Belajar istiqamah dari kesederhanaan Suku Baduy, sangat menarik perhatian dan menyentuh hati saya. Ketika mula pertama saya mencoba menjejakkan kaki di sana, sebenarnya sempat dibuat tercengang. Suku Baduy yang saya pikir ada di dalam hutan dan di pedalaman, ternyata sudah bisa dijumpai tak jauh dari perkampungan terdekat dengan Suku Baduy. Keunikan salah satu suku di Indonesia ini membuat saya tertarik untuk sering berkunjung ke daerahnya yang seksotis dan masih sangat natural.
Dari mana sebenarnya asal Suku baduy ini, sehingga mereka begitu sangat berbeda dengan masyarakat sekitarnya? Apa yang melatar belakangi keberadaan mereka? Banyak versi yang menerangkan keberadaan suku ini diantaranya ada yang menyatakan bahwa Suku baduy merupakan Orang-orang keturunan Raja Pajajaran yang melarikan diri ke daerah pedalaman kaki Gunung Kendeng daerah lebak, Banten. Dalam Wikipedia dijelaskan bahwa nama Baduy diberikan oleh penduduk dari luar suku Baduy, yang dimula dari sekelompok peneliti sejarah dari Belanda dengan pengibaratan yang diberikan pada komunitas Arab Badawi yang kehidupannya berpindah-pindah atau Nomaden. Namun berita lain juga menyebutkan, bahwa pemberian nama pada suku ini berasal dari Gunung Baduy dan Sungai Baduy yang ada di daerah mereka.
Suku Baduy merupakan sub etnis dari Suku Sunda yang memiliki bahasa daerah yang sama yaitu Bahasa Sunda. Suku Baduy sendiri terbagi menjadi dua kelompok yaitu Baduy dalam dan Baduy luar. Pada artikel kali ini saya hanya mengenalkan sedikit saja tentang budaya dan Adat istiadat Suku Baduy untuk diteladani keistiqomahan dengan kesederhanaan gaya hidup yang diusungnya. Adapun cerita sejarah lengkapnya saya akan tulis pada artikel lain, semoga bisa terealisasi, ya.
Akses Jalan Ke Perkampungan Suku Baduy
Beberapa tahun yang lalu agak susah untuk mengakses daerah ini, namun dengan perbaikan infrastruktur, akses jalan menuju Baduy saat ini bisa dilalui dengan mudah. Dengan menggunakan kendaraan bermotor dari kediaman saya di Rangkasbitung berjarak hanya memakan waktu sekitar 1 jam 15 menit kira-kira, bisa lebih ataupun kurang. Dengan waktu yang tidak terlalu lama ini kita sudah bisa mencapai Suku baduy nan eksotis.
Akses kendaraan umum ke perkampungan suku Baduy bisa menggunakan angkutan jenis Elf, dengan rute Rangkasbitung - Ciboleger. Dari terminal Ciboleger menuju perkampungan Suku Baduy bisa ditempuh dengan hanya berjalan kaki dengan jarak kurang lebih sekitar 300 meter. Dengan jarak sedekat ini kita sudah bisa menikmati ketenangan dan eksotisnya lingkungan tempat tinggal Suku baduy. Sungguh jauh berbeda dengan lingkungan terdekat yang hanya berjarak ratusan meter saja.
Adat Suku Baduy yang Masih Dipertahankan
Memiliki tempat tinggal yang tak jauh dari sebuah komunitas yang belum banyak tersentuh dengan kemegahan dan kemajuan teknologi saat ini, membuat saya ingin berkunjung ke sana. Pinginnya, sih bisa sering berkunjung. Eksotisnya tempat ini bisa dijadikan sebagai healing disaat kita sudah penat dengan rutinitas yang cukup menguras tenaga dan pikiran. Sejuk, teduh, kesannya jauh dari kebisingan padahal kebisingan itu tidak begitu jauh dari Suku Baduy berada.
Keunikan Suku Baduy yag tidak dimiliki oleh masyarakat pada umumnya, membuat terkesan banyak orang yang sudah berkunjung ke tempat ini. orisinalitas gaya hidup yang masih banyak dipertahankan membuat banyak orang takjub. Banyak hal yang bisa kita pelajari dari kesederhanaan Suku Baduy dalam menjalani kehidupan, karena mereka masih berani tampil beda. Suku Baduy ini terbagi menjadi dua komunitas suku, yaitu Suku Baduy luar dan Suku Baduy dalam. Suku Baduy luar sudah sedikit terwarnai oleh kebudayaan dari luar beda halnya dengan suku baduy dalam yang bisa dikatakan masih sangat primitif. Beberapa perbedaan yang dimiliki Suku Baduy dengan masyarakat pada umumnya yang masih terus dipertahankan diantaranya adalah:
- Bahan dasar bangunan rumah menggunakan bilik yang terbuat dari anyaman bambu. Semua pemukiman di suku baduy harus terbuat dari bahan dasar yang sama, pasir dan semen dilarang di sini, kaya miskin tidak terlihat, semua sama.
