Tampilkan postingan dengan label Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini. Tampilkan semua postingan

Perkembangan Sikap Keagamaan pada Anak

Rabu, 16 Maret 2022
Setiap manusia pada saat dilahirkan ke dunia yang fana (QS. al-Qoshas/28: 88) ini pada awalnya berada dalam keadaan tidak mengetahui dan tidak memahami sesuatu. Sampai kemudian Rabbnya Tuhan yang maha kuasa menganugerahkan keberfungsian pendengaran, penglihatan, dan hati/akal (QS. an-Nahl: 78). 

Proses selanjutnya secara bertahap Allah memberikan kemampuan mendengar berbagai macam suara melalui telinganya, kemampuan melihat beraneka ragam benda melalui matanya, dan kemampuan berpikir untuk dapat membedakan sesuatu yang baik dan buruk, sesuatu yang benar dan salah melalui akalnya (tafsir ath-Thabari).

Perkembangan kehidupan agama pada masa anak-anak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Manusia dapat mengenal berbagai macam hal, termasuk agama. Perkembangan agama anak terpengaruh dari lingkungan yang ada di sekitarnya. 

Lingkungan yang paling utama adalah keluarga dan lingkungan rumah tempat anak sering bersosialisasi.  Seorang anak akan mengamati (mendengar, atau melihat) praktik ibadah (mengaji, solat dan lain-lain) dari orang-orang terdekat yang berada di sekelilingnya. 

Pemandangan perilaku sikap dan kebiasaan orang-orang di sekitarnya akan direkam oleh anak, meski dilakukan sesekali akan tetap berbekas pada jiwa anak, apalagi jika anak menyaksikan sebuah perbuatan yang dilakukan secara intens atau terus menerus.

Contoh perilaku keagamaan orang dewasa misalnya orang dewasa yang beribadah di masjid, atau orang yang mengaji di majelis taklim. Dibiasakan melihat proses berwudlu, gerakan solat dan yang lainnya. Bahkan bisa juga melalui tontonan atau tuntunan melalui media elektronik. 

Selain perilaku, perkataan juga menjadi poin penting yang harus diperhatikan ketika berhadapan dengan anak. Untuk menstimulasi pengetahuan agama pada anak bisa dengan mengenalkan dan membiasakan anak mendengar kalimat tauhid dan perbuatan yang biasa dilakukan dalam agama yang dianut, dalam hal ini agama ISlam. 

Ada beberapa kata, atau kalimat yang dibiasakan untuk diperdengarkan pada anak, misalnya kata Allah, salat, puasa, sedekah dan juga kalimat tauhid lainnya.


perkembangan keagamaan pada anak


Hakikat Sikap


Sikap dalam Bahasa Inggris disebut sebagai attitude, dalam “The Penguin Dictionary of Psychology” dijelaskan bahwa, attitude is some internal affective orientation that would explain the actions of a person, sikap dalam psikologi merupakan beberapa penyesuaian kecenderungan yang berasal dari sisi dalam manusia. 

Menurut Weber, penilaian terhadap hal yang disukai ataupun tidak disukai seseorang merupakan reaksi yang ditimbulkan dari lingkungannya merupakan SIKAP. Sikap muncul secara berpasangan yaitu disadari dan tidak disadari dan akan berubah seiring dengan bertambahnya pengalaman.

Sarlito (1996) menerangkan bahwa sikap merupakan respon seseorang terhadap sesuatu. Jalaluddin berpendapat bahwa sikap merupakan candu atau kecintaan untuk menyenangi atau tidak menyenangi sesuatu hal yang berkaitan dengan kognisi, afeksi dan konasi. 

Dari beberapa pengertian sikap yang telah dijabarkan bisa disimpulkan bahwa sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap suatu objek yang bersifat mendekati atau menjauhi. Dilakukan melalui penilaian yang berbentuk menyenangi atau tidak menyenangi, menyetujui atau tidak meneyetujui dan lainnya.

Sikap Keagamaan


Hafidhudin (2003) menjelaskan bahwa sikap keagamaan merupakan kedalaman seseorang terhadap ilmu, keyakinan yang kuat, seberapa senang melakukan ibadah dan seberapa dalam memaknai ibadah yang dikerjakan. Sikap keagamaan ditunjukkan dengan praktek ibadah yang dijalankan oleh seseorang.

Said Aqil Siraj (2006) mendefinisikan sikap keagamaan seseorang ditunjukkan dengan kepercayaan yang kuat dari seorang hamba terhadap Tuhannya sehingga semakin kuat kepercayaan yang ditanamkan dalam jiwanya semakin kuat dia melaksanakan apa yang menjadi titah Tuhannya.

Jalaluddin (1995) berpendapat bahwa sikap keagamaan mendorong seseorang untuk taat dalam beragama, yang terbentuk dari kepercayaan terhadap agama (kognitif) penghayatan terhadap agama (afektif) dan perbuatan yang dilakukan untuk agama (konatif).


Perubahan Sikap Keagamaan


Menurut Zakiah Darajat dalam Lilis Suryani (2008), perubahan pada sikap keagamamaan adalah perubahan pada tingkat kemampuan dalam memahami, percaya, dan mengedepankan pemahaman kebenaran yang berasal dari Sang Khaliq. Menjadikan pedoman dalam berbahasa, bersikap dan bertingkah laku terhadap kepercayaannya.

Menurut Maramis (1980) fisik dan psikis anak yang terus berkembang menyebabkan pemahaman anak terhadap agama semakin realistis seiring dengan perkembangan pola pikirnya.

Potensi fitrah yang dimiliki oleh manusia dari sejak dilahirkan menjadikan manusia memiliki agama. Walaupun Ketika dilahirkan manusia belum beragama, namun telah memiliki firah untuk menjadi manusia beragama dan memiliki potensi kejiwaan serta dasar-dasar ber-Tuhan.

Untuk itu Sikap keagamaan pada anak berkembang sejak bayi. Pernyataan ini diungkapkan oleh Aziz Ahyadi (2005:40).

Menurut Woodworth dalam Jalaluddin (1995) potensi keagamaan merupakan insting keagamaan yang dimiliki oleh anak sejak lahir selaras dengan tumbuhnya insting sosial dan fungsi kematangan tubuh yang lainnya. Walau memiliki tubuh dan fisik yang lemah manusia telah dibekali insting keagamaan dalam fitrahnya.

Perkembangan Sikap Keagamaan pada Anak


Menurut Ernest dalam Lilis Suryani (2008:9) anak-anak memiliki perubahan dalam memahami nilai agama. Perubahan tersebut berlangsung melalui tiga tahap perkembangan, diantaranya yaitu:


1. Tingkat Dongeng (The Fairy Tale Stage)


Pada tingkat ini sikap keagamaan pada anak masih berdasarkan pada daya imajinasi, mereka menyamakannya dengan tokoh-tokoh dalam film atau dongeng yang memiliki kekuatan super seperti bisa menghilang, memegang api dan lainnya. 

