Buya Hamka, Ulama dan Sastrawan Berjiwa Romantis

Selasa, 22 Agustus 2023

Tenggelamnya Kapal Vanderwijk dan Di Bawah Naungan  Ka'bah Mempopulerkan nama Profesor. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo yang tersohor dengan nama fenomenalnya yaitu Buya HAMKA.  Dalam beberapa kisah biografi Buya Hamka, bukunya kala itu dicari dan diburu para pengagum karya sastra. Hebatnya Kedua bukunya ini sudah difilmkan dan mendapat tempat di hati para pemirsanya. Karyanya ini membuat dirinya jadi lebih terkenal.


biografi buya hamka

Karya sastra Buya Hamka memiliki jalan cerita dan makna yang mendalam, penuh pesan moril dan juga menyiratkan keagungan makna cinta. Kisah tenggelamnya kapal Vanderwijk awalnya merupakan cerita bersambung yang diterbitkan dalam sebuah majalah bertajuk 'Pedoman Masyarakat'


Cerita bersambung ini akhirnya dibukukan karena permintaan dari para pembacanya, meskipun karya Buya Hamka ini pernah dianggap cerita plagiat dari seorang sastrawan Arab Mesir Mustafa Lutfi al-Manfaluthi terhadap karyanya yang berjudul Magdalena, atas statement Pramoedya Ananta Toer, namun tidak mengubah laju pergerakan penjualan buku yang laris manis kala itu.


Buya Hamka, kekaguman saya pada tokoh nasional yang banyak perannya terhadap Indonesia baik di bidang Islam, dunia pendidikan serta sosial dan politik. Kagumnya saya pada sosok ini disertai banyak alasan. Dia bukan hanya seorang yang jenius dan punya banyak karya, namun juga seorang yang sholih dan juga fasih dalam agamanya. Pun tentang nama pena yang dimilikinya, memberikan kesan tersendiri di mata saya. 


Nama pena yang diambil dari singkatan namanya ini seolah telah direncanakan dalam skenario Allah dan sangat pas disandang oleh sosok besarnya, Haji Abdul Karim Amrullah disingkat HAMKA. Buya dalam bahasa Arab memiliki arti bapak. Buya Hamka artinya Bapak Hamka. Di Indonesia makna Buya memiliki arti lebih dari sekedar bapak, namun lebih bermakna lagi, yaitu bapak yang perlu dihormati karena ketinggian ilmunya.


Saya akan membawa Sains (sahabat Insnita) mengenal sosok Buya Hamka lebih jauh, kita akan mengambil banyak pelajaran hidup melalui pengalaman Buya Hamka. Tidak terlalu lengkap pastinya, tapi semoga dapat berdampak dan menumbuhkan rasa cinta kita pada para pejuang dan terinspirasi.


Beliau ini adalah sosok yang memiliki banyak jasa dalam dunia pendidikan maupun kenegaraan. Beliau juga salah satu sosok pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan. Perjuangan Buya Hamka untuk menaikkan derajat Indonesia di mata dunia penuh pengorbanan.


Ayok kita mulai bercerita lebih jauh lagi tentang siapakah Sosok Buya Hamka ini? Apa yang membuat Buya HAMKA terkenal dan namanya tidak asing  sampai terdengar di telinga kita. Apa saja perjuangan Buya Hamka? Selain alasan yang sudah saya sebutkan di atas, tentunya masih banyak lagi hal-hal yang menjadikan aktivis Muhammadiyah ini menjadi sosok yang begitu fenomenal. Penasaran? Yuk kita lanjutkan obrolannya.


Biografi Buya Hamka


Nama besarnya membuat saya mengaguminya, semakin kagum ketika saya menyaksikan ilustrasi kehidupannya lewat film Buya Hamka yang kini telah release di platform merah. Film memang mampu lebih menggugah hati kita untuk lebih mencintai dan mengenal sosok para pendahulu. Dari sebuah film kita seolah-olah disuguhkan dengan pemandangan nyata sang tokoh.


