Hai Smart bunda. Assalamualaikum…! Anak-anak sedang apa? Bermain, tidur, makan, atau sedang dalam pangkuan bunda? Apapun bentuk kegiatannya, pastikan anak dalam keadaan nyaman dan riang gembira, ya, bunda.
Bagi anak proses bermain merupakan kebutuhan anak yang wajib
dipenuhi, karena melalui proses bermain, kemampuan anak diharapkan semakin
meningkat. Bermain merupakan bekerja bagi anak, bekerja dalam dunia anak adalah
bermain. Dalam Suyadi (2010) proses bermain untuk anak mengandung unsur
pembelajaran dan kegiatan pembelajaran dalam dunia anak selayaknya dilakukan
sambil bermain. Belajar seraya bermain bermain seraya belajar.
Bermain merupakan unsur yang penting dalam kehidupan sang
anak. Dalam dekade terakhir ini, banyak ahli perkembangan anak meneliti hal ini
dan menjadikan bermain merupakan kegiatan utama bagi anak sebagaimana juga
dikatakan Rahmah oleh (2016)
Begitupula dalam mengenalkan kegiatan ibadah pada anak, lakukan
dengan cara menyenangkan, sehingga anak rela melakukannya dengan suka cita.
Apa Makna Bermain?
Para ahli menyatakan bahwa konsep bermain tidak mudah untuk
dijabarkan. Terdapat banyak pemahaman tentang konsep bermain yang dirumuskan
para ahli. Dalam mursyid (2016), Elizabeth
Hurlock mendefinisikan bermain sebagai aktivitas untuk mewujudkan
kebahagiaan. James Suly mengatakan bahwa bermain adalah aktivitas yang
sangat menyenangkan yang dilakukan oleh anak dengan penuh canda dan tawa ketika
melakukannya.
Di sini terlihat
bahwa perasaan anak menjadi penentu, apakah anak sedang melakukan kegiatan
bermain atau bukan. Ketika anak melakukannya dalam keadaan tertekan, ketakutan,
tidak dapat dikatakan sedang melakukan kegiatan bermain. Karena perasaan anak
tidak nyaman.
Proses bermain bagi anak adalah kegiatan yang berisi tentang
mempelajari dan belajar banyak hal, mengenal tentang aturan, bagaimana bergaul
dengan temannya, bagaimana mengelola emosi, bagaimana menempatkan diri,
menghargai dan saling membantu sesama teman, Mulyasa (2014).
Anak melakukan kegiatan bermain bisa secara individu maupun
berkelompok. Baik dalam kegiatan bermain secara individu dan berkelompok,
mengandung unsur pebelajaran di dalmnya. Bermain secara berkelompok
penekanannya lebih kepada belajar tentang kebersamaan.
Apa Ciri-Ciri Anak dikatakan sedang Bermain?
- Dilakukan atas pilihan sendiri, kemauan sendiri dan kepentingan sendiri.
- Menghadirkan emosi positif.
- Bersifat fleksibel, dalam artian anak dengan mudah berganti tema permainan.
- Tidak ada tekanan untuk mencapai target.
- Bebas memilih.
- Menghadirkan unsur kepura-puraan, misalnya menggunakan kertas sebagai pesawat-pesawatan.
Yuk kita mengenal Macam-Macam Permainan Edukatif!
- Boneka dari kain.
- Balok bangunan polos.
- Menara gelang segitiga, bujur sangkar, lingkaran, dan segi enam.
- Tangga kubus dan silinder.
- Balok ukur polos
- Krincingan bayi.
- Puzzle.
- Kotak gambar pola.
- Papan pasak 25.
- Papan pasak 100.
- Menerapkan konsep dasar Pendidikan Anak Usia Dini, menurut Montessori anak-anak mampu bermain secara refleks, spontan dan tanpa tekanan.
- Lingkungan pembelajaran, Montessori menggunakan area lingkungan rumah dengan melibatkan anak dalam membantu pekerjaan orangtua yang ringan sifatnya.
- Peran guru yang berfungsi sebagai fasilitator, sehingga timbul komunikasi yang intensif antara anak dan guru atau orangtua.
Alat Permainan Edukatif (APE) Peabody
Elizabeth Peabody terkenal sebagai tokoh Pendidikan Anak Usia pada aspek perkembangan Bahasa. Peabody merupakan pendiri Taman Kanak-kanak pertama di Amerika Serikat. Berbagai permainan edukatif yang dirancang Peabody diantaranya boneka tangan, boneka jari, tongkat ajaib, kantong pintar.
Peabody mampu menciptakan test alat perkembangan Bahasa PIET Peabody Individual Achievement Test dan PPVT Peabody Picture Vocabulary Test.
Selain APE yang disebutkan sebelumnya saat ini juga berkembang APE yang berbasis Multimedia dan multimedia interaktif. Di tahun 1990 sampai sekarang multimedia diartikan sebagai gabungan dari beberapa media diantaranya adalah suara, teks, gambar, animasi, video yang diolah menjadi informasi tunggal dalam format teknologi digital. Pada prakteknya saat ini anak-anak usia dini dapat bermain sambil belajar melalui Youtube kids atau CD edukatif untuk anak. Misalnya mengenalkan huruf hijaiyah, menghafal surat-surat pendek, menggunakan aplikasi Al-Quran digital. Mengenalkan kegiatan beribadah seperti shalat, puasa, zakat, thaharah atau ibadah haji, melalui tayangan bergambar animasi di youtube, ataupun televisi.