Anak yang berada pada rentang usia tiga sampai dengan enam tahun berada pada fase ini. Pada masa ini sikap keberagamaan pada anak dilandasi oleh keinginan untuk memiliki keajaiban.


2. Tingkat Kenyataan (The Realistic Stage)


Pada masa ini anak sudah mengerti bahwa agama bukan untuk memperoleh keajaiban seperti yang didapatkan pada tokoh imajinasi anak-anak, namun lebih kepada untuk mendapatkan kenyamanan dan kebaikan hidup di dunia dan akhirat. 

Anak yang berada pada rentang usia tujuh sampai dengan lima belas tahun berada pada fase ini. Untuk itu di usia ini anak sudah mulai tertarik pada kegiatan keagamaan yang lebih formal dan tertarik untuk mempelajarinya lebih jauh.


3. Tingkat Individu (The Individual Stage)


Konsep keagamaan anak pada tingkat ini berkembang menjadi tiga konsep yaitu konsep keagamaan yang konservatif dan konvensional, konsep keagamaan murni dan konsep keagamaan humanistik. Berkaitan dengan ini, Imam Bawani dalam Sururin (2004:56) membagi fase perkembangan agama pada anak-anak menjadi empat bagian, yaitu:


Fase Perkembangan Keagamaan Anak Ketika dalam Kandungan


Dalam fase ini perkembangan agama sudah dimulai sejak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia atas Tuhannya sesuai dengan firman Allah ta’ala dalam Surat Al-A’rof (18): 172.



Fase Perkembangan Sikap Keagamaan Anak saat bayi


Perkembangan agama pada fase ini belum terlalu banyak terjadi, namun Islam telah menuntun kita untuk mulai memperkenalkan agama di fase ini melalui ajaran yang telah dituangkan dalam banyak hadits dan juga penjelasan dalam Al-Quran.

Beberapa hal yang bisa dikenalkan sejak bayi misalnya dengan memperdengarkan adzan dan iqamah ketika pertama kali anak dilahirkan ke dunia. Membiasakan anak mendengarkan kalimat tauhid yang diucapkan oleh kedua orang tuanya.

Biasakan mengaji, salat dan ibadah lainnya di hadapan anak. Hal ini akan direkam dalam memori anak. Membiasakan bersikap baik dan mengatakan hal yang baik juga akan direkam oleh anak, meski masih dalam keadaan bayi.


Fase Perkembangan Sikap Keagamaan pada Masa kanak-kanak


Fase kanak-kanak merupakan fase paling baik dalam menyerap kejadian yang ada di sekitarnya. Orang tua harus berperan aktif dalam proses perkembangan agama anak. Anak mengenal Tuhan melalui kegiatan orang-orang disekelilingnya.

Perbuatan dan perkataan baik yang diperoleh anak melalui panca inderanya seperti orang tua yang mengaji, solat, berdzikir, anak pun dapat meniru dan menyerap walau sejatinya belum pada tataran bisa memahami.

Stimulasi sikap keagamaan yang positif dari lingkungan sekeliling anak diharapkan akan memacu perkembangan sikap keagamaan pada anak ke arah positif.


Fase Perkembangan Sikap Keagamaan Anak Masa Sekolah


Intelektual anak yang semakin berkembang di masa ini menjadikan perkembangan agama anak semakin realistis, bekal agama yang ditanamkan melalui pendidikan dalam keluarga menjadi bekal bagi anak ketika mulai mengenal dunia sekolah.

Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Keagamaan Anak


Hal yang mempengaruhi perkembangan keagamaan pada anak meliputi dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Berikut penjelasan tentang perkembangan keagamaan anak yang mencakup faktor internal.

Faktor Internal


Faktor internal merupakan faktor kepribadian dan keturunan. Beberapa hal yang meliputi faktor internal diantaranya, yaitu:

1. Faktor Hereditas atau keturunan


Faktor hereditas didapat dari keturunan dalam artian bahwa karakteristik seseorang diturunkan melalui gen yang dimiliki orang tuanya. Untuk itu Islam menuntun kita untuk mencari pasangan yang baik agar memiliki keturunan yang baik sebagaimana Rasulullah berpesan dalam sebuah hadits “Lih atlah kepada siapa anda letakkan nutfah (sperma) anda, karena sesungguhnya asal (al- I’rq) itu menurun kepada anaknya”.

2. Faktor Kepribadian.


Setiap manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Kepribadian memberikan pengaruh pada perkembangan jiwa keagamaan seseorang. Zakiah Daradjat dalam Ramayulis (2009: 98) menerangkan bahwa sikap keagamaan berkembang dari apa yang didapat bukan bawaan.

Untuk itu sangat penting peranan kenyamanan rumah, orang tua, orang-orang sekitar, teman dan lingkungan dalam proses perkembangan agama pada setiap individu.

Menurut Sujanto (2004: 46) kepribadian pada anak mulai terbentuk ketika anak berusia 0-5 tahun, anak akan sangat mudah menyerap apa yang di lihatnya dengan belajar dari lingkungan tempat dia tumbuh. Anak yang berada di lingkungan orang-orang yang memiliki kecenderungan sikap yang baik maka diharapkan akan berkembang kepada hal-hal yang baik juga, begitupun sebaliknya.


Faktor Eksternal 


Faktor pembawaan atau fitrah beragama merupakan potensi yang membawa pada sebuah perkembangan. Dikuatkan oleh faktor eksternal yang menjadi pemicu dalam perkembangan keagamaan seseorang.

Faktor eksternal didapatkan dari stimulus yang terjadi dan diberikan dalam keluarga, Lembaga dan masyarakat. Berikut penjelasan tentang ketiga faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan agama pada anak:

1. Lingkungan Keluarga 


Entitas yang paling sederhana dalam kehidupan sosila manusia adalah keluarga. Dalam keluarga pendidikan awal untuk seorang anak manusia dimulai. Orang tua lah yang memberikan kesan pertama dalam kehidupan seorang anak. Keluarga memiliki peran dominan dalam pembentukan perkembangan keagamaan anak di masa yang akan datang, hal ini ditegaskan juga oleh Sururin (2004: 57).


2. Lingkungan Institusional


Pendidikan formal yang bergerak secara instruksional sistematis adalah sekolah. Keterbatasan pengetahuan orang tua dalam proses pendidikan, dilanjutkan ke lembaga sekolah agar anak mendapatkan bimbingan yang lebih terarah. 

Potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal dari aspek jasmani, intelektual, sosial emosional dan juga moral spiritual. Pendapat ini diperkuat oleh Ahmad zein dan Jalaluddin (1994: 217) Schweinhart dalam Siti Aisyah dkk (2007: 42) memberikan penekanan bahwa kesan yang didapatkan oleh anak-anak dari sekolah memberikan dampak yang positif untuk perkembangan anak selanjutnya.


3. Lingkungan Masyarakat


 Anak belajar dari lingkungan tempat dia bersosialisasi, jika lingkungan sosial memberikan contoh yang baik dalam permasalahan akhlak dan nilai-nilai keagamaan maka diharapkan anak akan memiliki perkembangan agama yang baik.