Demikian halnya juga dengan Buya Hamka. Gambarannya dalam film dengan judul Buya Hamka membuat saya lantas ingin kenal jauh dengannya. Cari referensi sana sini tentang biografi Buya Hamka, agar cerita yang sampai kepada saya memiliki dasar yang akurat, dan layak juga jika ingin diceritakan kembali baik dalam obrolan ringan maupun di obrolan yang bersifat formal. 


istri buya hamka


Kelahiran  Buya Hamka


Buya Hamka yang dilahirkan di tanah Sumatera pada tanggal 17 februari 1908 tepatnya di Sungai Batang Kabupaten Agam Sumatera Barat ini lahir dari ayah yang juga seorang ilmuan dan ulama. Haji Abdul Karim Amrullah, ayah Buya Hamka adalah  tokoh reformis Islam sekaligus pendiri sekolah Islam modern pertama di Indonesia yaitu 'Sumatra Thawalib'. Ayah dari Buya Hamka ini terkenal dengan julukan Haji Rasul. Sang ibunda bernama Sitti Shafiah.


Kakeknya dari pihak ayah bernama Muhammad Amrullah juga seorang ulama, pimpinan tarekat Naqsabandiyah. Buya Hamka merupakan Anak pertama dan memiliki tiga orang adik, yaitu Abdul Kudus, Abdul Mu'thi dan seorang adik perempuan bernama Asma.


Neneknya atau anduang orang Minang cakap, bernama Sitti Tarsawa. Beliau adalah seorang pengajar tari, pencak silat dan juga nyanyian. Sitti Tarsawa banyak membersamai pendidikan masa kecil Buya Hamka. Buya Hamka banyak belajar pantun khas Minang dari sang Anduang.


Keagungan Cinta Buya Hamka dan Sang Istri


Menikah dengan Siti Raham Pada tanggal 5 april 1929. Kala itu Buya Hamka berusia 21 tahun sedangkan istrinya berusia 15 tahun. Dianugerahi banyak buah hati menandakan istrinya seorang wanita yang wadud atau penuh cinta dan walud atau subur. Kisah cinta mereka berdua dibalut keromantisan dan kesederhanaan. 


Dari buku pribadi dan martabat Buya Hamka yang ditulis oleh Rusydi Hamka, menceritakan bahwa Buya Hamka sebelum memasuki masa pernikahan menulis sebuah buku berjudul Si Sabariyah. Akhirnya hasil penjualan buku yang berhasil naik cetak sebanyak tiga kali ini menjadi sumber dana untuk membiayai pernikahannya. UUuuh,...soo sweet.


Keagungan cinta mereka banyak sekali tercatat sebagai kisah cinta yang indah dan saling mendukung satu sama lain. Siti Raham terkenal sebagai istri yang sabar dan penuh cinta dalam mendukung karir Buya Hamka. 


Meski hidup dalam kemiskinan, Siti Raham tetap setia mendampingi Buya Hamka dan menjadi istri yang hatinya dilingkupi asih, asah, dan asuh. Menjadi pelindung bagi suami juga anak-anaknya. Dia tak segan menjual perhiasan bahkan sampai pakaian yang dimilikinya demi menjaga kecukupan makanan bagi keluarganya.


Dia lebih rela pakaian dan kain miliknya dia jual dan dia berpenampilan sederhana, karena baginya kehormatan Buya Hamka yang harus sering berinteraksi dengan orang lain di rumah lebih penting dari pada kehormatan dirinya sendiri. 


Untuk itu tak heran jika Buya Hamka menjadikan Ummu Raham ketika hidupnya sebagai satu-satunya istri Buya Hamka, meski banyak wanita di sekeliling Buya Hamka, bahkan ada juga yang menawarkan diri untuk diperistri. Namun Buya Hamka teguh dengan pendirian cukup mempunyai satu istri, yaitu Siti Raham sebagai istrinya. 


