Mengenal dan Menangani Temper Tantrum pada Anak Usia Dini

Rabu, 30 April 2025
Terlihat seorang mamah muda dengan kemeja hijau dan rok senada di Minimarket Sejahtera sedang berdiskusi dengan bocah yang usianya kira-kira sudah menginjak 4 tahun, keduanya saling adu pendapat. Kalau disuguhkan pemandangan seperti ini bisanya cuma senyum kecil dan juga sedikit menahan rasa gemas. Dari percakapan yang kutangkap nampaknya sang mamah hanya ingin berbelanja keperluan rumah dengan cepat. Tapi apa daya, putranya yang berusia 4 tahun, punya rencana lain. Begitu melihat rak mainan, matanya langsung berbinar dan berseloroh.

"Mama, aku mau robot itu!" teriaknya sambil menunjuk robot transformer berwarna biru.

"Sayang, kita sedang tidak beli mainan hari ini ya. Kita hanya beli susu dan sayuran," jawab sang mamah dengan nada lembut.

Tanpa diduga, Rafaka (sepertinya nama anaknya adalah Rafaka dari percakapan yang kudengar) langsung melemparkan diri ke lantai, menangis meraung-raung, berguling-guling, dan menjerit kencang. "Mau robot! Mau robot!" teriaknya berulang kali. Seluruh pengunjung minimarket menoleh ke arah mereka.

Sang mamah panik. Dia mencoba membujuk, memarahi, bahkan mengancam akan meninggalkan Rafaka. Tapi ayal, ternyata alih-alih bisa tenang Rafaka malah semakin histeris.

Whoaaa, pernahkah teman-teman menjumpai situasi serupa? Situasi rasa-rasanya terasa familiar ya bagi banyak orangtua. Perilaku Rafaka adalah contoh klasik dari apa yang disebut para ahli sebagai "temper tantrum". Pernah dengar istilah temper tantrum? Fenomena ini sering banget lho membuat orangtua dan pendidik kewalahan merasa kewalahan. Yuk sama-sama kita luaskan pengetahuan kita tentang hal ini.

Apa Itu Temper Tantrum?


Temper tantrum dimaknai sebagai wujud ledakan emosi yang intens pada anak, biasanya muncul saat anak-anak mengalami penolakan atau tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Walaupun terlihat sangat mengkhawatirkan dan merisaukan para orang tua dan juga guru, temper tantrum sebenarnya merupakan hal yang wajar dan normal dialami oleh anak usia dini dalam masa perkembangannya, terutama di usia 2-4 tahun.

Coba kita bayangkan ketika seorang anak sedang merasakan luapan emosi yang sangat kuat entah dari rasa gundah yang mereka rasakan atau dari keinginan yang tidak mampu dia dapatkan, namun mereka memiliki keterbatasan dalam kata-kata ketika ingin mengungkapkannya. Jadilah mereka "berbicara" dengan cara yang paling primitive yaitu dengan cara menangis, menjerit, berguling-guling, melempar barang, memukul, bahkan terkadang sampai muntah atau ngompol saking intensnya emosi yang dirasakan. Hmm…lumayan memusingkan dan membingungkan, ya!! Sekarang kit acari tahu yuk kenapa ini bisa terjadi?

Kenapa Anak Bisa Tantrum?


Sebenarnya masalah temper tantrum ini merupakan masalah yang multifaktor atau banyak penyebab pemicunyanya. Coba kita kuak satu persatu ya melalui pemaparan ini.

Rasa Kelelahan


Pernahkah parents merasa super sensitif ketika dalam kondisi sangat lelah? Nah begitu juga pada anak-anak, tapi reaksi mereka jauh lebih ekstrem. Karena biasanya aktivitas fisik yang berlebihan tanpa istirahat cukup bisa membuat anak mudah meledak emosinya.


Rasa Frustrasi


Biasanya anak kecil memiliki banyak keinginan namun kemampuan yang terbatas. Cob akita bayangkan bagaimana rasanya ketika ingin membangun menara balok setinggi langit tapi motorik halusmu belum cukup terampil. Frustrasi kan? Nah begitulah yang dialami sang anak. Keinginan yang tinggi namun kemampuan belum memadai.

Keadaan Lapar


Istilah "hangry" (hungry + angry) merupakan istilah yang acap kali menjadi predikat bagi anak-anak yang mengalami kemarahan dalam keadaan lapar. Perut kosong menyebabkan toleransi rendah dan biasanya hal ini bisa memicu tantrum pada anak.