Begitu juga sebaliknya jika anak bergaul dalam lingkunagn yang buruk maka kemungkinan akan memberikan dampak yang buruk juga. Hurlock menjelaskan bahwa peraturan dalam sebuah kelompok berpengaruh pada perilaku moral para anggotanya.



Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa sikap keagamaan anak merupakan refleksi dari sikap yang dia lihat dari orang dewasa sekitarnya dari lingkungan tempat dia tinggal. Untuk itu bagus atau tidaknya perkembangan agama pada anak tergantung pada orang dewasa dan lingkungan sekitar yang membentuknya.


Strategi Pengembangan Sikap Keagamaan Anak Usia Dini


Dorongan untuk mengabdi kepada Sang Pencipta dijelaskan oleh hidayat al-diniyat  telah hadir dari sejak lahir, dari sinilah bisa dibuktikan bahwa manusia merupakan makhluk beragama. Potensi ini akan berkembang dengan benar jika ada bimbingan, hal ini juga dijabarkan oleh Jalaluddin (1995: 66-69).

Begitu pula dengan Megawangi, menyatakan bahwa lingkungan yang berkarakter diiringi dengan usaha yang terencana, fokus dan komperehensif akan membentuk anak-anak menjadi pribadi yang beragama.

Maria (2005: 125) memaparkan bahwa untuk mengembangkan moral pada anak usia dini bisa melalui penerapan beberapa teknik yang diantaranya yaitu membiarkan, tidak menghiraukan, memberikan contoh, mengalihkan arah, memuji, mengajak dan menantang.

 Adapun strategi yang bisa membentuk moral pada anak usia dini diantaranya yaitu:

1. Strategi Latihan dan Pembiasaan


Melalui Latihan dan pembiasaan yang dilakukan secara konsisten akan membentuk sikap yang relative menetap pada anak. Misalnya jika anak dibiasakan untuk saling menghormati dan menghargai dalam anggota keluarga, maka pribadi anak akan terbentuk memnjadi pribadi yang menghormati dan menghargai.


2. Strategi Aktivitas Bermain


Dalam Maria (2005: 129) Riset yang dilakukan Piaget menyatakan bahwa perkembangan bermain merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap anak dapat digunakan dan dikelola untuk pengembangan sikap moral keagamaan pada anak.

 Dari proses bermain anak mulai mengenal kata aturan dalam permainan, dari sini akan berkembang dan membiasakan anak untuk taat pada peraturan yang lainnya termasuk peraturan dalam agama.


3. Strategi Pembelajaran


Pengembangan moral anak usia dini dapat diotimalkan melalui strategi pembelajaran berdasarkan moral yang dilandaskan pada nilai-nilai yang dapat diterapkan pada diri seseorang, seperti kejujuran, kesetiaan, penghormatan, keberanian dan nilai baik lainnya. Pernyataan ini juga di kuatkan oleh Maria dalam tulisannya yang berlabel Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini.


Kesimpulan


Para orang tua diharapkan dapat mengajarkan perkembangan kehidupan agama bagi anak kepada putra putrinya dengan lebih baik. Karena agama adalah bekal yang paling berharga untuk kehidupan di dunia dan di akhirat.

 Agama merupakan ajaran yang akan menuntun manusia untuk bisa memilih dan membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang benar dan yang salah.

Perkembangan kehidupan agama bagi anak-anak memiliki tiga pokok bahasan yang harus dipahami oleh para orangtua dan guru. Pertama, tahapan penting pada perkembangan keagamaan anak-anak. Kedua, ciri dan sifat keberagamaan pada anak-anak. Ketiga, alur pembentukan pengetahuan keagamaan pada anak-anak.

Anak-anak merupakan masa depan sebuah bangsa, untuk itu ajarkan anak-anak kita untuk cinta ilmu dan cinta Islam agar mereka memiliki karakter yang unggul. Lakukan dengan penuh ketelatenan dan kesabaran. Salam pengasuhan. 





Referensi


Q.S. 28, Al-Qoshosh: 88. Sugema Sony, Digitalquran, ver. 3.1, tp, 2003 2004, softcopy, http://www.geocities.com/sonysugema2000

Q.S. 16, An-Nahl: 78. Sugema Sony, Digitalquran, ver. 3.1, tp, 2003-2004, softcopy, http://www.geocities.com/sonysugema2000

Abu Ja’far At-Thobari, Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Gholib Al-Amali, 2000 M./1420 H. Tafsir At-Thobari, softfile, www.qurancomplex.com.


Aziz Ahyadi, Psikologi Agama, Bandung : Mertiana, 2005.

Didin Hafidhuddin, Islam Aplikatif, Jakarta: Gema Insani Press, 2003.


Erham Wilda, Konseling Islami. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.

Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1996.

Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.


Jalaluddin dan Ali Ahmad Zen, Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan. Surabaya: Putra Al Ma’arif, 1994.


Lilis Suryani dkk, Metode Pengembangan Sikap dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008.


Maramis, Ilmu Kedoteran Jiwa, Surabaya: Airlangga University Press, 1980.


Maria J. Wantah, Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini, Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi, 2005.

Said Aqil Siraj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial Mengedepankan Islam Sebagai Inspirasi Bukan Aspirasi, Bandung: Mizan Pustaka, 2006.

Siti Aisyah dkk, Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka, 2007.


Slamet Sujanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Hikayat, 2004.


Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Grafindo Jaya, 2004.


Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:Remaja Rosdakarya, 2004.




























7 Kemampuan Dasar Bermusik Anak yang Harus diberikan Stimulasi

Selasa, 15 Maret 2022

Anak sejak mula dalam kandungan sudah sensitif terhadap suara dan bunyi-bunyian. Perlu dilakukan stimulasi agar terus berkembang mencapai kemampuan optimalnya. Ada banyak aspek yang harus diperhatikan dalam memberikan stimulasi pengenalan bunyi-bunyian pada anak, namun perlu kiranya juga mengedepankan stimulasi pada kemampuan dasar yang dimiliki oleh anak.


Setiap anak memiliki potensi yang sudah dibawa dari sejak dalam kandungan dan bakat atau potensi tersebut akan muncul serta terlihat setelah digali. Potensi anak dalam penguasaan musik disebut juga sebagai potensi musikal. Sebagai seorang pendidik atau orang tua sebaiknya mencoba mengamati potensi apa yang dimiliki oleh anak, sehingga dapat langsung menggali dan menstimulasi potensi tersebut agar bisa berkembang dengan optimal. Usaha menggali potensi anak bisa dilakukan secara tersrtruktur bercorak instruksional dalam Lembaga formal ataupun yang bercorak non instruksional.


Kemampuan Dasar 


Kemampuan dasar merupakan kemampuan yang semestinya dimiliki seseorang untuk meningkatkan kemampuan agar bisa dikembangkan ke arah yang lebih optimal lagi. Sebagai contoh agar lebih mudah dipahami, seseorang harus memiliki kemampuan dasar menghitung jika ingin berdagang. Kemampuan dasar dia dalam menghitung setidaknya bisa membantu dia dalam mengelola dagangannya, menghitung dagangan yang dia jual, harus dijual berapa, dan berapa banyak keuntungan yang dia dapat.


