihan diksi yang tak terlalu indah, saya kerap menumpahkannya.


Semga puisi selasa penuh makna ini masuk dalam karya sastra, yaa. menurut yang saya baca karya sastra adalah rangkaian katanya memuat persoalan dan bersifat koherensi sehingga isi dan bentuknya saling berkesinambungan. Karya sastra juga memuat isi yang penuh persoalan dan penuh kesan mendalam serta memiliki nilai sentimentil. Kalo gitu, puisi Selasa Penuh rasa di bawah ini sudah memenuhi syarat belum, yaa, untuk bisa dikatakan karya sastra. Bisa bantu nilai, sist??



Selasa Penuh Rasa

By: Nita


Hai selasa kau datang padaku dengan segala rasa

Hingga aku hampir saja tak dapat menahan rasa

Ada banyak asa namun terkadang tak kuasa

Hingga akhirnya timbul gejolak rasa


Aku memang manusia biasa

memiliki batas dan rasa

Hingga terkadang jenuh rasa melanda

Sampai tergagap mengolah rasa


Terkadang kuingin lari menjauh menghempaskan rasa

Ketika rasa dan asa menemui siksa

Namun Hasratku akhirnya berbicara

Kita hanyalah hamba yang sedang berkelana

di bumi Sang Penguasa tuk laksanakan titah





Ikatan Cinta Itu Tlah Terlepas Simpulnya

Minggu, 26 Juni 2022

Rona di wajahnya semakin terlihat memerah tatkala terik sinar matahari menimpa wajahnya yang putih bersih mulus tak bernoda. Kepala wanita itu didongakkan menghadap langit, layaknya meminta sebuah pengharapan kepada Sang Pencipta.


Jilbabnya yang panjang terurai, tertebak angin, melambai seolah sedang ikut merasakan gundah gulana si pemiliknya. Taman tempatnya beristirahat siang ini kebetulan sedang sepi pengunjung, suasana sekitar taman begitu hening dan hanya kicauan burung yang terdengar bersautan.


Cerita pendek sedih tentang kehidupan


Ikatan Cinta Itu Tlah Terlepas Simpulnya


Keheningan suasana taman serta kicauan burung menciptakan sedikit keteduhan dan ketenangan di hati Rara yang kala itu sedang terhimpit dengan kasus perceraian yang baru saja disahkan oleh pengadilan. Dua hari yang lalu.


Tangannya yang sedikit bergetar menyeka pipinya yang dibasahi oleh air mata. Terlihat matanya meninggalkan jejak sembab. Suaminya yang pergi meninggalkan dia dan anak-anaknya untuk kesekian kalinya menjadi beban yang kini sedang menggelayuti pikirannya. 


Wajahnya menoleh ke sebelah kiri bawah, karung besar yang berisi pakaian sisa barang yang sudah dia jajakan siang ini.  Dia pandangi bungkusan itu dengan perasaan miris. Helaan nafasnya terdengar sangat berat, dia coba menghempaskannya secara perlahan.

 

Bayangan suaminya yang sering memukulinya menari-nari dalam pikirannya. Ini penyebab dia harus meninggalkan zona nyaman yang selama ini dia rasakan. Berbalik 180 derajat, kini dia harus mulai membiasakan diri untuk bisa mandiri.


Menghidupi dirinya dan kedua buah hatinya. Dia bertekad untuk hal ini, berusaha terbebas dari cengkeraman lelaki yang selama ini menjadi teman hidup. Teman hidup yang sangat tak menyenangkan bagi dirinya dan anak-anak dalam beberapa tahun belakangan ini.


Awalnya rumahtangga yang dia jalani begitu harmonis, sakinah mawaddah dan wa rohmah. Sejak ada sosok wanita idaman lain di hati suaminya, perilaku suaminya berubah drastis. Pria itu kerap kali melemparkan kemarahan kepada dirinya dan anak-anak di rumah.


Demikianlah Rara akhirnya memutuskan untuk menyudahi rumahtangga yang terbilang sudah sangat tidak sehat. Dia tak ingin anak-anak mengalami trauma psikologis yang akan berdampak tak baik bagi kesehatan jiwa.


Untuk itu ketika sang suami menjatuhkan talak kepada dirinya, dia tak melakukan perlawanan sedikitpun atau pembelaan apapun yang dia ajukan. Hatinya bertekad untuk merasa cukup menemani suaminya sampai sejauh ini. 10 tahun membina rumahtangga.


Hanya saja hatinya kini masih begitu teriris. Sedikit pun tak terbayang. Bahwa pilihan hatinya akan mampu menyekiti seperti sekarang ini. Haris kala itu begitu berbeda dengan beberapa tahun belakangan. 


