Memahami Perilaku Anti Sosial pada Anak Usia Dini: Pengenalan, Penyebab, dan Penanganannya

Rabu, 30 April 2025

Suasana pagi di TK Insan Cendekia diisi dengan pemandangan seorang anak lelaki kecil Bernama Faqih yang sedang duduk seorang diri. Faqih sedang melamun dengan raut wajah yang terlihat sedih . Bu Nawal, guru kelas Faqih masuk ke kelas dan melihat Faqih seorang diri. Bu Sinta mengernyitkan dahinya mengamati Faqih. Dia merasa ada perubahan pada perilaku Faqih, siswa berusia 5 tahun itu. Seingatnya dulu Faqih adalah anak yang ceria dan sangat senang bergaul, tetapi sejak mungkin hampir sebulan ini, Faqih sering menyendiri, enggan mengikuti pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, dan bahkan beberapa kali kepergok sedang mendorong dan juga memukul temannya saat mainannya hendak dipinjam.


"Hmm,… kira-kira ada apa ya dengan Faqih?" Bu Nawal bertanya pada dirinya sendiri.

Situasi yang dialami Faqih bisa jadi menunjukkan tanda perilaku anti sosial yang acap dijumpai pada anak usia dini. Jika tidak dilakukan penanganan dengan tepat, perilaku ini bisa mempengaruhi perkembangan anak di masa depan. Yuk, kita telusuri bersama ap aitu sikap anti sosial pada anak dan bagaimana cara mengatasinya agar anak terbebas dari masalah perilaku yang tidak menguntungkan ini.


mengatasi perilaku anti sosial pada anak usia dini

 

Apa Itu Perilaku Anti Sosial?


Menurut Hurlock (1978), anti sosial adalah sebuah keadaan ketika seseorang mengetahui aturan dan tuntutan kelompok, tetapi karena situasi yang tidak mengenakkan dengan orang lain sedang terjadi, maka seseorang tersebut akan melawan norma kelompok yang ada. Dampaknya, mereka sering diabaikan dan ditolak oleh kelompok sosialnya.

Kondisi ini berbeda dengan anak yang "non sosial". Biasanya ini terjadi dikarenakan mungkin hanya kurang keterampil dalam bersosialisasi, sedangkan anak dengan perilaku anti sosial biasanya sangat sering menentang aturan sosial yang ada.


Bentuk-Bentuk Perilaku Anti Sosial pada Anak


Perilaku anti sosial pada anak bisa diidentifikasi dalam berbagai bentuk. Orang tua dan pendidik harus mampu mengidentifikasi perilaku yang terjadi pada anak. Ciri-ciri umum yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

Negativisme


Negativisme biasanya ditandai dengan perilaku menolak dan melawan instruksi atau aturan yang ditunjukkan oleh anak. Misalnya pada situasi ketika Faqih selalu menjawab "tidak mau!" saat diminta bergabung dalam permainan kelompok. Perilaku seperti ini biasanya mulai muncul ketika anak memasuki usia 2 tahun dan lebih sering terjadi lagi ketika anak memasuki usia 3-6 tahun.

Agresi


Agresi atau dikenal juga dengan istilah agresif merupakan sikap yang menunjukkan permusuhan yang nyata, bisa juga berupa ancaman, yang biasanya tidak dipicu oleh orang lain. Seperti misalnya yang ditunjukkan pada sikap Faqih yang tiba-tiba mendorong temannya tanpa adanya sebab yang jelas.

Pertengkaran


Pertengkaran merupakan perselisihan pendapat yang disertai kemarahan. Jika agresi terjadi karena sikap tunggal, pertengkaran melibatkan dua orang atau lebih, dan salah satu pihak memainkan peran bertahan sedangkan pihak lainnya menyerang.

Mengejek dan Menggertak


Perilaku Mengejek ditandai dengan serangan secara lisan atau berupa ucapan, sedangkan menggertak bersifat fisik. Biasanya ditandai dengan sang pelaku yang akan merasa puas ketika melihat korbannya merasa tidak nyaman.


Perilaku Sok Kuasa.


Perilaku sok kuasa seringkali ditandai dengan keinginan untuk menguasai orang lain. Jika diarahkan dengan tepat, ini bisa menjadi sifat kepemimpinan, tetapi sayangnya keumuman yang terjadi anak dengan perilaku sok berkuasa biasanya ditolak dalam kelompok sosial dan cenderung dijauhi oleh temannya.