Dengan memiliki kemampuan dasar menghitung,  pedagang tersebut dapat meningkatkan usaha daganganya ke arah yang lebih besar dan berkembang, sehingga diharapkan memiliki keuntungan bukan malah merugi. Bisa dibayangkan jika pedagang tersebut tak memiliki kemampuan dasar  menghitung, bagaimana dengan nasib perniagaannya? Bisa diprediksi akan mengalami kerugian.

 

Kembali kepada kemampuan dasar seni. Bila seorang anak ingin berkembang bakat potensi musikalnya maka harus memiliki kemampuan dasar dalam seni. Penelitian yang dilakukan oleh Edwin E Gordon bahwa untuk mengenalkan seni kepada anak usia dini, harus dilihat terlebih dahulu kemampuan dasarnya. bila kita melihat ada potensi seni dalam jiwa si anak maka harus dipertahankan dan dijaga dengan memberikan stimulasi secara terus menerus, misal dengan memperdengarkan musik. Jika stimulasi tak dilakukan maka kemampuan seni pada anak akan menurun.

 

Perdengarkan musik yang memiliki alunan yang sesuai dengan kondisi anak. Jika musik yang diperdengarkan tepat, maka anak akan mampu menangkap pola melodi, pola ritme dan berbagai element musik yang menyertai. Jenis musik seperti apa yang sesuai untuk anak? Tentunya adalah musik yang sederhana dan menyenangkan bagi anak, bukan musik yang hingar binger seperti jenis musik rock and roll yang cenderung memekakkan telinga. Bukannya anak merasa enjoy dengan musik yang diperdengarkan namun bisa jadi merasa takut dan tidak nyaman.



Kemampuan Dasar Seni Anak Usia Dini


Aktifitas bermain musik dan mendengarkan musik yang dilakukan anak perlu adanya pendampingan dari para pendidik ataupun orang tua, agar mendapatkan bimbingan dan arahan yang tepat, sehingga kemampuan dasar musik anak bisa tumbuh, meningkat dan berkembang.  


Usia dini adalah usia yang tepat dalam memberikan stimulasi kemampuan musik pada anak. Jika sudah memasuki usia sekolah dasar hanya sebagai tambahan saja. Menurut para ahli jika anak ingin diarahkan pada kegiatan bermusik lebih baik dilakukan  sebelum anak mencapai umur Sembilan tahun.


Indikator yang penting untuk mengembangkan kemampuan musikal anak salah satunya adalah kemampuan audiasi yaitu kemampuan anak untuk mengulang musik dan lagu yang telah dia dengar tanpa mendengarkan lagu atau musiknya secara langsung.

Menurut Pakar pendidikan anak usia dini pada bidang seni, yaitu Edwin dan pakar kreativitas seni Britain Victor Lowenfeld, terdapat tujuh kemampuan dasar yang dapat mengembangkan potensi musikal pada anak diantaranya yaitu kemampuan dasar intelektual, emosional, sosial, perseptual, fisikal, estetis dan kreativitas.




 1Kemampuan Dasar Intelektual dalam Musik

 

Kemampuan intelektual dalam musik merupakan kemampuan berpikir yang dimiliki anak. Kemampuan intelektual music pada anak dijabarkan apabila anak menunjukkan kemampuan melakukan penghitungan ritme, kemampuan bernyanyi dengan membaca simbol-simbol musik, kemampuan berkreasi dengan mengubah syair lagu yang telah dikenal. kemampu membedakan birama 2,3 dan 4, melalui simbol musik yang telah umum digunakan, atau bisa juga diciptakan simbol-simbol yang menyenangkan untuk anak.


 

2.   2. Kemampuan Dasar Emosional dalam Musik


Kebiasaan anak usia taman kanak-kanak yang masih sangat tergantung pada orang tuanya atau pengasuhnya menyebabkan anak terkadang bosan dan merasa tidak nyaman ketika berkegiatan, sudah wajar adanya jika anak TK akan merasa bosan jika belajar terlalu lama dalam satu posisi, misal harus duduk berlama-lama, sebab anak perlu bergerak untuk menyalurkan kelebihan tenaga yang mereka punya, oleh karena itu anak membutuhkan rangsangan kegiatan yang penuh kreativitas dan membangkitkan perhatiannya. Kemampuan dasar emosional dalam musik diantaranya adalah:


1)  Sabar dalam menyanyikan lagu atau memainkan musik sampai selesai.

2) Merasa senang dan gembira ketika melakukan kegiatan bermusik.

3) Mendengarkan musik dengan penuh perhatian.

4) Berani berkegiatan musik tanpa ada rasa takut.





3.   3. Kemampuan Dasar sosial dalam Musik


Anak butuh beradaptasi dengan lingkungan sosialnya, kemampuan anak untuk menyesuaikan dirinya dengan teman-temannya dalam berkegiatan musik sangat diperlukan agar anak merasa nyaman dan riang gembira melakukannya. Beberapa kemampuan dasar bersosialisasi dalam kegiatan bermusik diantaranya yaitu:


1) Melakukan kegiatan bermusik Bersama teman.

2) Mampu mengubah syair lagu yang biasa didengar misal kata bermain api diganti dengan bermain air, dan sebagainya.

3) Mampu bermain alat musik sederhana Bersama teman-temannya.

4) Mengendalikan suaranya agar bisa selaras dengan suara teman-temanya.


 

4.   4. Kemampuan dasar Perseptual pada Musik


Kemampuan anak dalam menanggapi perbedaan  bunyi-bunyian disebut sebagai kemampuan perseptual. Bisa dilatih dengan sering memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada anak agar anak bisa memberikan tanggapan. Stimulasi ini sangat bermanfaat dalam melatih anak agar mampu mengingat, membedakan dan mengelompokkan bunyi. Beberapa kemampuan perseptual anak diantaranya, yaitu:


1)  Mampu membedakan tipe suara bunyi dan suara orang atau teman yang biasa didengarnya. Misal dari hanya mendengar anak mampu mebedakan suara ibunya dengan suara tantenya.

2)  Mampu membedakan jenis birama pada musik misal  anak bisa paham  mana lagu yang 2/4, 3/4, atau 4/4. Contoh lagu 2/4 adalah Ampar-Ampar Pisang dan Cicak-Cicak Di Dinding, contoh lagu ¾ adalah Burung kaka Tua dan Naik-Naik Ke Puncak Gunung, contoh lagu 4/4 adalah Anak Kambing Saya dan Lihat Kebunku.

3)  Mampu mengelompokkan jenis alat musik.

4)  Mampu membedakan ritme yang didengar.

5)  Mampu membedakan mana tempo cepat, cepat sekali, lambat atau lambat sekali.

6)  Mampu membedakan dinamis yaitu anak mampu membedakan lagu yang harus dinyanyikan dengan suara keras maupun lagu yang dinyanyikan dengan suara lembut.