Pernyataan Siti Raham yang Sangat Menyentuh tentang kebesaran cintanya pada sang suami adalah ketika dia diminta pidato di depan khalayak umum dalam kunjungannya bersama Buya Hamka ke Makasar, dengan rendah hati di atas minbar beliau menyatakan bahwasannya dirinya tak pandai berpidato, dia hanyalah seorang yang mengurus sosok tukang pidato dari mulai membuatkannya makanan sampai menjaga kesehatannya. Beliau pantas menjadi tokoh wanita panutan umat.


Duhai, masih adakah sosok istri seperti ini di zaman digital sekarang?? Pernyataannya ini sempat membuat sang Buya Hamka meneteskan air matanya. Kaum terhadap pembawaan istrinya yang sederhana dan sangat dicintainya.


Kesetiaan dan dukungannya kepada Buya Hamka terus dijaga sampai ajal menjemputnya. Meski kerap diuji dalam kemiskinan, Siti Raham tetap setia sampai ajal menjemputnya. Beliau pergi menghadap sang pencipta pada tahun 1972. Selama 43 tahun mengarungi biduk rumah tangga mengayuh bahtera cinta bersama.


Satu tahun setelah kepergian Siti Raham istri tercintanya, barulah Buya Hamka kembali menikah dengan Siti Khadijah di tahun 1973 sampai ajal menjemput sang Buya di tahun 1981. 


perjuangan buya hamka


Perjalanan Menuntut Ilmu Buya Hamka


Buya Hamka adalah sosok pecinta ilmu, untuk itu hidupnya diisi dengan menuntut ilmu dari satu tempat ke tempat lainnya. Dukungan ayahandanya yang juga seorang ulama menambah sempurna karir keilmuannya.


Sekolah Yang didirikan ayahandanya ikut mewarnai khasanah keilmuan yang dimiliki Buya Hamka. Beliau ikut merasakan manisnya mengenyam pendidikan di sekolah yang didirikan sang ayahanda.


Rasa ingin tahunya yang sangat besar dan juga memiliki jiwa mengembara  Buya Hamka tak sampai menyelesaikan pendidikannya di Thawalib disebabkan keinginan kuatnya untuk mencari pengalaman di tanah Jawa.  Saat itu usianya 16 tahun.


Tanah Jawa Membuka Wawasan Keilmuan Buya Hamka


Pemuda Hamka dengan tekad besar meninggalkan tanah Minang menggunakan Kapal berlayar ke tanah Jawa. Di Yogyakarta Beliau bertemu dengan pamannya, Jafar Amrullah. Konon pamannya ini yang membawa pemuda Hamka kepada seorang ahli tafsir Qur'an. Dari sinilah pengetahuannya banyak berkembang. Dia terus mengepakkan sayapnya meluaskan pengetahuan dan ilmunya.


Buya Hamka memang terkenal sebagai seorang pemuda yang senang berkelana seorang diri. Ini dia lakukan sejak serumur 12 tahun, tahun dimana kedua orang tuanya bercerai. Karena kebiasaannya yang senang merantau dan hidup jauh dari orang tuanya membuat sang ayah memberinya julukan "Si Bujang Jauh".


Namun, kesenangannya merantau memberikan dampak yang positif karena beliau selalu mengisi dengan hal-hal positif. Menuntut ilmu dari banyak guru dia lakukan ketika dalam masa perantauan. Ilmu yang didalaminya tentang banyak hal, dari ilmu agama, ilmu kemasyarakatan, organisasi sosial, jurnalistik, bahkan sampai ilmu politik.


Beberapa guru yang sempat didatangi Buya Hamka dan diambil ilmunya adalah Ki Bagus Hadikusumo yang darinya Buya Hamka belajar tentang ilmu tafsir Al-Qur'an. Dari Ki Bagus akhirnya Buya Hamka berkenalan dengan Syarikat Islam dan banyak belajar di sana serta mengambil ide-ide dari organisasi Islam ini yang akhirnya beliau bawa dan dikembangkan di tanah kelahirannya. 