Kondisi Sakit atau Tidak Enak Badan


Anak kecil belum bisa mengatakan "Mama, kepalaku pusing" atau "Papa, perutku tidak enak." Sebagai gantinya, mereka mengekspresikan ketidaknyamanan fisik melalui perilaku tantrum.

Rasa Marah


Keinginan tidak terpenuhi, mainan direbut teman, atau dipaksa melakukan sesuatu yang tidak disukai adalah pemicu umum rasa marah pada anak.

Rasa cemburu


Anak usia dini biasanya sangat ingin memiliki barang yang serupa dengan teman-temannya, misalnya ketika melihat temannya punya sepatu baru, tas bagus, atau mainan yang bagus bisa memicu rasa cemburu yang berujung pada tantrum.

Perubahan Rutinitas


Kebiasaan yang teratur pada kegiatan harian anak jika berubah biasanya akan menimbulkan kekacauan juga pada diri anak, karena anak kecil menyukai keteraturan dan prediktabilitas. Perubahan yang mendadak pada rutinitas harian mereka biasanya bisa membuat mereka merasa tidak aman dan cemas.

Tekanan di Rumah dan Sekolah


Anak usia dini sedang masa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan juga keinginan mengeksplorasi hal-hal baru bagi mereka. Ketika keinginan ini dibatasi terlalu ketat, maka akan menimbulkan rasa frustasi yang menumpuk dan akhirnya bisa meledak dalam bentuk tantrum.

Bagaimana Mengenali Anak dengan Kecenderungan Tantrum?


Tidak semua anak usia dini mengalami fase tantrum jika keinginannya tidak terpenuhi atau dalam kondisi yang telah diterangkan di atas, namun memang pada beberapa anak lebih rentan mengalami tantrum dibanding yang lain. Untuk itu parents harus peka terhadap kebutuhan anak yang harus dicukupi dan dipenuhi untuk menghindari tantrum pada anak. Apa saja yang harus diperhatikan? Yuk kita kupas satu persatu.

  1. Pola Tidur. Pola tidur dan makan yang tidak teratur juga bisa menjadi penyebab anak menjadi tantrum. Biasanya anak yang tidak memiliki jadwal makan dan tidur yang konsisten cenderung lebih mudah gelisah dan marah.
  2. Sulit beradaptasi. Anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru, makanan berbeda, atau pada orang asing bisa menjadi tanda anak rentan tantrum.
  3. Lambat Menerima Perubahan. Anak yang butuh waktu lama untuk menyesuaikan diri dengan perubahan rutinitas harian mungkin lebih sering mengalami tantrum.
  4. Mood Cenderung Negatif. Tidak semua anak memiliki kecenderungan mood yang negative namun biasanya memang secara alami beberapa anak lebih sering berada dalam suasana hati negatif dan lebih sering menolak daripada menerima.
  5. Mudah Terpengaruh. Sensitif ketika menghadapi rangsangan dari luar juga bisa membuat anak tantrum. Pada anak yang sensitif ketika menghadapi hal yang tidak dia sukai mudah merasa kesal atau marah.
  6. Sulit Mengalihkan Perhatian. Ada beberapa anak jika sudah fokus pada sesuatu maka tidak mau diganggu sehingga sangat sulit untuk mengalihkan perhatian mereka ke hal lain.

Perilaku khas saat tantrum biasanya ditunjukkan dengan cara menangis keras, menjerit, merengek, menghentakan kaki, membanting pintu, memukul, memecahkan benda, mengancam, meludah dan perilaku-perilaku meledak lainnya.

Apa yang Terjadi Jika Tantrum Tidak Ditangani dengan Baik?


Tantrum merupakan gejala normal yang terjad pada anak usai dini, namun tetap saja harus segera ditangani. Sebagai orang tua dan pendidik harus sigap dan tanggapndalam mengatasi masalah ini, karena jika setiap kali anak tantrum tidak diatasi atau diatasi dengan cara yang salah semisal menuruti segala keinginannya maka akan mengakibatkan beberapa hal seperti ini:

Tantrum menjadi "senjata" anak untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Anak menjadi sulit untuk menunda kepuasan (poor delayed gratification). Selain itu kemampuan anak dalam mengontrol diri juga rendah. Biasanya anak akan memiliki kepribadian temperamen atau mudah tersulut amarahnya dan cenderung suka ngambek pada hal-hal kecil.