7)  Mampu membedakan bentuk. Contohnya membedakan antara bait (stanza) dan ulangan (refrain). Bisa dilatih melalui jenis lagu yang berisi tanya jawab, misal lagu sedang apa.

8)  Mampu menceritakan bunyi melalui respon ekspresi. Kemampuan ini bisa dilihat ketika anak mampumengekspresikan lagu sedih dengan mimik sedih, dan lagu gembira dengan mimik Bahagia dan riang gembira.


kemampuan dasar perspektif anak



 5. Kemampuan Fisikal dalam Musik


     Musik cenderung tidak dapat dipisahkan dengan gerak, kerena ketika melakukan kegiatan bermusik anggota tubuh meresponnya melalui gerakan, musik lambat direspon dengan gerakan yang lambat, musik cepat direspon dengan gerakan yang cepat. Kemampuan fisikal musik pada anak bisa dilihat pada kegiatan berikut:


1)  Anak memiliki kemampuan untuk melakukan gerak lokomotor. Ketika mendengar musik anak mampu merespon dengan Gerakan meloncat, Langkah di tempat, dan gerak oksial misalnya bergoyang, menggaruk, melipat, menjangkau dan memukul. Anak juga mampu diam ketika merespon permainan musik menggunakan pola stop and go. Ketika music berhenti anak bisa langsung merespon dengan serentak langsung diam.

2)  Anak mampu bergerak mengiringi nada yang didengar menyesuaikan dengan tinggi dan rendah nada. Sebagai contoh cara mengajarkan ke anak, misal guru memberikan aba-aba jika nada do tangan anak diletakkan di depan perut, nada Re tanga nagak meninggi di atas dada sampai dengan seterusnya. Atau memberikan aba-aba untuk

3)  Mampu mengekspresikan perasaannya ketika mendengarkan musik, apakah musik yang dia dengar masuk ke dalam ritmis atau melodis.

4)  Mampu menyanyikan lagu dengan pengaturan nafas yang baik.


 

6.   6. Kemampuan Dasar Estetis dalam Musik


Mengenalkan konsep keindahan pada anak harus sejak usia dini, agar dapat dengan mudah diterapkan dan dikenalkan. Mengenalkan sesuatu yang indah kepada anak hendaknya disertai dengan argumentasi atau alasan kenapa sesuatu itu dikatakan indah, dengan cara ini anak mampu memahami dengan baik. Pada umumnya keindahan memiliki sudut pandang yang berbeda dilatar belakangi oleh kebiasaan yang didapatkan dari lingkungan atau daerah tempat tinggal. Anak dari daerah jawa bisa jadi mengatakan musik gamelan itu indah, namun belum tentu untuk anak yang tinggal di daerah Jakarta. Kepekaan anak terhadap music juga dipengaruhi oleh faktor bawaan. Untuk itu Keindahan  relatif tergantung dari sudut pandangnya.

Anak menunjukkan kemampuan dasar estetisnya melalui hal di bawah ini:


1)  Anak mampu membedakan jenis musik yang enak didengar maupun yang tidak enak didengar. Anak akan memberikan reaksi yang berbeda terhanap jenis musik yang berbeda.

2)  Anak mampu bernyanyi dan bermain musik  dengan memperhatikan kualitas dari bunyi-bunyian yang ditimbulkan oleh alat musik. Beri anak kesempatan untuk mengeksplorasi bunyi, maka anak-anak akan terinspirasi untuk mencoba sumber bunyi yang berbeda.

3)  Anak mampu mengetahui antara lagu yang sedih dan gembira.


anak bermain musik


Kemampuan Dasar Fisikal, Estetis dan Kreatif dalam Musik pada Anak



 7. Kemampuan Dasar Kreatif dalam Musik

 

Kemampuan dasar kreatif pada anak merupakan kemampuan anak untuk menciptakan musik atau lagu. Tidak perlu yang rumit, bagi anak menciptakan hal sederhana adalah sebuah kreativitas. Improvisasi yang dilakukan anak dalam Menyusun lirik atau gerak lagu adalah sebuah kreativitas anak yang harus dihargai. Beberapa jenis kemampuan dasar kreatif dalam musik pada anak diantaranya yaitu:

 

1)  Anak mampu mengkeksplorasi permainan alat musik dengan media yang berbeda. Ketika mengeksplorasi alat musik rebana misalnya, anak akan mencoba memukul rebana tersebut dengan menggunakan tangan dan juga menggunakan alat pemukul.

2)  Anak mampu menciptakan kreatifitas sumber suara campuran, misalnya suara pukulan kendang dengan pukulan sendok.

3)  Anak bisa diarahkan melakukan kegiatan berkelompok untuk memainkan alat music dan bernyanyi Bersama-sama.

4)  Mengajak anak membuat improvisasi ritmis dengan arahan dari guru. Misal guru menciptakan ritmis yang dimainkan lalu diikuti oleh anak dengan menciptakan ritmis yang sesuai dengan selera anak. Ini aga sulit tapi bukan tidak mungkin jika dilakukan sambil bermain.

5)  Menstimulasi anak untuk mengganti lirik lagu sesuai dengan keinginan anak, melalui pendampinagn pendidik atau orang tua. Usahan lirik tetapmenggunakan kata-kata yang sopan dan menstimulasi daya kreatifitas anak.

6)  Mengubah gambar yang dilihat ke model suara. Misal melihat gambar mobil ambulance mempraktikan suaranya, atau yang lainnya melihat gambar kucing lalu meniru suara kucing.

7)  Menyanyi sambil menari. Anak mampu memperagakan syair lagu yang sedang dinyanyikan ke dalam Gerakan. Misal ketika sedang menyanyikan lagu, kupu-kupu yang lucu, anak mampu menggerakkan tangannya seperti kepakkan sayap kupu-kupu yang sedang terbang.

 


 Penutup


Tujuh kemampuan dasar yang harus diberikan stimulasi untuk mengoptimalkan kemampuan musik pada anak, hendaknya dilakukan dengan memperhatikan kemampuan fisik dan psikis anak, agar tujuan pendidikan bisa dicapai secara optimal dan seimbang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. 


Hendaknya para pendidik atau orang tua mampu memahami kebutuhan anak. Setiap anak memiliki kebutuhan berbeda dan unik. Jeli dalam permasalahan ini merupakan skill yang harus dimiliki oleh seorang pendidik. Selain itu sediakan bahan dan lakukan kegiatan bermusik yang tepat bagi anak. Selamat berkegiatan bermusik Bersama anak, semoga tulisan ini bisa dijadikan bahan tambahan pengetahuan yang bisa dipraktekan Bersama anak. Salam pengasuhan.



Referensi


Pekerti, Widia dkk. Metode Pengembangan Seni. Jakarta: Universitas Terbuka, 2018.

Suryana, Dadan. Stimulasi dan Aspek Perkembangan Anak. jakarta: Prenada Media, 2018.


 

 


 

Kegiatan Bermain Seni Musik dan Suara pada Anak Usia Dini

Rabu, 09 Maret 2022

Kegiatan Bermain musik dan suara pada anak dilakukan dengan riang gembira dan menyenangkan. Selain itu harus mempertimbangkan kemampuan anak yang berbeda dengan anak lainnya.