Egosentrisme


Perilaku egosentris biasanya ditandai melalui sikap anak yang cenderung berpikir dan berbicara hanya seputar perihal dirinya sendiri, tanpa memperhatikan kebutuhan atau keinginan orang lain.

Prasangka


Prasangka biasanya terbentuk ketika anak menyadari perbedaan penampilan dan perilaku orang lain, yang dianggap rendah atau salah oleh orang-oang di sekitarnya.

Antagonisme Jenis Kelamin


Antagonisme jenis kelamin biasanya terjadi pada anak laki-laki. Sesama kawan laki-laki biasanya ada yang seolah mengintimidasi agar tidak main dengan anak-anak perempuan, terutama jika ikut dalam permainan yang biasanyanya cenderung dipakai permainan oleh anak perempuan.


Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak


Sebagai orang tua tentu saja kita tidak ingin memiliki putra-putri yang terlibat dalam permasalahan anti sosial. Jika pun terjadi pada anak kita tentu saja harus segera ditangani dan dicari solusinya. Nah, parents, kita kaji lebih lanjut lagi yuk, bagaimana menurut pendapat ahli tentang hal ini? Apakah seorang anak akan berkembang menjadi pribadi yang memiliki keterampilan sosial secara baik atau malah justru menjadi pribadi yang anti sosial menurut Hurlock (1978) bergantung pada empat faktor utama ini:


Kesempatan untuk Bersosialisasi


Anak perlu memiliki waktu dan ruang yang cukup untuk berinteraksi dengan orang lain, baik dengan teman sebaya maupun orang dewasa. Tanpa kesempatan ini, anak tidak mampu beradaptasi untuk belajar hidup berbaur dengan bermasyarakat.

Kemampuan Komunikasi


Kemampuan berkomunikasi pada anak biasanya ditunjukkan dengan kemampuan anak membicarakan atau mengutarakan isi pikirannya melalui susunan kata-kata yang bisa dipahami dan dimengerti. Jika diibaratkan dengan sebuah bunga yang sedang mekar, kita sebagai orang tua dan juga pendidik perlu "menyirami bunga tersebut agar terus bertumbuh".

Kemampuan komunikasi anak akan terus bertumbuh memalui stimulasi yang didapatkan dari lingkungan sosialnya. Anak yang mudah bergaul, ketika mereka membicarakan hal-hal yang menarik dengan teman-temannya, biasanya mereka seperti "magnet kecil" yang menarik perhatian. Jika merasa nyaman dan diterima di lingkunagnnya, maka anak akan termotivasi untuk bergaul dengan lingkungan sosialnya. Ketika anak merasa senang ketika bermain dan berinteraksi dengan temannya, biasanya  anak akan sangat ingin mengulangi momen dan kegiatan bermain tersebut.

Metode Belajar yang Efektif


Anak belajar perilaku sosial melalui trial and error atau coba-ralat dan dari proses meniru orang yang ada di sekitarnya yang bisa dijadikan contoh (role model). Namun, mereka akan belajar lebih cepat dan lebih baik jika ada seseorang yang membimbing dan mengarahkan proses belajar tersebut. JAdi bukan hanya sekedar mencontoh tetapi diiringi bimbinbgan yang intensif.


Pengaruh Pengalaman Sosial Terhadap Perkembangan Anak


Masih menurut Hurlock (1978) seorang psikolog perkembangan yang sangat berpengaruh dalam bidang psikologi perkembangan anak dan remaja asal Amerika menuturkan bahwa pengalaman sosial awal memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan sosial anak di masa depan. Untuk itu beberapa hal yang sangat berpengaruh ditunjukkan pada aspek berikut ini:

Perilaku Sosial yang Menetap


Pengalaman bersosialisasi pada awal kehidupan anak akan membentuk pola perilaku yang sesuai dengan pengalaman yang dia dapatkan dan akan berlaku hingga dewasa. Untuk itu tugas orang dewasa untuk mengarahkan anak pada pola sosialisasi yang baik dari lingkungannya. Kemampuan beradaptasi yang dimiliki anak akan membawa keuntungan besar bagi perkembangan anak, jika tidak maka akan menjadi hambatan dalam perkembangan.