Buya Hamka juga belajar ilmu organisasi, sosial dan politik dari Hos Cokroaminoto dan Suryopranoto. Pengalamnnya tinggal di Pulau Jawa membuka khasanah berpikir keislamannya. Buya Hamka banyak belajar bertanya dan berdiskusi dengan para tokoh Islam di Yogyakarta. Hal ini membuat semakin kuat keinginannya untuk memajukan tanah kelahirannya. Membuka pemikiran keislaman yang selama ini membelenggu para penganut Islam di tanah kelahirannya.


Perjuangan Buya Hamka Membesarkan Muhammadiyah


Untuk meluaskan ilmunya, Buya Hamka melanjutkan perjalanan ke Pekalongan untuk bertemu dengan Sutan Mansur kakak iparnya. Dari kakak iparnya inilah Buya Hamka mendapat kesempatan untuk terjun di dunia dakwah bersama Muhammadiyah, yang selanjutnya dikembangkan di Minang, bersama ayahanda tercinta yang memiliki ketertarikan yang sama dengan Pemuda Hamka tentang organisasi Muhammadiyah. 


Meski tentu saja perjuangan tak selalu mulus, namun ayah dan anak ini terus gigih berdakwah memperkuat Muhammadiyah di ranah Minang melalui bimbingan dan bantuan dari Sutan Mansur yang akhirnya diutus oleh pengurus besar Muhammadiyah Yogyakarta untuk mengembangkan Muhammadiyah di Minang.


Mereka berdua berhasil menguatkan posisi Muhammadiyah dengan berdirinya Muhammadiyah di tiga tempat yaitu pagar alam, Kuraitaji dan Lakitan. Berkat memperjuangkan Muhammadiyah di tanah Minang, Buya Hamka mendapatkan kepercayaan memeganga jabatan wakil ketua Muhammadiyah yang saat itu diketuai oleh Syeikh Jalaluddin Rajo Endah.


Melanjutkan Pengembaraan Ilmu Ke Mekkah


Merasa ilmunya masih kurang, Buya Hamka melanjutkan ketertarikannya menuntut ilmu. Jiwa petualang dalam dirinya bergejolak untuk membawanya menuntut ilmu ke tanah Arab. Untuk itu pada tahun 1927 Buya Hamka pergi ke Mekkah dan menuntut ilmu di sana selama 7 bulan. 


Di Mekkah Buya Hamka sempat bertemu dengan Haji Agus Salim dan menuntut ilmu padanya. Buya Hamka mendapat banyak masukan dari Haji Agus Salim. Haji Agus Salim lah yang menyarankan padanya untuk segera pulang dan mengabdikan ilmunya untuk kemajuan dan keselamatan Indonesia yang kala itu masih dicengkram oleh tangan penjajah.


Pemuda Hamka akhirnya pulang ke tanah air dan melanjutkan perjuangannya untuk menyebarkan ilmu dan membela Islam. Saat itu Pemuda Hamka memilih Medan tempatnya berkiprah dalam menyalurkan ilmunya. Jiwa jurnalistik dan penulisnya berkembang dan terasah, di Medan Pemuda Hamka banyak menghasilkan karya. 


Kepergian Buya Hamka ke tanah Mekkah akhirnya terdengar oleh ayahandanya, karena keberangkatannya ke Mekkah kala itu tanpa sepengetahuan ayahnya. Ayahnya sedih merasa bersalah melihat kemuliaan dan kebesaran tekad putranya dalam menuntut ilmu.


Buya Hamka merasa bersalah dan sedih mengetahui ternyata rasa sayang ayahnya begitu besar kepadanya. Untuk menebus rasa bersalahnya, Buya Hamka menyerahkan jodohnya atas pilihan ayahnya. Nah, dii saat itulah sang ayah menyodorkon Siti raham untuk diperistri oleh pemuda Hamka. Dan akhirnya mereka menikah di tahun 1929. 


Berikut ini time line perjalanan menuntut ilmu seorang pemuda Hamka. Bagaimana beliau mengisi masa mudanya perlu kita jadikan contoh.


buya hamka wikipedia



Fakta tentang Buya Hamka


Jiwanya yang bersih, raganya yang terisi dengan luasnya samudera ilmu, menjadikan Buya Hamka diterima dan dinanti kehadirannya oleh banyak pihak. Keluasan ilmunya dan ketajaman berpikirnya membuat kagum para kawannya dan segan para lawannya. 