Hal prinsip lainnya adalah harus disesuaikan dengan kemampuan dasar yang dimiliki anak, jangan melakukan paksaan ketika anak telah memberikan isyarat tidak minat terhadapa sebuah permainan.


Kegiatan Bermain Musik dan Suara pada Anak USia Dini

Kegiatan bermain merupakan hal yang sangat disenangi oleh anak, selain itu bermain merupakan Kebutuhan dasar bagi anak dan juga pekerjaan anak.


Bermain juga merupakan media stimulasi bagi anak untuk mengembangkan aspek pertumbuhan dan perkembangan yang ada pada anak. Para pendidik sebagai fasilitator harus jeli mencermati setiap kondisi anak yang berbeda dan unik, sehingga bisa menyediakan fasilitas alat bermain yang tepat bagi anak.


Pembahasan kali ini kita fokuskan pada konsep bermain seni musik dan suara pada anak. Apa saja permainan yang mampu menstimulasi kemampuan seni musik dan suara anak? Tidak perlu alat musik yang mewah atau rumit, kita bisa mengajak anak untuk mengeksplor alat dan bahan yang biasa kita temui dengan mudah di sekeliling kita.

 


Alat dan Bahan untuk Bermain Seni musik dan suara untuk Anak
 

Alat dan bahan yang bisa digunakan untuk bermain Bersama anak dalam rangka mengenalkan seni terbagi menjadi dua, yaitu:


1. Alat musik Alam


Alat musik alam adalah alat musik yang terbuat dari bahan-bahan yang tersedia di alam, misalnya ranting pohon, daun-daun kering, kacang-kacangan, batu-batuan, pasir, kulit binatang dan lain sebagainya.


2. Alat musik Buatan


Alat musik buatan maksudnya adalah alat musik dan alat-alat yang menimbulkan suara buatan pabrik atau buatan manusia, misalnya bisa alat musik seperti piano, gitar, okulele, rebana dan sebagainya. 


Bisa juga alat-alat yang biasa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari yang dapat mengeluarkan suara dan menciptakan suara yang berbeda-beda, misalnya sendok, garpu, piring, gelas, panci, mangkuk, galon, botol, kaleng dan lain sebagainya.

Hal yang Perlu Diperhatikan ketika Bermain Seni Musik dan Suara Bersama Anak


Ada hal-hal yang perlu diperhatikan ketika para orang tua dan pendidik mengajak anak bermain seni musik dan suara agar suasana bermain berjalan lancar, nyaman, dan menyenangkan, diantaranya yaitu:


1. Pemilihan tempat 


Pilih tempat yang luas. Bisa di dalam ruangan atau di luar ruangan. Tujuannya adalah agar anak bisa bebas bergerak dan bebas mengeksplor alat dan bahan yang digunakan untuk bermain, dalam hal ini bermain musik.



2. Pemilihan Alat dan Bahan


Pilih alat dan bahan yang aman untuk anak, jika menggunakan alat dan bahan keperluan sehari-hari, usahakan yang terbuat dari bahan yang tidak mudah pecah, seperti kaleng, karet, plastik agar tidak membahayakan anak.


Selain elemen/bahan yang digunakan, perhatikan juga ukurannya. Usahakan alat yang digunakan memudahkan untuk anak dalam penggunaannya, dalam artian mudah dipegang dan dijangkau oleh anak, sehingga dalam proses bermain anak merasakan kegembiraan dan kenyamanan, serta tidak merasa kesulitan


3. Membebaskan Anak Berkreasi


Para pendidik dan orang tua usahakan memberikan kebebasan pada anak untuk berkreasi menciptakan suara atau gerak yang mereka inginkan. Selagi itu tidak membahayakan bagi mereka usahakan orang tua atau guru tidak terlalu memberikan batasan dalam permainan musik pada anak.

 

4. Membuat Suasana Aman


Guru dan orang tua harus menciptakan suasana yang aman, nyaman, santai, bahagia dan riang gembira bagi anak. Suasana riang gembira akan memudahkan anak untuk beradaptasi pada permainan yang sedang mereka lakukan, meski permainan tersebut baru saja mereka kenali, dan belum dikuasai.

Kegiatan Bermain Musik dan Suara yang Bisa dilakukan Bersama Anak

 

Banyak sekali kegiatan bermain seni musik dan suara yang bisa disuguhkan untuk anak. Guru bisa mengembangkan daya kreativitasnya untuk menstimulasi motorik anak. Beberapa kegiatan tersebut diantaranya, yaitu:


1. Bermain dengan Berperan Ala Grup Orchestra atau Grup Band. 


Permainannya bisa dikondisikan dan diterapkan dengan cara sebagai berikut:

Sediakan alat sumber suara. Bisa alat buatan pabrik atau alat yang tersedia di alam. Biarkan masing-masing anak memegang alat sumber bunyi dan membunyikan Bersama-sama dengan temannya atau bisa juga bergantian.


Awasi oleh pendidik atau orang tua. Guru dan orang tua bisa juga mengambil peran sebagai pemimpin orchestra. Usahakan guru ikut serta dalam permainan ini.


Bisa bergantian anak-anak yang tampil dan guru yang memberi aba-aba atau sebaliknya. Bisa juga guru atau orang tua yang memainkan alat musik dan anak-anak yang bernyanyi.


2. Bermain petak musik.


Cara memainkannya sebagai bberikut:

  • Sediakan alatnya terlebih dahulu. Bisasa menggunakan kursi atau membuat lingkaran semacam tempat berpijak. Bisa disesuaikan dengan alat dan bahan yang tersedia.
  • Setelah itu bunyikan permainan musik. Cara membunyikannya bisa dengan menyetel lagu dari tape dan sejenisnya atau guru yang mengiringi dengan alat musik yang tersedia. 
  • Hentikan musik lalu perintahkan anak untuk duduk di kursi, anak bisa masuk ke dalam pijakan atau lingkaran. Bisa dengan aneka gerak yang disenangi anak, misal memegang Pundak temannya atau meletakkan tangan di pinggang.


Permainan ini bisa dikembangkan sesuai dengan daya kreativitas anak dan guru atau orang tua.


3. Menari mengikuti suara musik


Setel musik yang riang gembira dan nada yang disesuaikan untuk anak, lalu minta anak untuk mengikuti iramanya.

4. Bermain musik alat tradisional dengan diiringi lagu tradisional. 


Kegiatan yang ingin dilakukan bisa disesuaikan dengan daya kreativitas anak dan guru, bisa juga dilakukan oleh orang tua di rumah sebagai sumber inspirasi ketika bermain dengan anaknya.



Hal yang Harus Diperhatikan Ketika Bermain Seni Musik dan Suara Bersama Anak


Ada hal-hal yang harus diperhatikan saat bermain seni dan suara Bersama anak agar kegiatan bermain tetap berjalan kondusif, nyaman dan menyenangkan untuk anak dan guru juga para orang tua. 