- Tidak boleh ada aliran listrik yang masuk ke dalam pemukiman Suku Baduy.
- Alat memasak masih menggunakan tungku perapian, tidak boleh menggunakan kompor minyak tanah ataupun kompor berbahan bakar gas.
- Rerata masyarakat Suku Baduy menggunakan pakaian khas ciri Suku Baduy, walaupun belakangan banyak juga diantara mereka yang menggunakan pakaian pada umunya seperti kaos dan baju-baju lainnya, namun alakadarnya saja, tetap perpaduan ciri khas mereka masih dikenakan. Para wanitanya, jika menggunakan atasan kemeja atau kaos, bawahannya masih mengenakan kain lurik khas suku ini. Begitupun dengan kaum lelakinya, jika mengenakan atasan kaos atau kemeja, padanan bawahannya mengenakan celana khas suku mereka. Ini hanya khusus untuk Baduy luar, sedangkan Baduy dalam sama sekali tak banyak tersentuh budaya luar.
- Peralatan makan masih menggunakan alat yang terbuat dari alam, seperti batok kelapa, gelas bambu, sendok bamboo. Jangan harap bisa menemukan gelas dan piring yang terbuat dari pecahan beling di tempat Suku Baduy dalam, walau Suku Baduy sudah mulai menggunakan peralatan pecah belah, namun dengan bentuk yang masih sangat sederhana.
- Agama yang dianut adalah agama kepercayaan, atau animisme atau mereka menyebutnya dengan sebutan sunda wiwitan. Belakangan ada beberapa penduduk Suku Baduy yang sudah memeluk agama Islam, namun para muallaf ini harus rela meninggalkan Sukunya, keluar dari lingkungan Suku Baduy. Untuk para muallaf dari Suku Baduy pemerintah memiliki kepedulian dengan menyediakan satu kampung yang diperuntukkan para pemeluk baru Islam ini. Tempat ini dinamakan Kampung Landeuh.
Gunung teu beunang dilebur Lebak teu beunang dirakrak yang artinya gunung tak boleh dihancurkan daratan tak boleh dirusak ~ Slogan Suku Baduy ~
Mata Pencaharian Masyarakat Suku Baduy
- Sebagai petani. Lahan daerah Suku Baduy yang sangat luas dan berada di daerah perbukitan, menjadikan daerah tempat tinggal mereka memiliki tanah yang subur dan menjadi lahan yang baik digunakan untuk cocok tanam. Banyak sekali hasil bumi yang mereka hasilkan diantaranya, padi huma (padi yang ditanam di daratan), jengkol, pisang, singkong, kelapa dan jahe merah dan durian,serta hasil bumi lainnya, yang hasilnya juga dijual ke pasar sekitar.
- Sebagai Pedagang. Selain hasil bumi yang menjadi barang yang diperjual belikan, mereka juga menjual kain tenun hasil tenunan para wanita Baduy. Mereka merupakan penenun ulung. Kain tenunan hasil kreatifitas tangan-tangan para wanita Baduy ini sudah merambah ke skala nasional bahkan internasional. Beberapa barang yang menjadi penopang perekonomian Suku Baduy diantaranya madu, jahe merah, gula merah, hasil kerajinan tangan berupa tas, gelas bamboo, gelang dan masih banyak lagi kerajinan tangan yang lainnya.
Chanel Youtube Aseli Punya Orang Baduy
Jika teman-teman ingin mengetahui lebih jauh tentang budaya Baduy, bisa kunjungi beberapa chanel youtube yang membahas keelokan Suku Baduy dengan beragam keunikannya. Bisa berkunjung juga ke chanel youtube aseli milik warga baduy di chanel youtube Akosarka Baduy. Lho, kok bisa punya chanel youtube, katanya terisolir? Saya juga sempat melayangkan pertanyaan ini. Ini hanya bisa dilakukan oleh Suku Baduy luar, yang memang notabene sangat dekat dengan lingkungan perkampungan Baduy, dan memiliki aturan yang aga longgar dari peraturan yang ada di Suku Baduy dalam. Beberapa diantara mereka ada yang tergerak untuk belajar autodidak, agar bisa baca tulis, karena sejatinya pergi ke sekolah sangat dilarang oleh ketua adat mereka.
Lalu, bagaimana bisa punya handphone, Katanya tidak boleh ada aliran listrik? Menurut informasi beberapa masyarakat sekitar, penduduk Suku Baduy ada beberapa yang memiliki Handphone untuk menunjang urusan bisnis yang dilakukan dengan orang luar Baduy dalam perdagangan hasil kreasi kerajinan tangan, hasil alam dan lainnya. Orang baduy biasa mencharge Handphone yang dimilikinya dengan ikut ke masyarakat sekitar. Konon ada tarif tersendiri perjamnya.