Sikap Sosial yang Menetap


Sikap sosial yang menetap pada anak yang didapatkan anak dari masa awal kehidupannya akan sangat berbekas ketika dia dewasa dan akan sulit dirubah. Untuk itu dorong anak untuk bersosialisasi dengan lingkungan pertemanannya agar anak tidak hanya senang berinteraksi dengan mainannya yang nota bene adalah benda mati, karena sikap akan lebih sulit  diubah dibandingkan perilaku.

Pengaruh Terhadap Partisipasi Sosial


Pengalaman sosial di kehidupan awal sang anak akan sangat mempengaruhi perkembangan anak. Partisipasi yang dilakukan akan menjadi penentu bagi kemampuan anak melalui seberapa aktif seorang anak berpartisipasi dalam kegiatan sosial, baik di masa kanak-kanak maupun dewasa kelak.

Pengaruh Terhadap Penerimaan Sosial


Kemampuan anak dalam bersosialisasi akan sangat berdampak pada kepopuleran diri anak di kalangan teman-temannya, karena semakin si anak menunjukkan hal-hal yang menyenangkan maka akan semakin positif dan mudah diterima teman dan lingkungannya, karena dia adalah orang yang mudah bergaul dan sangat menyenangkan bagi teman dan lingkungannya. Biasanya anak semodel ini juga dikenal di lingkungannya.

Pengaruh Terhadap Pola Perilaku


Secara keumuman pengalaman sosial yang didapatkan di awal pada masa kanak-kanak akan sangat menentukan gaya sosialisasi anak apakah akan cenderung memiliki perilaku sosial yang baik sosial, tidak mampu bersosialisasi, atau malah anti sosial. Kemampuan bersosialisasi anak juga akan menentukan gaya bersosialisasi anak apakah dia akan menjadi seorang pemimpin atau sekedar pengikut.


Pengaruh Terhadap Kepribadian


Pengalaman sosial awal akan meninggalkan kesan pada kepribadian anak dan mungkin akan bertahan seumur hidup. Sikap positif takan terbentuk pada jiwa seseorang jika dia mengalami masa kecil yang indah dan bahagia, dan hal ini terbentuk melalui pengalaman sosial pada awal masa kanak-kanaknya.


Bagaimanan Menangani Masalah Anti Sosial pada Anak Usia Dini?


Sekarang kita coba telaah kembali keadaan yang sedang dialami oleh Faqih. Ketika mendapati perubahan perilaku pada Faqih Bu Nawal akhirnya memutuskan untuk melakukan komunikasi dengan orang tua Faqih setelah melewati observasi intensif yang dia lakukan. Akhirnya Bu Nawal mendapatkan keterangan dari orang tua Faqih, bahwa sejak adiknya lahir Faqih memang mengalami perubahan perilaku yang kurang menyenangkan, yang ternyata itu dilakukan juga ketika di rumah. 

Melalui keterangan yang didapatkan dari orang tua Faqih akhirnya Bu Nawal memahami bahwasannya perilaku anti sosial pada Faqih terbentuk sebagai wujud dari kurang perhatian atau perhatian yang dialihkan lebih kepada adiknya yang baru lahir. Tentu saja untuk sementara waktu Faqih agak sedikit terabaikan oleh orang tuanya. Hal ini menyebabkan Faqih menjadi tersisih dan tidak disayang lagi.

Keadaan ini tentu saja jangan dibiarkan berlarut dan harus segera diatasi.  Bagaimana cara mengatasi hal ini? Parents dan pendidik bisa mencoba hal-hal berikut jika menemukan masalah anti sosial pada anak usia dini:

Hindari Hukuman untuk Mengontrol Perilaku


Anak yang terlalu sering dihukum bisa menjadi "kebal" terhadap hukuman, sehingga perilaku anti sosial justru meningkat. Para pendidik ataupun orang tua hendaknya tetap memberikan dukungan yang positif agar perilaku baik pada anak tetap terjaga.

Tegaskan Aturan dan Terapkan Disiplin


Buat aturan yang jelas dan konsisten. Di sekolah sebagai seorang pendidik kita bisa membuat "Peraturan Kelas" dengan menggunakan gambar-gambar sederhana agar menarik dan juga mudah dipahami anak-anak. Demikian pun bagi orang tua di rumah, parents juga bisa menuliskan peraturan di dinding kamar anak dengan gambar atau ilustrasi yang menarik.

Ajarkan Konsep Sosial


Jangan lupa untuk memberikan penjelasan kepada anak tentang sebab dan akibat dari perilaku mereka. Bu Nawal mempraktikan metode bercerita dengan boneka tangan ketika menjelaskan tentang konsep "menyakiti teman membuat teman sedih" pada Faqih.