Perkembangan intelektual dan sosial anak yang seringkali menangani tantrum berkepanjangan cenderung tidak seimbang. Mereka mungkin pintar secara akademis tapi akan mengalami kekurangan dalam keterampilan sosial dan pengendalian emosi. Kita coba urai yuk dengan beberapa kasus nyata yang terjadi di sekitar kita. Kita ambil contoh kejadian di sekolah, ya.

Bu Dewi, seorang guru TK B di TK Anak Ceria, baru saja selesai menjelaskan kegiatan hari itu ketika terdengar jeritan keras dari sudut kelas. Dafa, murid yang biasanya tenang, tiba-tiba menangis, berteriak, dan berguling-guling di lantai.

"Puzzle kereta apiku! Kereta apiku!" teriaknya sambil terisak.

Ternyata, Dafa sudah susah payah menyusun puzzle berbentuk kereta api selama hampir 30 menit. Dia sangat bangga dengan hasil karyanya. Tapi tiba-tiba, Rafi, teman sekelasnya, datang dan merusak puzzle tersebut karena ingin memakainya.

Dafa melaporkan kejadian ini pada Bu Dewi, tetapi karena sedang menjelaskan kegiatan, Bu Dewi hanya berkata, "Sebentar ya, Dafa. Ibu sedang bicara."

Merasa tidak didengarkan dan kecewa berat, Dafa akhirnya meledakkan emosinya dalam bentuk tantrum hebat yang sulit diredakan. Bagaimana? Pernahkah teman-teman mengalami hal ini?

Bagaimana Cara Menangani Temper Tantrum pada Anak?


Menghadapi anak yang sedang tantrum membutuhkan kesabaran luar biasa. Yang paling penting adalah orang dewasa harus tetap tenang, lemah lembut, dan tidak ikut terpancing emosi. Ada 2 cara dalam melakukan intervensi ketika anak tantrum yaitu penganganan secara umum dan secara khususs. Berikut ini beberapa strategi penanganan tantrum yang bis akita terapkan dari sisi umum dan khusus.

Intervensi atau Penanganan Umum


Dalam mengatasi permasalahan tantrum pada anak secara umum bisa ditangani dengan cara melakukan pencegahan, karena pencegahan merupakan kunci dalam menghindari tantrum pada anak. Kenali kebiasaan anak dan situasi yang biasanya memicu tantrum. Misalnya, jika anak mudah tantrum saat lelah, hindari kegiatan belanja panjang menjelang jam tidur siang.

Pastikan lingkungan sekitar anak aman dan terkendali ketika anak mengalami tantrum. Pastikan untuk tetap tenang dan kendalikan emosi sendiri meskipun ini adalah hal yang tersulit!

Jangan terlalu menanggapi tantrum namun harus tetap diingat tetap awasi anak dan pastikan dalam keadaan aman. Jika tantrum berlangsung lama dan semakin parah, peluk anak dengan penuh kasih sayang jika anak sudah bisa menerima sentuhan.

Setelah tantrum berlalu, hindari memberi hukuman, ceramah panjang, atau sindiran. Jangan dibiasakan memberi hadiah karena hal ini bisa memperkuat dan menambah perilaku tantrum pada anak. Ciptakan rasa aman dan kasih sayang. Setelah semuanya terkondisikan evaluasi apa pemicu tantrum dan bagaimana pencegahan ke depan.

Intervensi dan Penanganan secara Khusus


Pencegahan secara khusus bisa dilakukan dengan cara menyediakan saluran ekspresif positif untuk anak ketika sedang mengungkapkan emosinya dengan cara seperti menggambar, bermain drama, atau bercerita. Kurangi rasa frustrasi pada anak dengan memberikan banyak pilihan aktivitas. Orang tua harus pandai mengamati secara teliti tanda-tanda awal frustasi dan bantu anak sebelum emosinya meledak

Lalu bagaimana penanganan saat anak mengalami tantrum tantrum hebat dan berpotensi melukai dirinya atau orang lain? Parents bisa mencoba untuk mengaak anak ke tempat yang lebih aman tapi tetap dalam pengawasan. Beri tahu bahwa dia bisa bergabung kembali setelah tenang. Jika ada risiko anak melukai diri, tetaplah di dekatnya dan tetap tenang, jika anak sudah bisa menerima sentuhan, pegang dengan lembut dan yakinkan bahwa dia aman. Bantu anak menemukan cara menenangkan diri misalnya dengan cara mendengarkan musik, melihat buku dengan gambar menarik, bernyanyi, menggambar, bermain dengan pasir, air, atau plastisin atau bola remas sebagai alat bantu menyalurkan emosi.