Keluasan ilmu membuatnya memegang beberapa jabatan strategis. Beliau pernah menjabat sebagai wakil ketua Muhammadiyah dan juga sebagai Ketua Muhammadiyah. Kiprahnya di Muhammadiyah terus berkembang dan membawanya masuk dalam kepengurusan majelis konsul Muhammadiyah Sumatera tengah di tahun 1934.


Merasa pengalamannya di bidang jurnalistik dan dunia sastra, akhirnya Buya Hamka menerima tawaran untuk memegang sebuah majalah yang bernama 'Pedoman Masyarakat' dari tokoh Mhammadiyah Muhammad Rasami.


Di tangan kepemimpinan pemuda Hamka, majalah ini berkembang pesat, yang awalnya memiliki oplah 500 ekslemplar, di bawah kepengurusannya berkembang menjadi 4000 oplah di tahun 1936. Kiprahnya di 'Pedoman Masyarakat' menelurkan karya fenomenal 'Di bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Vanderwijk', dan nama pena HAMKA sejak saat ini mulai diperkenalkan.


Karirnya terus bersinar, sampai akhirnya di tahun Buya Hamka meninggalkan Sumatera dan pindah ke Jakarta bersama keluarganya pada tahun 1949. Awal karirnya diminta menjadi pegawai Menteri Keagamaan.  Posisi strategis sebagai ketua MUI pertama diembannya. Buya Hamka banyak diminta mengajar di berbagai universitas besar. 


Bergabung dalam Masyumi yang merupakan akronim dari Majelis Syuro Muslimin Indonesia. Sempat terpilih menjadi anggota dewan konstituante pada tahun 1955 mewakili daerah Jawa Tengah. Kemampuannya berorator semakin mengembangkan karirnya bahkan sampai ke kancah internasional.


Akhirnya beliau mendapatkan gelar dari Universitas al-Azhar Mesir dengan sebutan Ustadziyyah Fakhriyyah atau setara dengan Doktor Honoris causa.


Di tahun 1964 Buya Hamka mendapatkan ujian. Karena keterlibatannya dengan partai Masyumi menjadikan Buya Hamka ikut tersangka sebagai pemberontak kepada negara. Untuk itu Buya Hamka dipenjarakan bersama para tokoh Masyumi yang saat itu juga dibubarkan secara paksa. Di masa penahanannya ini Tafsir al-Azhar ditulis.


Setelah keluar dari penjara Buya Hamka dinobatkan menjadi utusan negara atas undangan dari negara tetangga. Karirnya kembali bersinar, bahkan mewakili Indonesia di Konferensi Tingkat Tinggi bersama Muhammad Ilyas dan Cokroaminoto di tahun 1969. Penghargaan demi penghargaan diterimanya baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Gelar Doktor Honoris Causa pun diterima kembali dari Universitas Kebangsaan Malaysia.


Pada tahun 1970 penggagasa Majelis Ulama Indonesia mulai digelontorkon oleh Pusat Dakwah Islam Indonesia. Akhirnya MUI terbentuk pada tanggal 26 Juli 1975 dan pemerintah memilih Buya Hamka untuk menempati jabatan sebagai ketua MUI pertama.


Namun di tahun 1981 tepatnya pada tanggal 7 maret. Buya Hamka memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai ketua MUI. Penyebabnya adalah karena perselisihan pendapat tentang fatwa yang dikeluarkan olehnya mengenai haramnya merayakan natal bagi umat Islam. Banyak pihak yang tidak setuju, dan hal ini menyebabkan Buya Hamka memilih untuk mengundurkan diri. Prinsipnya tak tergoyahkan.


buya hamka muda


Wafatnya Sang Buya


Hidupnya adalah sebuah pengabdian. Pengabdian kepada agamanya, negaranya, keluarganya dan juga sebagai bentuk penepatan janji sebagai seorang hamba yaitu sebagai khalifatu fii al-ardy atau penjaga bumi dijalani oleh sang Buya dengan penuh tanggung jawab dan mengisnpirasi semua kalangan.