Faisal: “Nanti dulu, ah, bund, masih Asyik”
Bunda: “ Eeh…ga boleh gitu dunk, adek ingin selalu disayang Allah, Kan?”
Faisal: “Emang kenapa harus disayang Allah”
Bunda: ”Nanti dikasih surga sama Allah, memangnya ade ga mau?”
Faisal: “Mau, dung Bund!”
Bunda: “Nah, kalo gitu, yuk, kita Shalat. Ambil wudhu dulu ya!”
Dalam KBBI bermain diartikan sebagai berbuat sesuatu yang menyenangkan hati, sementara yang dimaksud dengan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.
Konteks belajar dan bermain pada Anak usia Dini tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling terkait, karena anak belajar dari permainan yang mereka lakukan.
Pada Pendidikan Anak Usia Dini dalam pelajaran tertentu misal berhitung, bisa dilakukan sambil bermain, agar anak tak merasa diintimidasi dan terbebani.
Sebagi orangtua kita wajib memilihkan permainan yang mendidik untuk anak, mencerdaskan anak, dan memberikan stimulasi positif untuk anak, dan tidak memberikan permainan yang justru akan merusak karakter anak.
Menerapkan Konsep Bermain sambil Belajar Pendidikan Islam
Anak Usia Dini pada RPPH (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian)
- Semester/bulan/Minggu: I/Juli/Minggu ke 4
- Hari/Tanggal : Senin,24 Juli 2020
- Tema : Diriku
- Subtema : Tubuhku
- Kelompok : B (usia 5-6 Tahun)
- Doa sebelum dan sesudah belajar.
- Nama anggota tubuh, fungsi anggota tubuh, dan cara merawatnya,
- Mengelompokkan berdasarkan warna (merah, biru, kuning),
- bentuk dua dimensi (persegi, segi tiga), dan jumlah bilangan (5 -10),
- Lagu “ Aku Ciptaan Tuhan”.
- Kegiatan membuat bingkai foto diri membutuhkan: lidi/irisan bambu/stik es krim, kertas, lem, kertas warna warni (merah, biru, kuning), bisa juga anak diminta untuk membawa koleksi foto dirinya dari rumah.
- Kegiatan membuat boneka foto diri dari tanah liat membutuhkan: kertas koran untuk alas, tanah liat, dan celemek untuk menutup baju anak.
- Kegiatan menggunting dan menempel (kolase) gambar anggota tubuh membutuhkan pola anggota tubuh, lem, potongan anggota tubuh untuk menempel, dan gunting.
- Bernyanyi “ Aku Ciptaan Tuhan”.
- Doa sebelum belajar.
- Membacakan buku cerita.
- Mengenalkan aturan bermain.
- Berdiskusi bagian-bagian tubuh, fungsi, dan cara merawat tubuh.
- Diskusi yang harus dilakukan sebagai rasa terima kasih terhadap Tuhan atas tubuhnya.
- Anak diajak untuk mengamati alat dan bahan yang disediakan.
- Anak diberi kesempatan untuk bertanya tentang konsep warna dan bentuk yang ada di alat dan bahan.
- Guru menanyakan konsep warna dan bentuk yang pernah ditemukan anak di dalam kehidupan sehari-hari.
- Anak melakukan kegiatan sesuai yang diminati dan gagasannya:
b. Kegiatan 2: Membuat boneka foto diri dari tanah liat.
d. Kegiatan 3: Membuat kolase (menggunting dan menempel) anggota diri.
Kegiatan Penutup untuk RPPH subtema tubuhku
- Menanyakan perasaan anak selama hari ini.
- Bernyanyi “ Aku Ciptaan Tuhan”.
- Berdiskusi kegiatan apa saja yang sudah dimainkan hari ini, mainan apa yang paling disukai.
- Memberikan tugas kepada anak untuk dilakukan di rumah, yakni menanyakan kepada orang tuanya tentang tempat lahir, tanggal lahir, siapa yang menolong kelahiran, dst.
- Bercerita pendek yang berisi pesan-pesan.
- Menginformasikan kegiatan untuk esok hari.
- Berdoa setelah belajar.
- Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Bandung: Pustaka Pelajar, 2005.
- Montessori, Maria, The Absorbent Mind: Pikiran yang Mudah Menyerap, diterjemahkan oleh Dariyatno dari judul The Absorbent Mind, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. 2017.
- Mursid, Pengembangan Pembelajaran PAUD, Bandung, Remaja Rosda Karya. 2016.
- Naili Rohmah, Bermain dan Pemanfaatannya dalam Perkembangan Anak Usia Dini, Jurnal Tarbawi Vol. 13. No. 2. Juli – Desember 2016.
- Suyadi, Psikologi Belajar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta, Pedagogia. 2010.