Usahakan agar melakukan dan menanamkan  hal-hal positif selama kegiatan bermain dengan memperhatikan enam aspek perkembangan pada anak.. Hal-hal yang harus diperhatikan diantaranya yaitu:


  1. Hendaknya para pendidik dan orang tua ikut serta dalam kegiatan bermain seni dan suara Bersama anak.
  2. Membuat kesepakatan aturan dalam permainan.
  3. Memberikan pujian terhadap hal yang dilakukan oleh anak.
  4. Tidak boleh mencela apa yang sudah anak lakukan.
  5.  Mainkan alat musik atau alat bunyi-bunyian dengan nada, timbre, melodi, harmonidan dinamik yang beraneka ragam.
  6. Ajak anak untuk menilai gerakan yang dia lakukan atau gerakan-gerakan yang dilakukan oleh guru dan orang tuanya atau temannya.
  7. Usahakan anak mengenal berbagai macam alat musik dan lagu-lagu baik lagu anak-anak maupun lagu-lagu tradisional.

Kesimpulan


Bermain seni musik dan suara pada anak usia dini sangat dianjurkan, sebagai stimulasi yang diberikan kepada anak untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Memperkenalkan permainan seni musik dan suara pada anak tidak hanya menggunakan bahan dan alat yang formal namun bisa menggunakan alat seadanya yang biasa kita temui di lingkungan kita. Bisa menggunakan alat dan bahan yang didapatkan dari alam maupun buatan manusia atau pabrik.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika bermain musik dan suara bersama anak agar tercipta situasi yang kondusif, menyenangkan dan nyaman, diantaranya adalah pemilihan alat dan bahan yang aman dan disesuai dengan kondisi anak.


Selain itu sediakan tempat yang luas agar anak bisa bergerak bebas. Usahakan dalam proses bermain seni musik dan suara bersama anak selalu menanamkan dan mengenalkan hal-hal positif dan berkesan untuk anak dengan mempertimbangkan 6 aspek perkembangan anak.


Banyak sekali kegiatan yang bisa diciptakan dalam bermain seni musik dan suara bersama anak. Hendaknya guru atau orang tua ikut serta mengawasi dan terlibat dalam permainan agar anak mendapatkan bimbingan dan arahan yang sesuai dengan minat dan bakatnya. 




Referensi


Hasbi, Muhammad dan Dona Paramita. Bermain Musik dan Gerak. Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta, 2020.

 

Pekerti, Widia dkk. Metode Pengembangan Seni. Jakarta: Universitas Terbuka, 2018.

 

Sujiono, Yuliani Nurani. Konsep dasar Pendidikan anak Usia Dini. Jakarta: Indeks, 2013.

 

 


Pendidikan Seni bagi Anak Usia Dini

Minggu, 27 Februari 2022

Pendidikan seni bagi anak usia dini memiliki tingkatan dan penerapan yang khusus disesuaikan dengan perkembangan anak. Seni pada anak tidak bisa disamakan dengan seni bagi orang dewasa. Kegiatan seni berpengaruh terhadap berbagai perkembangan kemampuan dasar pada anak yang mencakup kemampuan kognitif, afektif, psikomotor, sosial emosional. Potensi atau kemampuan dasar pada anak akan terus berkembang secara terpadu seiring dengan bertambahnya umur pada anak.



Konteks berkegiatan seni pada anak-anak bukan hanya bermain semata namun terdapat nilai edukasi yang sangat bermanfaat untuk anak. Tokoh yang pertama kali menemukan bahwa seni memiliki nilai edukasi adalah Herbert Read yang mengembangkan pemikiran Plato (428-347 SM). Pemikiran Herbert menguraikan bahwa education through art, dalam artian Pendidikan melalui seni mengambil konsep pemahaman Plato yang menyatakan bahwa art should be the basis of education yang artinya seni harus menjadi dasar dari Pendidikan ( Pekerti, 2018:1.22).


Pendidikan pada Anak Usia Dini memiliki tujuan membantu anak mampu mengungkapkan apa yang mereka temukan dan mereka rasakan. Hasil belajar bukan merupakan keutamaan, namun lebih kepada proses. Misal dalam proses anak bermain anak menemukan cara bermain yang mengasyikkan yang dia peroleh dari pengalamannya melakukan sebuah permainan, ini adalah termasuk dalam bagian proses yang membawa anak pada pengetahuan baru.

 

Pembahasan

Pendidikan Anak Usia Dini


Anak usia dini adalah seorang anak yang sedang mengalami perkembangan pesat dan mendasar bagi bekal kehidupannya di masa yang akan datang. Menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak yang memiliki rentang umur dari 0 sampai dengan 6 tahun. Sedangkan menurut NAEYC (National Association for The Education of Young Children) Anak Usia Dini adalah anak dalam rentang usia 0 sampai dengan 8 tahun (Sujiono, 2013: 6)


Pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini sebenarnya adalah pendidikan mendasar yang diberikan pada anak oleh para pendidik dan orang tua dengan memberikan rangsangan atau stimulasi yang mampu mengeksplor segala kemampuan yang dimiliki oleh anak. Untuk itu para orang tua hendaklah mengoptimalkan Pendidikan pada anak sejak usia dini. Memberikan lingkungan yang menunjang tereksplornya daya imajinasi dan daya kreatifitas anak. Jangan lupa juga untuk mempertimbangkan kemampuan dan keunikan anak yang berbeda-beda Morrison, 2012: 32)


Para pendidik anak usia dini perlu memperhatikan aspek yang mempengaruhi perkembangan anak. Pada masa ini anak-anak sedang dalam masa peka yang tinggi, rasa ego juga tinggi, senang meniru, mudah menyerap informasi. Usia dini adalah masapembentukan intelegen permanen di kehidupannya kelak. Untuk itu para pendidik, orang tua dan orang dewasa lainnya di lingkungan sekitar anak harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Sujiono, 2013: 7)


  1. Memberikan pemahaman secara pelan-pelan ketika menghadapi ego anak yang sedang tinggi di masa ini, bertujuan agar anak memiliki karakter yang unggul.
  2. Memberikan anak kesempatan untuk bermain dan mengenali alat permainan dengan cukup baik melalui bimbingan orang dewasa.
  3. Memberikan sajian tontonan atau pemandangan yang baik-baik dengan memilih atau menjadi tokoh yang bisa memberikan pengaruh baik pada anak, karena pada masa ini,anak adalah seorang peniru ulung.


Kenali anak niscaya kita akan menemukan potensi yang begitu besar yang ada dalam diri anak. Keterbatasan pengetahuan dan informasi yang dimiliki oleh orang tua dan pendidik terhadap potensi anak, menyebabkan potensi anak tidak dapat berkembang secara optimal.

 

Pembelajaran Seni Anak Usia Dini


Pembelajaran seni bagi anak usia dini lebih menekankan pada stimulasi pada aspek psikomotor, terutama pada motorik halus. Dalam Modul pengembangan seni di TK dijelaskan bahwa Perkembangan motorik merupakan unsur kematangan pada gerak tubuh. Pada anak, motorik kasar lebih berkembang terlebih dahulu dibanding motorik halus. Ini bisa dilihat bahwa anak lebih dahulu mampu bergerak berlari menggunakan kakinya dibanding menggunting, mewarnai dengan jari tangannya. Pembelajaran seni pada anak usia dini mempertimbangkan aspek eksplorasi, aspek ekspresi dan aspek apresiasi.