Harapannya pupus, ketika laki-laki yang dia harapkan akan menjadi imam bagi dirinya dan anak-anak, kini telah pergi meninggalkan. 


Sosok Nenek yang Mampu Mengingatkannya Pada Hakikat Hidup


Dalam perasaan yang tak menentu dan kondisi perasaan yang kacau, sekelebat Rara melihat sosok nenek renta yang berjalan sendirian menggeser tongkat yang menyanggah tubuh rentanya. Menyaksikan pemandangan ini, serasa ada aliran sejuk dan memberikan kesegaran serta kekuatan ke dalam hatinya yang kini sedang rapuh.


cerita sedih singkat



Pemandangan seorang nenek yang dia saksikan, seolah memberikan tiupan semangat ke dalam dirinya. Jika wanita serenta itu masih terus optimis dan semangat dalam mengahadapi dan menjalani kehidupan. Kenapa aku harus berkeluh kesah?


Allah telah menitipkan anak-anak yang super hebat yang selama ini menemani hari-harinya. Kehadiran anak-anak menjadikan hari-harinya terasa bermakna. Karena Allah memberikan nikmat yang terasa sangat indah bagi sebagian besar wanita, yaitu menjadi seorang ibu.


Tidak semua wanita bisa merasakan miracle dan keberuntungan bagaimana nikmatnya mengandung dan membesarkan seorang bayi manusia. Merasakan ada sosok manusia yang hidup dan menjadi bagian dari tubuh diri sendiri.


Bukankah mereka adalah sumber semangat yang membuat diriku bisa tegak hingga saat ini. Sumber inspirasi dan motivasi agar bisa menatap hidup dengan penuh optimis. Masih ada Secercah sinar yang akan membawa kebahagiaan di depan sana.

Rara beranjak dari tempatnya dan berlari  mengejar sang nenek, lalu memberikan sedikit uang. Dia kepalkan, dan si nenek pun terkejut. 


"Buat makan siang, Nek. Nenek sudah makan?" 


"Alhamdulillah,...belum, Nak, trimakasih, kamu adalah malaikat penolongku, kebetulan sekali dari pagi saya memang belum makan." Si nenek terharu menerima pemberian Rara, mengusap punggung Rara seraya mulutnya berkomat-kamit membacakan do'a.


"Trimakasih ucapan dan pengharapan baiknya, kita sama-sama berjuang, ya, Nek! Kalo gitu silahkan nenek teruskan perjalanannya, di persimpangan sana ada warung nasi yang rasanya enak, tapi harganya murah,  mungkin Nenek bisa mampir, hati-hati, ya, Nek!" 


Aku mengarahkan kepada si nenek tentang rumah makan langgananku. Hatiku berdesir, dan merasa lebih ringan. Melihat kondisi si nenek, aku merasa betapa keadaanku masih jauh lebih beruntung dibanding sang nenek.


Aku masih kuat, perjalananku masih panjang. Tiga permata hatiku sedang menantiku di rumah, aku bertekad untuk bisa semangat terus membesarkan mereka dengan penuh cinta dan doa. Aku yakin aku bisa. Kuat setegar karang di lautan.


Anak-Anak adalah Permata Hati Penguat Jiwa


Aku ambil karung besar berisi pakaian dagangan, kuangkat dan kuletakkan di atas jok belakang sepeda motorku, aku mulai menyelah dan bergegas untuk pergi meninggalkan taman. Menemui buah hatiku, yang pastinga sedang sangat menunggu kedatanganku. 


Ingin rasanya aku segera langsung memeluk mereka, mengusap kepala mereka dan memberikan perlindungan serta menguatkan mereka. Meyakinkan pada mereka, bahwa mereka memiliki sosok ibu yang akan membuat mereka bangga, dan akan menjaga mereka dengan sepenuh jiwa. 


Memberikan keamanan dan kenyamanan bagi mereka. Memberikan keyakinan bahwa mereka akan tumbuh menjadi anak-anak hebat dan sukses hidupnya dunia dan akhirat. Itu pengharapan terbesarku pada Sang Kholiq. Allah Jalla wa 'ala.


Inna ma'al usri yusra, sesungguhnya setelah kesulitan pasti akan ada kemudahan.

.

Surat al-Insyirah menguatkan hatinya. Meyakinkan hatinya, bahwa Allah akan mengganti malam dengan siang. Mengganti kesedihan dengan kebahagiaan.


Rara melesatkan motornya dengan lebih cepat lagi, menghempaskan kegundahan. Seumpama tekadnya yang akan melesat menghempas kesedihan dan menggantinya dengan harapan dan bahagia.



Tantangan ODOP. Cerpen dengan menggunakan teknik opening describing a setting.


Custom Post Signature

Custom Post  Signature
Educating, Parenting and Life Style Blogger