Berikan Stimulasi Kecerdasan Interpersonal


Secara konsisten berikan kegiatan yang bisa mengembangkan kemampuan sosial emosional anak yang bertujuan agar anak mampu memahami perasaan orang lain. Dalam hal ini Bu Nawal mengajak anak-anak bermain "Tebak Perasaan" dengan kartu emosi. Anak-anak diajak bicara dari hati ke hati tentang situasi perasaannya hari ini dan meminta memilih kartu emosi yang sesuai dengan kondisi hatinya.

Bersikap Konsisten dengan Konsekuensi


Jika sudah menetapkan konsekuensi untuk suatu perilaku, terapkan dengan konsisten. Bu Nawal dan orang tua Faqih ketika mencoba menghilangkan sikap anti sosial pada Faqih bersepakat untuk konsisten dalam menerapkan konsekuensi yang sama di rumah dan di sekolah.

Ajarkan Cara Menghormati Perbedaan


Bantu anak memahami dan menghargai segala bentuk perbedaan baik dari sisi etnis, budaya, agama, bahkan bangsa. Bu nawal mengadakan kegiatan "Hari Keberagaman" di kelas. Kegiatan tersebut dilakukan dengan saling berbagi cerita tentang tradisi atau kebiasaan pada keluarga masing-masing.


Kembalinya Keceriaan Faqih


Setelah Bu Nawal menerapkan strategi-strategi di atas selama beberapa minggu, akhirnya mulai terlihat perubahan sikap yang positif pada Faqih. Faqih mulai mau bergabung Kembali dalam kegiatan kelompok, senyumannya lebih sering terlihat, dan sudah mampu menunjukkan empati ketika ada teman yang menangis.

Bu Nawal pun menunjukkan sikap yang mendukung ketika Faqih melakukan kebaikan "Faqih, ibu senang sekali melihat kamu membantu Damar menyusun balok tadi," puji Bu Nawal.

Faqih tersipu malu ketika mendapat pujian dari Bu Nawal dia menjelaskan. "Damar tidak bisa Menyusun balok lebih tinggi, Bu. Jadi Aku ajari dia."

Dari kasus Faqih kita jadi mengerti, bahwasannya perubahan perubahan perilaku Faqih Kembali positif tidak mungkin terjadi dalam semalam. Dibutuhkan kesabaran, konsistensi, dan kerjasama yang baik antara guru dan orang tua.

Di rumahpun,  orang tua Faqih harus memberikan perhatian khusus untuknya dengan cara melibatkan Faqih dalam peran sebagai "kakak yang membantu", sehingga Faqih merasa dihargai dan diakui keberadaannya, hal ini menyebabkan keyakinan pada diri anak bahwa dia tidak perlu mencari perhatian kedua orang tuanya melalui perilaku negative yang malah akan merugikan.

Kesimpulan


Perilaku anti sosial pada anak usia dini bukanlah masalah sepele yang akan hilang dengan sendirinya. Seperti yang dikatakan Hurlock, pengalaman sosial awal sangat menentukan perkembangan anak di masa depan. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan pendidik untuk mengenali gejala perilaku anti sosial, memahami penyebabnya, dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengatasinya.

Dengan pendekatan yang tepat, kesabaran, dan cinta, anak-anak seperti Faqih atau yang mengalami kasus serupa akan tetap bisa mengembangkan keterampilan sosialnya secara sehat, yang akan memberi mereka fondasi kuat untuk menjalin hubungan positif sepanjang hidup mereka.

Sebagai orang dewasa kita harus memahami bahwa setiap anak memiliki kepribadian yang unik dan mungkin memerlukan pendekatan yang berbeda. Lakukan observasi untuk mendapatkan solusi yang tepat dalam menangani permasalahan pada anak. Jangan lupa untuk terus menjadi orang dewasa yang siap siaga dalam memberi pertolongan pada anak dengan terus mampu memahami dan merespon kebutuhan anak-anak dengan penuh kasih saying dan terus konsisten. Salam pengasuhan. Happy parenting.




Be First to Post Comment !
Posting Komentar

Trimakasih sudah berkunjung ke ruang narasi Inspirasi Nita, semoga artikel yang disuguhkan bisa memberikan manfaat.

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Custom Post Signature

Custom Post  Signature
Educating, Parenting and Life Style Blogger