1. Aspek eksplorasi berfungsi untuk menguji kemampuan anak untuk mengeksplor alam dan dirinya, elemen-elemen dari seni dan musik, mengeksplorasi kreativitas dari anggota tubuh anak. Misalnya dengan melakukan observasi, apakah anak mampu merasakan, menjelaskan keadaan alam serta suara yang didengar, bisa membedakan bunyi-bunyian dari instrumen yang berbeda, bisa membuat garis, bentuk, mengenal warna. Dan juga bisa mudah mengenali ritme, melodi dan memadukannya dengan gerakan.

2. Aspek ekspres. Anak mampu mengekspresikan apa yang mereka lihat dan mereka rasa serta dengar. Mampu mengekspresikannya lewat coretan menjadi sebuah gambar, atau mampu menggenggam alat untuk mengeluarkan bunyi dengan ritme yang sederhana, bernyanyi dan menciptakan lagu sederhana.

3. Aspek apresiasi. Mengajarkan anak agar mampu menikmati hasil karya seni, misalnya dengan cara menggambarkan dan menjelaskan hasil karyanya sendiri.

 

 


 

Tujuan Pembelajaran Seni


Pembelajaran seni bagi Anak Usia Dini memiliki tujuan untuk memberikan pengalaman pada dunia anak tentang seni. Kelak pengalaman yang didapatkan akan bermanfaat bagi perkembangan kepribadian dan mempertajam sensivitas anak, sehingga anak dapat lebih peka terhadap lingkungannya, dan membantu membangun impresi atau kesan dalam menikmati hasilkarya seni. Tujuan pembelajaran seni lebih spesifiknya dirumuskan sebagai berikut:


1. Mengembangkan sensitivitas dan kreativitas pada anak yang terus berkembang sesuai dengan bertambahnya umur.

2. Kegiatan eksplorasi, berkreasi, mempertunjukkan hasil kreatifitas akan merangsang pertumbuhan ide-ide yang imajinatif.

3. Menghubungkan pengetahuan dan keterampilan seni dengan pembelajaran yang lain.

4. Seni dapat menjadi penghubung anak memahami sejarah dan kearifan budaya local serta global sebagai pembentukan sikap saling toleran dan demokratis dalam masyarakat yang majemuk.

 

Manfaat Pembelajaran Seni


Dijelaskan dalam pekerti (2018)Terdapat dua manfaat ketika anak belajar tentang seni, yaitu manfaat langsung dan tidak langsung. Adapun manfaat langsung diantaranya adalah sebagai sarana menyalurkan ekspresi, sarana bermain, sarana menyalurkan minat dan bakat, dan juga sebagai sarana bermain. Sedangkan manfaat tak langsung adalah mengembangkan aneka kemampuan dasar pada anak melalui aspek Pendidikan seni.


 Manfaat Langsung


1. Menyalurkan ekspresi. Anak-anak dapat mengungkapkan ekspresinya sesuai dengan cara yang mereka mampu. Pembelajaran seni memfasilitasi hal ini, membuat anak berekspresi sesuai dengan caranya yang berbeda antara anak yang satu dengan yang lainnya dengan keunikannya masing-masing. Ekspresi adalah ungkapan yang datang dari dalam jiwa seseorang berupa emosi, intuisi, pikiran, daya hayal yang keluar secara spontan dan bebas. Ekspresi pada seni tari bisa berupa liukan gerak yang lambat atau cepat dengan diiringi ekspresi wajah sedih atau senang. Ekspresi pada seni rupa bisa diungkapkan melalui garis lukisan yang menunjukkan keadaan hati. Ekspresi pada seni musik bisa diwujudkan dalam nyanyian dan nada yang tercipta.

2. Sarana bermain. Mengutip pernyataan piaget bermain merupakan sarana untuk menghasilkan kesenangan tanpa melihat kerugian atau keuntungan yang didapat dan dilakukan secara berulang. Begitupula menurut Dockett dan fleer yang mengatakan bahwa bermain merupakan kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi demi mengembangkan kemampuan (Sujiono, 2013: 144). Pembelajaran seni bisa menjadi sarana bermain bagi anak. Bermain pada seni rupa adalah dengan mengeksplor warna dan jenis pewarna, bermain dengan plastisin, dengan boneka tangan dan sebagainya. Dalam seni tari anak-anak bisa menemukan permainan gerak menggunakan selendang, kipas, boneka dan lain sebagainya, dalam seni music anak dapat menemukan sarana bermain lewat bermain piano, kendang dan juga bernyanyi Bersama teman.

3. Sarana komunikasi. Dalam pembelajaran seni anak dilatih untuk mampu berkomunikasi melalui simbol-simbol seni seperti gerak, bunyi atau suara. Seni mengenalkan cara berkomunikasi yang menyenangkan kepada anak.

4. Sarana mengembangkan minat dan bakat. Bakat merupakan kemampuan dasar manusia yang didapatkan tanpa melalui Latihan. Pakar pendidikan memberikan pernyataan bahwa setiap anak memiliki bakat yang dibawa masing-masing dari dalam dirinya, dengan kadar yang berbeda-beda. Untuk mengetahui bakat yang dimiliki, seorang anak dianjurkan untuk mengikuti aktivitas seni.


Manfaat Tidak Langsung


Pembelajaran seni memberikan manfaat secara tidak langsung bagi perkembangan kemampuan dasar anak, dan kehalusan budi pekerti.

 

 

Kesimpulan


Pendidikan seni bagi anak usia dini sangat penting digagas dalam upaya mengembangkan potensi dasar anak. Anak usia dini yang memiliki kisaran umur antara 0-6 tahun menurut Undang-Undang Republik indoneisa dan memiliki rentang usia dari 0 sampai dengan 8 tahun seperti yang sudah dirumuskan oleh NAEYC, sangat memerlukan peran aktif dari para pendidik serta orang tua dan orang dewasa dalam menggali minat dan bakatnya. Pendidikan Seni sangat banyak memberikan manfaat pada perkembangan anak diantaranya sebagai sarana menyalurkan ekspresi, sebagai sarana bermain, sebagai sarana komunikasi, dan juga sebagai sarana mengembangkan minat dan bakat.

 


Referensi


Morisson, George. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks, 2012.


Pekerti, Widia dkk. Metode Pengembangan Seni. Jakarta: Universitas Terbuka, 2018.


Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Seni di Taman Kanak-Kanak. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pembinaan Taman kanak-Kanak dan Sekolah Dasar: Jakarta, 2007.


Sujiono, Yuliani Nurani. Konsep dasar Pendidikan anak Usia Dini. Jakarta: Indeks, 2013.

 


Custom Post Signature

Custom Post  Signature
Educating, Parenting and Life Style Blogger