Setelah anak tenang bantu anak mengidentifikasi masalah yang membuatnya marah. Latih anak mengucapkan keinginannya dengan cara yang lebih tepat dengan memberi contoh kalimat-kalimat yang bisa digunakan, misalnya "Bolehkah aku main ayunan setelah ini?"

Mengatasi Masalah yang Ada


Berikan perhatian minimal pada ledakan amarah, kecuali untuk memastikan keamanan. Ingat, tujuan tantrum seringkali untuk mendapatkan perhatian atau keinginan. Jika tantrum menyebabkan kekacauan, pindahkan anak ke area yang aman jauh dari anak-anak lain. Katakan dengan tenang: "Tidak apa-apa kalau kamu kesal dan marah, tapi tidak bagus kalau mengganggu orang lain. Jika kamu sudah tenang, kamu bisa bergabung dengan kami."

Amati dengan teliti pola terjadinya tantrum dengan memperhatikan kapan sering terjadi, apa pemicunya, dan bagaimana bisa mencegahnya di masa depan.

Kembali pada kisah awal yang terjadi pada Rafaka


Setelah kita memahami strategi dalam mengatasi tantrum pada anak, maka bagaimana seharusnya seorang mamah ketika menangani tantrum pada anak? Tentu saja penganganan di awali dengan sikap tenang, alih-alih panik dan membujuk yang justru memberi perhatian pada perilaku tantrum lebih baik tenang dan tidak ikut emosi. Namun sang mamah harus memastikan Rafaka aman meski berguling di lantai. Sang mamah usahakan bicara dengan suara lembut tapi tegas, "Mama mengerti kamu ingin robot itu, tapi hari ini kita tidak beli mainan. Mama akan menunggu sampai kamu tenang."

Jika tantrum berlanjut dan mengganggu pengunjung lain, mamah bisa mengangkat Rafaka dengan lembut ke luar minimarket sampai dia lebih tenang setelah Rafaka tenang, mamah bisa memeluknya dan mengatakan, "Mama tahu kamu kecewa. Lain kali kalau mau mainan, kita bisa bicarakan dulu sebelum ke toko ya."

Pelajaran untuk Orangtua dan Pendidik


Temper tantrum adalah bagian normal dari perkembangan anak, tapi bukan berarti harus dibiarkan tanpa penanganan yang tepat. Beberapa pelajaran penting. Konsistensi adalah Kunci. Anak perlu tahu bahwa tantrum bukan cara efektif untuk mendapatkan keinginan. Jika sekali tantrum berhasil membuat orangtua menyerah, anak akan mengulanginya lagi dan lagi.

Kenali pemicunya dan lakukan pencegahan. Perilaku tantrum bisa dihindari dengan mengenali tanda-tanda awal dan mencegahnya dengan cara memastikan anak cukup tidur, makan teratur, dan punya ekspektasi yang jelas tentang apa yang boleh dan tidak boleh. Biasakan anak untuk berkomunikasi efektif. Bantulah anak mengungkapkan keinginan dan perasaannya dengan kata-kata, bukan dengan tantrum.

Berikan perhatian pada perilaku positif dengan cara memberikan pujian dan perhatian ekstra saat anak menunjukkan pengendalian diri yang baik dan mengekspresikan emosi dengan cara yang tepat. Menghadapi tantrum memang tidak mudah, tetapi dengan kesabaran, konsistensi, dan kasih sayang, fase ini akan berlalu. 

Hal terpenting adalah tidak membiarkan tantrum menjadi alat komunikasi utama anak untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Ingatlah bahwa saat menghadapi tantrum, kita tidak hanya menangani masalah perilaku saat itu, tapi juga mengajarkan keterampilan penting yang akan dibawa anak hingga dewasa yaitu mengajarkan anak mengekspresikan apa yang dia inginkan dengan membimbing anak mengelola emosi dengan sehat dan berkomunikasi dengan efektif. Yuk jadi orang tua bijak dan banyak mempersiapkan diri agar punya stok sabar yang berlimpah. Salam pengasuhan. Happy parenting.
Be First to Post Comment !
Posting Komentar

Trimakasih sudah berkunjung ke ruang narasi Inspirasi Nita, semoga artikel yang disuguhkan bisa memberikan manfaat.

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Custom Post Signature

Custom Post  Signature
Educating, Parenting and Life Style Blogger