Kesehatannya kian menurun di masa akhir jabatannya sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia. Beliau adalah orang pertama yang menduduki jabatan ini dan berhenti dari jabatannya karena mengundurkan diri. Prinsip yang membawanya harus meninggalkan jabatan terhormat ini. 


Setelah berhenti dari tanggung jawabnya sebagai ketua MUI, kesehatannya pun memburuk. Dia menjalani perawatan di rumah sakit pertamina Jakarta. Sakit apa yang membuat Buya Hamka meninggal? Keadaan organ dalam yang sudah tak berfungsi dengan baik membawa Buya Hamka dalam keadaan koma. 


Saat itu, Buya Hamka bisa bertahan karena dibantu oleh alat pacu jantung. Keluarganya memutuskan untuk menghentikan alat tersebut, dan akhirnya setelah terlepas dari alat antu pacu jantung Hamka menghembuskan nafas terakhirnya. Beliau meninggal dalam eadaan husnul khotimah dan meninggalkan keharuman nama dan banyak karya.


Buya Hamka wafat tepat di hari jum'at pada tanggal 24 bulan juli tahun 1981, di rumah sakit pertamina Jakarta, dalam usianya yang ke 73 tahun. Buya Hamka meninggal di bulan suci Ramadhan. Janazahnya dibawa ke rumah duka di jalan Raden fatah 3, dan dikebumikan di tempat pemakaman umum tanah kusir Jakarta Selatan. 


Pemerintah memberikan penghargaan kepadanya Bintang Mahaputera Utama Secara Anumerta, karena diberikan ketika sudah meninggal. Sebuah penghargaan yang diberikan oleh negara bagi warga negaranya yang secara luar biasa menjaga keutuhan kejayaan bangsa Indonesia.


Kesimpulan


Tidak banyak orang seperti Buya Hamka. Namun banyak orang yang terinspirasi dan semoga mau meneruskan perjuangannya. Berangkat dari seorang anak ulama, mencintai ilmu dan senang menuntut ilmu itulah gambaran yang tersemat untuk sosok Profesor. Doktor. H. Abdul Malik Karim Amrullah. 


Perjuangan karirnya diawali dari seorang penulis. Penanya tajam setajam pikirannya dalam menganalisis situasi dan kondisi yang melanda Indonesia kala itu. Kiprahnya dalam menjaga keselamatan serta keamanan negara menobatkannya sebagai pahlawan nasional.


Buya Hamka adalah seorang ulama. sastrawan yang bersahaja dan begitu sayang terhadap istri dan anak-anaknya. Masa mudanya dia habiskan dengan menuntut ilmu dari satu tempat ke tempat yang lain, bahkan sampai ke Mekkah.


Semoga kita semua mau berusaha untuk menjadi orang yang lebih baik, meski tidak sehebat Buya hamka, namun setidaknya menjadi sosok terbaik menurut versi kita. Dari biografi Buya Hamka ini, kita mendapatkan pelajaran, bahwa hidup ini adalah senuah perjuangan. Bagi yang tidak mau berjuang, maka dia akan terlindas dan tidak berkembang. Ingat pesan Buya Hamka tentang hidup berikut ini.


buya hamka muda



Referensi


Buku: Penulis Irfan Hamka dalam judul Ayah...Kisah Buya Hamka, diterbitkan oleh Republika, Jakarta.


Buku: Penulis Rusydi Hamka dalam judul Pribadi dan Martabat Buya Hamka, diterbitkan oleh Mizan Publika, Jakarta, 2016.


https://muhammadiyah.or.id/buya-hamka-ulama-sastrawan-tanah-melayu/


https://id.wikipedia.org/wiki/Hamka


Be First to Post Comment !
Posting Komentar

Trimakasih sudah berkunjung ke ruang narasi Inspirasi Nita, semoga artikel yang disuguhkan bisa memberikan manfaat.

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Custom Post Signature

Custom Post  Signature
Educating, Parenting and Life Style Blogger