O, iya, konon kabarnya Kang Akosarka Baduy ini adalah salah seorang Baduy yang sempat mengenyam bangku sekolah bahkan sampai kuliah. Bagaimana kebenaran tentang berita ini? Harus naik gunung lagi, nih, sepertinya, cari tambahan berita biar lebih akurat. Tunggu kabar selanjutnya, yaa.
Belajar Istiqamah dari Kesederhanaan Suku Baduy.
Banyak pelajaran yang kita ambil dari jalan hidup serba sederhana yang dipilih oleh Suku Baduy. Tempat tinggal yang sangat sederhana, peralatan rumah tangga yang sangat sederhana, perlengkapan sandang, pangan, dan papan benar-benar apa adanya, bahkan jika disandingkan dengan kehidupan di sekitarnya bisa dikatakan masuk ke dalam kategori tidak layak, karena hal se uniq ini berada di tengah kemajuan zaman yang dipenuhi dengan fasilitas yang sederhana.
Namun inilah jalan hidup yang dipilih oleh masyarakat Suku Baduy, tetap istiqamah dalam hidup yang penuh kesederhanaan, karena mereka berprinsip kebahagiaan adanya di dalam hati dan ketaatan terhadap kepala suku merupakan hal yang sakral bagi mereka. Keluar dari kehidupan Suku Baduy sama halnya seperti orang yang kalah di medan perang.
Hidup tanpa listrik, tanpa Handphone, tidak boleh sekolah, tidak boleh menggunakan kendaraan baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, walau belakangan Suku Baduy luar sudah menggunakan fasilitas ini, hanya Baduy dalam saja yang mempertahankan kebiasaan jalan kaki dengan menempuh perjalan ratusan kilo meter. Tak menggunakan alas kaki, dan masih banyak lagi keunikan serta kesederhanaan Suku Baduy.
Kita mungkin tidak harus mengambil atau mengikuti gaya hidup yang dijalani Suku baduy, namun setidaknya kita belajar mencoba menerapkan nilai istiqamah dalam menjalani prinsip yang diyakini Suku Baduy, terhadap prinsip versi kita masing-masing. Mencintai adat leluhur dengan sepenuh jiwa merupakan bagian dari jiwa ksatria dan akhlaqul karimah bagi kepercayaan mereka. Kita pun bisa mengambil bagian dalam hal ini dengan cara berusaha dengan sepenuh hati memegang teguh apa yang sudah menjadi pilihan hidup kita. Ada harapan tersembunyi sebenarnya terhadap Suku ini, mereka sudah begitu mampu memaknai diri, semoga kelak merekapun bisa mampu mengenal sang penciptanya yang hakiki, cahaya tauhid semoga menyinari pemukiman Baduy dan keberadaannya semakin membawa keberkahan bagi lingkungan sekitar. Aamiin.
Bagi saya pribadi, dengan menyaksikan secara langsung pemandangan gaya hidup yang disuguhkan oleh masyarakat Suku Baduy, saya mencoba melakukan self talk berbicara dengan diri sendiri, betapa saya harus banyak mensyukuri jalan hidup yang telah dianugerahkan oleh Allah, terutama ketika Allah memberikan anugerah kepada saya lahir dalam keadaan muslim. Bisa mengenyam pendidikan, bebas bersekolah dan merdeka dalam belajar, mengetahui banyak wawasan dan disimpan di tempat yang aman, damai dan nyaman. MasyaAllahu tabarakallahu, alhamdulillah 'ala kulli hal.
Bangga dengan kebudayaan daerah sendiri merupakan wujud syukur yang tiada henti. Bisa menyaksikan keanekaragaman budaya dengan keunikannya masing-masing, membuat saya banyak memiliki acuan dan patokan juga gambaran pada multidimensi ranah sosial. Semoga saya bisa semakin bersyukur dengan mengaplikasikan langsung nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan, menampilkan versi terbaik dari diri saya dan mampu berkontribusi terhadap hal-hal yang berdampak positif. Yuk, kita tampilkan versi terbaik dari diri kita dalam rangka ikut serta memakmurkan bumi. Khoiru an-naasi anfauhum li an-naasi. Salam ukhuwah.
wah....seru ya mbak, ternyata suku baduy ini banyak prestasinya dan patut kita jadikan motivasi diri, thanks ya mbak infonya...
BalasHapusPernah mampir kesana iseng nanya harga kain mereka, gak jadi beli, ditagih suruh beli kaa :")
BalasHapuswahh jadi pengen kesana, di tengah zaman yg semakin maju, masih ada sekelompok orang yang nggak ingin adanya perubahan dalam kelompoknya.. kok bisa ya??
BalasHapusbtw berapa lama nih mbak nulis artikelnya? bisa detail begini.. semangat terus menulis ya mbak nita.. kamu menginspirasiku 😘😘